Pandemi Covid-19, MUI Minta Pilkada 2020 Ditunda: Tak Ada Jaminan Protokol Kesehatan yang Ketat

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi, menanggapi sikap pemerintah dan DPR yang bersikukuh menggelar Pilkada 2020.

KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Muhyiddin Junaidi usai konferensi pers di Gedung MUI, Selasa (3/3/2020). 

TRIBUNPALU.COM - Di tengah pandemi virus corona Covid-19 dengan angka kasus yang terus meningkat, pemerintah RI memutuskan untuk tetap menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Langkah untuk tetap menggelar Pilkada 2020 menuai banyak kritikan, sebab perhelatan ini berpotensi meningkatkan risiko penularan Covid-19.

Sejumlah pihak pun menanggapi sikap pemerintah dan DPR yang bersikukuh menggelar Pilkada 2020.

Satu di antaranya adalah Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi.

Menurut Muhyiddin, pihak MUI sepakat dengan PBNU dan Muhammadiyah yang konsisten meminta pemerintah menunda pelaksanaan Pilkada 2020.

"Alasan yang pertama adalah kurva pandemi Covid-19 yang masih cukup tinggi. Lalu kedua tidak ada jaminan bahwa pada saat kampanye itu mereka bisa mengikuti protokol kesehatan yang ketat," kata Muhyiddin kepada Tribunnews.com, Selasa (22/9/2020).

Selain itu, Muhyiddin menilai berkumpulnya banyak orang di satu tempat berpotensi menimbulkan masalah.

Muhyiddin mengatakan MUI mendasari sikapnya bahwa penyelamatan jiwa jauh lebih diutamakan daripada aspek lainnya.

Jusuf Kalla Ungkap Perbedaan Kepemimpinan SBY dan Jokowi: Ada yang Seminggu Rapat Lima Kali

Beredar Wacana Perubahan Definisi Kematian akibat Covid-19, Satgas: Masih Merujuk pada WHO

Sebut Banyak Masyarakat yang Merasa Tak akan Tertular Covid-19, Doni Monardo: Covid-19 Itu Nyata

Muhyiddin mengaku mengerti bahwa pelaksanaan Pilkada merupakan pemenuhan hak konstitusi rakyat.

Namun menurutnya, pemenuhan hak konstitusi harus sesuai dengan keselamatan jiwa orang banyak.

"Kita mengerti itu hak konstitusi, tapi apakah kita demi melaksanakan hak konstitusi nanti ribuan orang mati. Itu kan juga sebuah dilema, sementara menggunakan hak pilihnya itu adalah bukan sebuah kewajiban, itu hak kita ya," ucap Muhyiddin.

"Apakah kita membiarkan nanti ribuan orang akan meninggal hanya gara-gara kita menyelenggarakan Pemilukada. Kita sadar bahwa memilih adalah hak setiap individu warga negara Indonesia jadi bukan kewajiban," tambah Muhyiddin.

Menurutnya, mengadakan Pilkada dalam kondisi pandemi Covid-19 ini sangat berbahaya. Dirinya meminta pemerintah mendengarkan aspirasi dari MUI, PBNU, dan Muhammadiyah.

Gerakan ini, menurur Muhyiddin adalah murni untuk mementingkan jiwa bangsa Indonesia.

"Kita betul-betul harus bersama-sama pikirkan nasib bangsa dan negara kalau MUI, Muhammadiyah, dan NU sudah menyampaikan sikapnya. Tolong-lah didengar. Kita tidak mau apa-apa kecuali untuk menyelamatkan bangsa. Tidak ada kepentingan individu dan kelompok," pungkas Muhyiddin.

PBNU dan PP Muhammadiyah Minta Pilkada 2020 Ditunda, DPR RI Keukeuh Pilkada Digelar Sesuai Jadwal

Fadli Zon Desak Pemerintah untuk Tunda Pilkada 2020: Pilihan Terbaik Bagi Keselamatan Bersama

Meski Kasus Covid-19 Terus Bertambah, Istana Tegaskan Pilkada 2020 Tak Ditunda

Desakan untuk Tunda Pilkada 2020 Karena Pandemi Covid-19 Belum Reda Makin Menguat, Ini Respon KPU

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved