Laode Nilai Jokowi Lawan Putusan MA Soal BPJS: Ini Bukan Negara Lagi Hukum tapi Negara Kekuasaan
Mantan Komisioner KPK Laode M Syarief kritik langkah Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
TRIBUNPALU.COM - Keputusan Presiden Joko Widodo untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan rupanya menuai banyak kritikan pedas dari sejumlah pihak.
Salah satunya dari Mantan Komisioner KPK Laode M Syarief.
Ia tampaknya miris dengan keputusan Jokowi tersebut.
Sebab, Jokowi dinilai telah melawan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran BPJS sebelumnya.
Sebab, pemerintah sudah berani melawan putusan MA.
• Pemerintah Sebut Libatkan Ahli Independen dalam Putuskan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
• Anggota DPR Fraksi Gerindra Desak Joko Widodo Mengkaji Ulang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Hal tersebut disampaikan oleh Laode M Syarief di akun Twitternya, Kamis (14/5/2020).
Laode M Syarief juga memention akun Twitter Mahfud MD dalam menyampaikan kritiknya itu.
Hal itu disampaikan Laode M Syarief sambil memposting berita di Kompas.com dengan judul “Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Jokowi Dinilai Berselancar Lawan Putusan MA”.
Seperti diketahui, Jokoei mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Pada Perpres tersebut, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
• Iuran BPJS Kesehatan Kembali Naik: MA Tak akan Campur Tangan, Ada Konsekuensi Presiden Dimakzulkan
• Fadli Zon Minta Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan: Rakyat sudah Jatuh, Tertimpa Tangga, Dilindas Mobil
Padahal, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan perpres terkait kenaikan iuran BPJS.
Hal itu membuat Laode M Syarief menuding negara ini bukan lagi negara hukum, tapi negara kekuasaan.
“KETIKA KITA SUDAH BERANI MELAWAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG,
Kita Bukan Negara Hukum Lagi tapi Negara Kekuasaan.
@mohmahfudmd @zainalamochtar @na_dirs,” tulisnya.
Jokowi Lawan Putusan MA
Dilansir Kompas.com, Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay menyesalkan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Pasalnya, dalam perpres tersebut pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Padahal, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan perpres terkait kenaikan iuran BPJS.
"Pemerintah terkesan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Perpres 75/2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, warga masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan," kata Saleh dalam keterangan tertulis, Rabu (13/5/2020).
Saleh menduga, pemerintah sengaja menaikkan iuran BPJS Kesehatan itu pada per 1 Juli 2020 sehingga dapat melaksanakan putusan MA dalam waktu tiga bulan yaitu April, Mei, Juni.
Setelah itu, pemerintah akan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
"Saya menduga pemerintah akan berselancar. Putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. Mengeluarkan perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA," ujarnya.
Saleh menilai, pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 ini.
"Masyarakat di mana-mana lagi kesulitan. Dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk membayar iuran tersebut," ucapnya.
Lebih lanjut, Saleh merasa khawatir, banyak masyarakat tidak bisa membayar iuran BPJS Kesehatan sehingga akses layanan kesehatan menjadi terhambat.
Oleh karenanya, ia meyakini, perpres tersebut akan mendapat perlawanan dari masyarakat dengan kembali menggugat ke Mahkamah Agung.
"Berkaca pada gugatan sebelumnya, potensi mereka menang sangat tinggi. Semestinya, hal ini juga sudah dipikirkan oleh pemerintah," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Berikut rinciannya:
- Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
- Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
- Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Pada akhir tahun lalu, Jokowi juga sempat menaikkan tarif iuran BPJS kesehatan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, Mahkamah Agung membatalkan kenaikan tersebut.
Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Jokowi Dinilai Lawan Putusan MA Soal BPJS, Laode: Ini Bukan Negara Hukum Lagi tapi Negara Kekuasaan,