Virus Corona
Virus Corona Masih Menyebar di Australia saat Musim Panas, tak Mempan Diredakan Suhu Tinggi?
Menilik adanya kasus virus corona jenis baru di Australia, benarkah iklim atau cuaca yang menghangat dapat mengurangi penyebaran virus?
TRIBUNPALU.COM - Penyebaran virus corona jenis baru COVID-19 semakin meluas.
Kini, virus corona telah menyebar ke semua benua di dunia, kecuali Antartika.
Di Benua Australia, angka kasus virus corona per Jumat (13/3/2020) hari ini mencapai 156 kasus, berdasarkan data live update worldometers.info.
Sementara, 26 orang dinyatakan sembuh dan tiga orang tewas.
• Rela Keluar Duit Lebih, Apa Saja Cara Kaum Jetset di Eropa untuk Lindungi Diri dari Virus Corona?
• Virus Corona COVID-19 Merebak, Jadwal MotoGP 2020 Dipadatkan, Ada 9 Seri dalam 12 Pekan
Virus corona sempat diberitakan di laman Kompas.com, memiliki sifat yang sensitif terhadap suhu tinggi
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou, suhu panas dapat mempengaruhi perilaku virus.
Dengan demikian, laju penyebaran virus corona COVID-19 di negara-negara yang beriklim hangat dapat diperlambat.
Sementara itu, virus corona COVID-19 memang memiliki gejala yang sangat mirip dengan flu dan pilek.
Yakni, demam, batuk, dan terkadang disertai infeksi paru-paru.
Flu dan pilek memang biasa datang secara musiman, mereda pada musim panas dan kembali lagi pada musim dingin tiap tahunnya.
Sehingga banyak orang yang juga ikut optimis, penyebaran virus corona COVID-19 bakal berkurang seiring datangnya musim semi di mana iklim dunia menghangat.
• Menelusuri Kasus Virus Corona COVID-19 Pertama di Dunia, Diduga Terpapar pada 17 November 2019
Namun, menilik adanya kasus virus corona jenis baru di Australia, benarkah iklim atau cuaca yang menghangat dapat mengurangi penyebaran virus?
Dikutip TribunPalu.com dari laman Business Insider, menurut para ahli, kita tidak bisa mengandalkan gagasan bahwa virus corona COVID-19 akan mereda pada musim semi dan musim panas.
"Jawaban singkatnya adalah, ketika kita mengharapkan adanya penurunan penyebaran COVID-19 pada cuaca yang lebih hangat dan basah, dan penutupan sekolah-sekolah di wilayah beriklim sedang di belahan Bumi utara, tak ada alasan untuk berharap penurunan ini saja bisa memperlambat penyebaran virus secara signifikan," kata epidemiologis dari Harvard University, Marc Lipsitch.
Poin yang diutarakan oleh Marc Lipsitch tersebut jadi sorotan pada Kamis (12/3/2020) lalu setelah munculnya berita Tom Hanks dan Rita Wilson positif terinfeksi virus corona di Australia, yang saat ini sedang mengalami musim panas.

Sifat musiman virus corona belum diketahui.
Seorang pakar penyakit infeksi yang bekerjasama dengan WHO, Maria van Kerkhove, mengatakan, "Kami belum memiliki landasan kuat untuk meyakini bahwa virus corona jenis baru akan berperilaku berbeda pada temperatur yang berbeda pula."
Ketika Tom Hanks didiagnosis positif terinfeksi virus corona saat sedang syuting film di Gold Coast, Australia, temperatur udara rata-rata di benua tersebut mencapai 74 derajat Fahrenheit atau sekitar 23 derajat Celsius.
Oleh karena itu, sepertinya virus corona jenis baru masih bersirkulasi di wilayah yang sedang mengalami musim panas.
Menurut Marc Lipsitch, hal tersebut dikarenakan infeksi musiman yang bisa terjadi di luar musim sekalipun ketika baru ditemukan.
"Virus baru punya manfaat sementara sekaligus penting - hanya sedikit atau tidak ada sama sekali individu di populasi dunia yang kebal terhadapnya," tulis Marc.
"Istilah sederhananya, virus yang sudah ada sejak lama masih bisa hidup - menyebar di populasi manusia - hanya ketika kondisinya tepat, dalam hal ini musim dingin," lanjut Marc, mengacu pada penyakit flu.
Namun, sebelumnya belum pernah ada virus seperti virus corona jenis baru COVID-19 yang bisa menyebar di luar musim normal seperti virus-virus lainnya, tambah Marc.
• Untuk Kampanye Pilgub DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019, Sandiaga Uno Akui Sudah Keluar Uang Banyak
• Minta Warganet Berhenti Bully Anies Baswedan, Sandiaga Uno: Beri Kesempatan Beliau untuk Bekerja
Virus yang menyerang saluran pernafasan biasanya bersifat musiman.
Virus yang menyerang saluran pernapasan dapat menyebar dengan lebih mudah pada musim dingin.
Sebab, suhu udara yang rendah membuat lapisan mirip gel yang mengelilingi partikel virus jadi lebih keras.
Lapisan tersebut menjadi semacam cangkang pelindung yang lebih kuat dan memungkinkan virus bertahan cukup lama untuk menular antar-manusia.
Virus flu, khususnya, "bisa bertahan lebih baik pada suhu dingin dan kering," kata Amanda Sinek, ahli epidemiologi di University of Wisconsin di Milwaukee.
• Viral Kisah Mitra Go-Massage Diminta Pelanggan Beri Layanan Plus-plus, Apa Kata Gojek?
• Setelah Bertemu Donald Trump, Sekretaris Presiden Brazil Dikabarkan Positif Terinfeksi Virus Corona
• Selain COVID-19, Ini 5 Wabah Penyakit yang Dinyatakan sebagai Pandemi oleh WHO
Namun, tentu saja, belahan Bumi utara dan selatan tidak mengalami musim yang sama pada saat yang sama.
Jadi, begitu China dan Amerika Serikat mengalami cuaca yang lebih hangat, negara-negara di Amerika Selatan dan wilayah Oseania akan memasuki musim dingin.
Ditambah lagi, ada beberapa negara yang sama sekali tidak mengalami perubahan musim yang dramatis.
Jadi, "flu masih bisa bersirkulasi di sana sepanjang tahun," kata Amesh Adalja, seorang pakar penyakit menular di Johns Hopkins Center for Health Security.
Masih banyak yang harus dipelajari tentang bagaimana sifat virus corona jenis baru di belahan bumi utara pada musim panas nanti.
"Kami baru tahu tentang virus ini selama delapan minggu atau lebih - mulai akhir Desember 2019, dan sekarang memasuki bulan Maret 2020," kata van Kerkhove.
"Jadi, kami masih belum tahu banyak tentang apa yang akan dilakukan virus ini selama satu musim," lanjutnya.
(TribunPalu.com/Rizki A.)