Novel Baswedan Jadi Saksi di Sidang Gugatan UU KPK, Sebut Ada Potensi Barang Bukti Hilang

Rentang waktu yang panjang saat menunggu izin Dewan Pengawas KPK untuk menyita barbuk, kata dia membuat potensi barang bukti hilang jadi terbuka lebar

Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com
Penyidik KPK Novel Baswedan 

TRIBUNPALU.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji formil dan materiil Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK alias UU KPK terbaru, dengan perkara nomor 70/PUU-XVII/2019, pada Rabu (23/9/2020).

Sidang digelar secara daring, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Pemohon.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan yang bertindak sebagai saksi Pemohon mengatakan, aturan UU 19/2019 terkait penyitaan menyebut penyidik KPK tidak bisa menyita barang atau alat bukti yang ditemukan dalam proses penyidikan tanpa seizin Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Ketika penyidik menemukan barang bukti, maka penyidik hanya bisa mencatat jenis barang tersebut.

Selanjutnya, penyidik harus meminta izin Dewas KPK.

Sementara, izin Dewas setidaknya keluar satu hingga dua hari setelah pengajuan.

Penyitaan baru bisa dilakukan setelah izin diberikan.

Setelah Jalani Isolasi Mandiri Selama 11 Hari, Novel Baswedan dan Keluarga Sembuh dari Covid-19

Novel Baswedan, Istri, dan Empat Anaknya Positif Terinfeksi Covid-19

Empat Anak Novel Baswedan Positif Covid-19, Hasil Tes Swab sang Istri Belum Diketahui

"Contoh, terkait alat komunikasi chatting yang harus direspons segera. Tapi karena perizinan, maka penyidik hanya bisa mencatat lebih dulu barangnya apa. Bila orang yang mempunyai atau menguasai barang, tidak mau memberikan barang itu, maka penyidik setelah mencatat, mengajukan izin ke dewan pengawas dan besoknya atau lusa baru bisa melakukan penyitaan," kata Novel di hadapan Majelis Hakim Konstitusi.

Rentang waktu yang panjang tersebut, kata dia membuat potensi barang bukti hilang jadi terbuka lebar.

Ditambah tidak ada yang bisa menjamin barang atau alat bukti tersebut tetap ada saat hari penyitaan.

Pihak pemilik barang juga tidak bisa dijatuhi pidana jika menghilangkan barang tersebut.

Lantaran barang tersebut belum berstatus sebagai barang atau alat bukti.

Sehingga menghilangkan, merusak atau melenyapkan barang itu selagi penyidik KPK menunggu izin Dewas, tidak punya konsekuensi pidana.

"Tidak ada yang bisa menjamin barang atau buktinya tetap utuh tetap ada. Dan orang ini kalau menghilangkan bukti atau alat bukti, tidak bisa berkolerasi pidana karena barangnya belum menjadi barang bukti. Berbeda ketika orang merusak barang bukti ada konsekuensi pidana. Hal ini yang menjadi permasalahan," jelas dia.

Kewajiban mengantongi izin Dewas dalam setiap kegiatan penyidik juga disebut tidak efektif dan efisien.

Sebab ketika proses penyitaan dilakukan di luar daerah, maka mengharuskan penyidik bolak-balik demi mengajukan izin kepada Dewas KPK.

Ketentuan dalam UU KPK hasil revisi berbeda dengan UU KPK lama yakni UU Nomor 30 Tahun 2002.

Dalam UU KPK sebelum revisi, penyidik bisa menyita barang bukti tanpa izin.

Penyitaan juga bisa dilakukan dengan izin pengadilan atau perizinan bisa dilakukan menyusul setelah barang disita terlebih dahulu.

"Dalam UU sebelumnya, KPK bisa menyita tanpa izin. Sedangkan dalam KUHP, diatur yang berlaku umum bisa dilakukan dengan izin pengadilan ataupun tanpa izin setelah itu minta persetujuan," pungkas Novel.

Jaksa Fredrik Adhar Syaripuddin Meninggal Dunia, Novel Baswedan Sampaikan Duka Cita

Novel Baswedan: Indonesia Benar-benar Berbahaya bagi Orang yang Memberantas Korupsi

Wawancara Eksklusif dengan Novel Baswedan: Pelaku Sebenarnya Pasti Gemetaran karena Saya Tidak Takut

Potensi Kebocoran Kasus Jadi Lebih Tinggi

Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebut Undang-Undang Nomor 19/2019 tentang KPK membuat potensi kebocoran kasus jadi lebih tinggi.

Hal itu terjadi lantaran adanya penambahan birokrasi dalam UU KPK hasil revisi.

Penambahan birokrasi yang dimaksud yakni pada kewajiban meminta izin kepada Dewan Pengawas KPK jika penyidik mau melakukan penyadapan, penggeledahan maupun saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Apalagi izin Dewas, kata dia, umumnya baru terbit satu hingga dua hari kemudian.

Hal itu disampaikan Novel kepada Majelis Konstitusi dalam sidang uji formil dan materiil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, untuk perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 pada Rabu (23/9/2020).

"Proses yang terlalu panjang akan menghambat kecepatan KPK merespons cepat dan kedap. Kata - kata kedap ini kaitannya dengan kebocoran. Keberhasilan tindakan tentu ketika KPK melakukan dengan proses tidak bocor, karena proses yang bocor membuat keadaan berubah. Orang yang akan ditangkap atau alat bukti akan menjadi hilang," kata Novel dalam sidang.

Padahal, kata Novel, dalam UU KPK yang lama dengan proses tanpa perizinan saja sudah terjadi kebocoran informasi. Dalam UU KPK hasil revisi, birokrasi terkait hal itu justru ditambahkan lagi. Sehingga berdampak pada risiko kebocoran yang makin tinggi pula.

"Proses yang panjang berpotensi kebocoran menjadi lebih tinggi. Padahal birokrasi yang tidak terlalu panjang pun sudah terjadi, apalagi jika menambah birokrasi. Risiko kebocoran menjadi semakin tinggi," tuturnya.

Menurutnya kebocoran yang terpublikasi bukan saja bisa menggagalkan sebuah operasi, tapi juga mengancam keselamatan petugas di lapangan.

Ia menyebut ada beberapa kejadian yang menimpa pegawai KPK saat mau mengamati terduga korupsi. Saat tiba di sebuah tempat, mereka justru ditunggu dan diserang oleh pihak yang menjadi target pengamatan.

"Kebocoran bukan sekedar gagalnya operasi, tapi keselamatan petugas di lapangan. Karena ada beberapa kejadian, itu pegawai KPK di lapangan justru ditunggu oleh pihak yang akan dilakukan pengamatan dan beberapa telah diserang. Risiko ini terjadi nyata," tuturnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Saksi Sidang Gugatan UU KPK Baru, Novel Baswedan Ungkap Potensi Tinggi Hilangnya Bukti Korupsi

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bersaksi di Sidang Gugatan UU KPK, Novel: Birokrasi Panjang Bikin Potensi Kebocoran Lebih Tinggi
Penulis: Danang Triatmojo

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved