Saran Akademisi untuk Pemerintah Terkait Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Ketahanan Pangan

Wabah Covid-19 telah dikhawatirkan akan mengganggu ketersediaan dan pasokan pangan di kalangan masyarakat Indonesia.

TRIBUNPALU.COM/Muhakir Tamrin
ILUSTRASI - Petani memanen sayuran di ladang Jalan Anggur, Kelurahan Boyaoge, Kecamatan Tatanga, Jumat (16/8/2019). 

Dampak besar pandemi dirasakan oleh petani kecil yang memiliki akses pasar terbatas karena petani hanya bisa menjual hasil pertaniannya dengan harga murah di pasar lokal.

Hal ini berdampak pada sulitnya petani membeli bibit dan memperbaharui tanaman mereka.

Rayyane menyebut, masyarakat dapat membantu menjaga keseimbangan permintaan dan suplai bahan pangan dengan tidak melakukan panic buying. Terutama untuk bahan-bahan pangan dengan umur simpan yang pendek (perishable). 

Tips Menghilangkan Bau Prengus Daging Kambing untuk Sajian Idul Adha, Catat 9 Cara Ini

Tanggapi Serapan Anggaran Covid-19 yang Rendah, PKS: Presiden Mesti Lihat Akar Masalahnya

Mengira Camat di Samarinda Tukang Sapu hingga Suruh Bersihkan Sampah, Pimpinan Kantor Minta Maaf

Mengingat umur simpan yang pendek, menimbun bahan-bahan pangan tersebut terlalu lama justru akan membawa dampak lain bagi lingkungan, yaitu meningkatnya limbah dari makanan yang tidak dapat dikonsumsi karena sudah lewat umur simpannya.

“Sinergi di antara masyarakat pun menjadi sangat krusial dalam masa pandemi ini. Banyaknya kegiatan-kegiatan sosial yang diinisiasi masyarakat untuk memberikan bantuan bahan pangan untuk masyarakat lain yang membutuhkan dapat sangat membantu terjaganya keseimbangan sistem permintaan dan suplai ketahanan pangan,” ujarnya.

Selain itu, mengikuti anjuran dari FAO dalam rangka menciptakan kestabilan harga pangan dan perwujudan pangan berkelanjutan, masyarakat juga bisa memprioritaskan membeli bahan pangan pada petani atau produsen kecil secara langsung.

Dibandingkan langsung pada distributor yang sering meraup banyak keuntungan yang menyebabkan petani kecil merugi. 

“Pada akhirnya, kerja sama di setiap tingkatan sosial untuk menjaga sistem ketahanan pangan adalah kunci untuk melewati Covid-19,” tambah Rayyane. 

Untuk menjaga ketahanan pangan di masa pandemi ini, Widya Indriani, Dosen Food Science and Nutrition i3L mengungkapkan, masyarakat perlu memahami terlebih dahulu definisi ketahanan pangan

Berdasarkan World Food Summit (1996), ketahanan pangan terjadi saat semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi makanan yang aman dan bergizi dengan cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif. 

Hal ini dapat diidentifikasi dari empat indikator, yaitu ketersediaan pangan secara fisik, akses secara ekonomi dan fisik untuk mendapatkan bahan pangan, pemanfaatan bahan pangan, dan stabilitas dari ketiga indikator tersebut.

“Jika dilihat dari indikator tersebut, untuk menjaga ketahanan pangan, tidak cukup jika hanya menitikberatkan pada masyarakat atau pemerintah. Perlu ada sinergi dan usaha mulai dari tingkat individu, rumah tangga, masyarakat, sektor privat (perusahaan), dan pemerintahan sebagai pemangku kebijakan,” ungkap Widya.

Dalam menjaga ketahanan pangan, Indonesia perlu belajar dengan Selandia Baru.

Salah satu kunci kesuksesan ketahanan pangan Selandia Baru adalah perhatian besar pemerintahnya terhadap sistem pertanian, terutama untuk komoditas lokal. 

Dalam hal ini, Indonesia dapat mengadopsi sistem tersebut dengan memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi pangan serta memanfaatkan dana desa melalui program padat karya, juga menggencarkan gerakan beli hasil pangan petani lokal.

Halaman
123
Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved