Jadi Saksi di Sidang Gugatan UU No.19 Tahun 2019 tentang KPK, Novel Baswedan Ungkap Harapannya
Seusai menghadiri sidang gugatan UU KPK terbaru sebagai saksi, pria kelahiran Semarang, 22 Juni 1947 tersebut mengungkapkan harapannya.
TRIBUNPALU.COM - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjadi saksi di sidang uji formil dan materiil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK alias UU KPK terbaru.
Sidang digelar secara daring atau online oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan perkara nomor 70/PUU-XVII/2019, pada Rabu (23/9/2020) lalu.
Agenda sidang itu adalah mendengarkan keterangan saksi pemohon.
Seusai menghadiri sidang gugatan UU KPK terbaru sebagai saksi, pria kelahiran Semarang, 22 Juni 1947 tersebut mengungkapkan harapannya.
Hal itu diketahui dari sebuah utas cuitan yang diunggah di akun Twitter pribadinya, @nazaqistsha pada Kamis (24/9/2020) kemarin.
Dalam utas cuitannya, Novel menyebut keterangannya sebagai saksi pada judicial review (JR) UU KPK adalah wujud keinginannya agar lembaga anti-rasuah ini kembali dikuatkan.
Hal ini bertujuan agar KPK dapat memberantas korupsi dengan optimal.
Menurut Novel Baswedan, KPK yang dilemahkan sendiri oleh pemerintah dengan adanya UU No. 19 Tahun 2019 adalah suatu ironi.

Kemudian, Novel Baswedan mengakui, KPK memang masih memiliki kekurangan.
Meskipun demikian, KPK telah memiliki banyak prestasi, dalam hal penindakan, pencegahan dan pendidikan.
Menurut Novel Baswedan, prestasi itu terwujud berkat independensi KPK.
• Tak Ingin Jerinx Kembali Terjerat Kasus Hukum, Nora: Saya Akan Ubah Dia Agar TIDAK Terlalu LOS
• Tak Hanya Febri Diansyah, Ada Belasan Pegawai Lain yang Juga Mundur dari KPK
• Wakil Ketua DPRD Kota Tegal Gelar Konser Dangdut: Tak Berizin, Ribuan Penonton Tak Pakai Masker
• Nekat Gelar Konser Dangdut di Tengah Pandemi Covid-19, Wakil Ketua DPRD Kota Tegal Diperiksa Polisi

Terkait UU No. 19 Tahun 2019, Novel menyebut undang-undang itu membuat proses penyelidikan lebih panjang.
Sebab, penyidik KPK harus menerima izin dari Dewan Pengawas KPK sebelum melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Aturan ini menyebabkan KPK kesulitan untuk mendeteksi kasus korupsi dengan cepat dan kedap.
Undang-undang tersebut juga membuat KPK menjadi lebih tidak berdaya jika dibandingkan penegak hukum lainnya.