Ramai Politik Dinasti dan Politik Uang Jelang Pilkada 2020, Bagaimana Komentar Mahfud MD?

Menko Polhukam Mahfud MD turut menanggapi soal ramainya politik uang dan politik dinasti menjelang Pilkada Serentak 2020.

Kompas.com/Kristanto Poernomo
Mahfud MD 

"Kalau kita lihat sekarang, tidak ada koalisi parpol yang linier dari pusat ke daerah."

"Misalnya PAN dengan PKS itu di atas tidak cocok, di daerah tertentu bergabung."

"Demokrat dengan PAN di pusat tidak cocok, di bawah bergabung. PDI-P dengan PKS di daerah tertentu bergabung," kata Mahfud.

"Itu bagus, jadi tidak ada satu koalisi atau oposisi permanen, terutama tidak ada lagi pengelompokan ideologis, ini Islam, sekuler, atau nasionalis," tuturnya.

Cuitan Shani JKT48 Jadi Viral di Twitter, Cara Unik Sang Adik Minta Sedekah Bulanan

Massa aksi yang tergabung dalam Aktivis Gerakan Mahasiswa Tahun 1977/1978 (Gema 77-78) delegasi dari Bandung, Bogor dan Jakarta bersama dengan Casablanca Working Group saat melakukan Gerakan Anti Politik Uang di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (4/1/2019). Pada aksi tersebut Gema 77-78 menuntut untuk tidak adanya Politik Uang. (Tribunnews/Jeprima)
Massa aksi yang tergabung dalam Aktivis Gerakan Mahasiswa Tahun 1977/1978 (Gema 77-78) delegasi dari Bandung, Bogor dan Jakarta bersama dengan Casablanca Working Group saat melakukan Gerakan Anti Politik Uang di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (4/1/2019). Pada aksi tersebut Gema 77-78 menuntut untuk tidak adanya Politik Uang. (Tribunnews/Jeprima) (Tribunnews/JEPRIMA)

Soal Politik Dinasti?

Sementara itu, terkait dengan ramainya politik dinasti menjelang Pilkada 2020, Mahfud mewajarkan.

Sebab, tidak ada hukum yang mengatur seorang kerabat pejabat publik tidak boleh maju diri sebagai calon kepala daerah.

Mahfud mengatakan, praktik nepotisme atau kekerabatan memang tidak bisa dihindari.

Termasuk dalam gelaran Pilkada 2020 yang akan digelar pada 9 Desember mendatang.

"Mungkin kita sebagian besar tidak suka dengan nepotisme."

"Tetapi harus kita katakan, tidak ada jalan hukum atau jalan konstitusi yang bisa menghalangi orang itu mencalonkan diri berdasarkan nepotisme atau sistem kekeluargaan sekalipun," kata Mahfud MD.

Apakah Penangkapan Reza Artamevia Ada Kaitannya dengan Kasus Gatot Brajamusti Tahun 2016 Lalu?

Ditangkap atas Kasus Penyalahgunaan Narkoba, Reza Artamevia: Semoga Tidak Dicontoh oleh Siapa Pun

Pilkada Serentak 2020: Kemendagri Dukung Sikap Tegas KPU dan Bawaslu untuk Hentikan Kerumunan Massa

Dari kiri - kanan: Budi Sabarudin (Moderator), Ito Prajna (Pengajar STF Driyarkara, Jakarta), Antasari Azhar, Ananta Wahana (Pengasuh Pondok Kebangsaan Tumaritis, Tangerang) dan Gus Imron (Sekjen DPP Ikatan Pesantren Indonesia) dalam diskusi
Dari kiri - kanan: Budi Sabarudin (Moderator), Ito Prajna (Pengajar STF Driyarkara, Jakarta), Antasari Azhar, Ananta Wahana (Pengasuh Pondok Kebangsaan Tumaritis, Tangerang) dan Gus Imron (Sekjen DPP Ikatan Pesantren Indonesia) dalam diskusi "Politik Dinasti", di Tangerang, Sabtu (11/2/2017). (ISTIMEWA)

Bahkan, lanjut Mahfud, hal ini berlaku di seluruh dunia.

Menurutnya di negara lain pun, tidak ada yang mengatur larangan praktik kekerabatan dalam politik.

Adapun ia menjelaskan, praktik politik kekerabatan ini tidak melulu bertujuan buruk.

"Dulu di suatu kabupaten di Bangkalang, pernah orang berteriak, 'saya mau mencalonkan diri karena kakak saya memerintahnya tidak baik."

"Karena itu jangan dituduh saya nepotis, tapi karena kakak saya tidak baik'," tutur Mahfud.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved