Wawancara Eksklusif dengan Achmad Yurianto: ''Tanpa Kesehatan Segala-galanya Tidak Ada Gunanya''
Wawancara dengan Achmad Yurianto membahas berbagai hal mengenai pandemi Covid-19, protokol kesehatan, vaksin atau obat, hingga peran pejabat publik.
TRIBUNPALU.COM - Nama Achmad Yurianto semakin dikenal publik seiring merebaknya wabah virus corona Covid-19 di Indonesia.
Selama beberapa bulan, Achmad Yurianto memegang posisi sebagai juru bicara Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Setelah tak lagi memegang posisi tersebut, Achmad Yurianto kembali fokus di Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kementerian Kesehatan RI.
Tribun Network mendapat kesempatan untuk mewawancarai Achmad Yurianto dan membahas berbagai hal mengenai pandemi Covid-19, protokol kesehatan, vaksin atau obat, hingga peran pejabat publik.
Bagaimana kemungkinan seorang yang melaksanakan perjalanan transportasi udara kemungkinan tertular.
"Yang pertama kita lihat dulu di pesawat, kita tanya dengan teknisi pesawat, mungkin tidak sepanjang mereka menjalankan protokol, tidak buka masker, tidak ngobrol, tidak mengabaikan jarak," ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kemenkes Achmad Yurianto saat diwawancarai khusus dengan Tribun Network, Jumat (11/9/2020).
"Maka, filter yang ada di pesawat itu sebenarnya mampu untuk menahan semaksimalkan mungkin," kata dia.

Akhirnya peluang itu kita beri skor agak rendah.Kemudian kita perhatikan di proses sebelum naik pesawat dan proses dia turun pesawat kalau saya mau pergi dari Bogor saya naik bus dulu, sesama banyak orang, setelah itu ngumpul di sana karena terlalu pagi, ngobrol dulu di kantin, di warung, baru naik pesawat.
Artinya pada ruang untuk proses ke bandara, proses untuk boarding, itu memiliki peluang tertularnya lebih besar lagi dibanding dengan di pesawat skornya.Kemudian kita perhatikan begitu turun dari pesawat, ngambil barang, nunggu, rebutan ambil bagasi, ini juga menjadi sesuatu yang memiliki skor lebih tinggi dibanding di dalam pesawat itu sendiri.
Belum lagi, keluar naik kendaraan umum dan sebagainya. Artinya kita melihat ini harus secara keseluruhan. Tidak bisa kemudian hanya berbicara pada satu segmen yaitu pesawatnya saja.
Artinya mengamankan itu harus dari hulu sampai hilir.
Nah kajian ini masih terus kita lakukan. Berbicara dengan maskapai penerbangan. Artinya tanggungjawab mereka itu tidak hanya di dalam pesawat, bagaimana mulai di luar pesawat, nanti mau check in gimana.
Rapid test terkait perjalanan kita sebenarnya mengatakan lebih baik protokol kesehatannya dijalankan, dibanding rapid-nya. Tetapi untuk tindakan medis di rumah sakit, seharusnya dilakukan dengan barang yang sudah teregisterasi, yang kualitasnya bisa dipertanggungjawabkan.
• Pelaku Penusukan Syekh Ali Jaber akan Jalani Tes Kejiwaan seusai Dinyatakan Negatif Narkoba
• Pelaku Penusukan Syekh Ali Jaber Disebut Gangguan Jiwa, Psikolog Forensik: Tipe Pemaafan Hukum?
Rapid test merah putih, sepengetahuan Anda seberapa jauh produksi dan distribusinya?
Sekarang ini nasionalisme kita muncul. Pokoknya buatan Indonesia, merah putih. Rapid test merah putih, reagen merah putih, vaksin merah putih, semuanya merah putih.Silakan, karena kita harus melakukan itu dan kita bangga.
Tetapi kembali lagi, satu harus kualitasnya terjamin. Quality Control itu harus terjamin. Salah satu produk dari Mataram, inovasi yang teman-teman UGM dan UNAIR.
Kualitasnya bagus, yang jadi masalah kuantitasnya tidak banyak. Saya pesan 100 ribu saja, tiga bulan baru selesai. Ini kan jadi repot. Memang ada yang bisa dalam waktu seminggu 1,5 juta ada tapi kualitasnya jelek.Ini salah satu kelemahan kita. Seperti ventilator merah putih itu kan bagus.