Wawancara Eksklusif dengan Novel Baswedan: Pelaku Sebenarnya Pasti Gemetaran karena Saya Tidak Takut

Bagaimana Novel Baswedan melihat proses hukum kasus penyiraman air keras terhadap dirinya?

Tribunnews/Herudin
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Majelis Hakim menghadirkan Novel Baswedan sebagai saksi utama dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. 

Apakah memang JPU tidak yakin mereka pelakunya? Atau memang seperti apa, saya tidak mengerti. Itu merupakan hal yang keterlaluan dan tidak masuk akal.

Apa yang saya alami masuk kategori penganiayaan berat, berencana, akibatnya luka berat, dan yang diserang adalah aparatur.

Kalau terjadi terhadap orang lain, saya pun akan marah. Tapi memang saya sudah dari awal mempersiapkan diri untuk sabar, bersikap tenang. Kalau saya punya harapan terlalu tinggi, saya khawatir jadi emosional dan putus asa.

Tapi kondisi itu bukan hanya terkait dengan diri saya. Ini menghina bangsa. Melukai rasa keadilan publik dan ini keterlaluan sekali.

JPU dalam tuntutannya menyebutkan para terdakwa menyesali perbuatannya, telah meminta maaf kepada Anda dan keluarga, dan tidak sengaja menyiram air keras ke mata Anda. Bagaimana komentar Anda?

Yang pertama soal faktanya dulu. Katanya minta maaf, tapi faktanya belum pernah tuh. Jadi fakta itu tidak benar.

(Minta maaf) kepada saya tidak pernah, kepada keluarga saya juga tidak pernah. Kalau saya masih hidup (minta maaf) mestinya sama saya dong. Kalau saya sudah meninggal baru (minta maaf) sama keluarga.

Terus yang kedua dibilang menyesali, masak iya? Kita lihat di persidangan dia teriak-teriak, memaki-maki. Masak itu menyesali? Definisi menyesali ini mesti dipelajari lagi. Begitu juga dengan pertimbangan
(terdakwa) dinas di kepolisian.

Harusnya itu jadi pemberatan. Sebagai aparat seharusnya mengayomi masyarat dan aparat yang lain, ini justru malah menyerang.

Mestinya bukan jadi hal yang meringankan, tapi memberatkan. Aneh ya, kok dibalik-balik.

Menganggur di Tengah Pandemi Covid-19, Pria di Gresik Tega Jual Istri Seharga Rp300 Ribu via Twitter

Cuma Sebulan Pacaran, Angelica Simperler Resmi Menikah dengan Rico Hidros Daeng, Intip Foto-fotonya

Menkes Terawan Keluarkan Protokol Kesehatan di Tempat Umum untuk Cegah Penularan COVID-19

Manakala putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat ternyata senada dengan tuntutan jaksa, apa yang akan Anda lakukan?

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sebagai korban saya tidak bisa apa-apa. Sistem peradilan pidana di Indonesia, kepentingan saya sebagai
korban diwakili oleh JPU.

Apakah saya bisa banding? Tidak bisa. Apakah saya bisa protes melalui mekanisme formal? Tidak bisa. Saya hanya bisa diam.

Apakah Anda ada rencana mengirim surat kepada Jaksa Agung atau Presiden Joko Widodo terkait
proses hukum yang janggal ini?

Kalaupun saya melakukannya, apa faedahnya? Bukankah terjadinya kejanggalan yang vulgar dan terang-terangan itu selau kami sampaikan melalui protes terbuka.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved