Pro Kontra Seputar RUU Larangan Minuman Beralkohol, Kata KPAI hingga Asosiasi Distributor Minol
Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol juga menuai pro dan kontra dari berbagai pihak.
Hal tersebut menanggapi adanya pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol.
"Kalau boleh kami berikan gambaran, dalam beberapa kasus tindak pidana memang ada hal-hal yang dilatarbelakangi karena alkohol," kata Karo Penmas Humas Polri Brigjen Pol Awi Setyono dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (14/11/2020).
Berdasarkan data yang dihimpun Polri, ada 223 kasus tindak pidana yang dilatarbelakangi karena minuman keras. Mayoritasnya, kasus tindak pidana pemerkosaan.
"Data yang kami himpun dari Biro Opsnal, perkara pidana karena miras selama tiga tahun terakhir mulai tahun 2018 sampai 2020 sebanyak 223 kasus. Kasus ini biasanya misalnya kasus-kasus pemerkosaan, setelah diperiksa positif minum alkohol terkait dengan kejahatan," ungkapnya.
Namun demikian, pihak kepolisian enggan untuk menanggapi materi RUU Minol yang tengah dibahas oleh DPR RI.
"Terkait pembahasan RUU Minol tentunya saya tidak akan menanggapi itu karena itu ranahnya DPR," pungkasnya.
3. MUI dan Muhamadiyah Sepakat
Muhammadiyah dan MUI mendukung pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Sekretaris Muhammadiyah Abdul Muti mengatakan, UU minuman beralkohol sangat penting dan mendesak.
Ia memandang, konsumsi alkohol merupakan salah satu masalah yang berdampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas, dan keamanan.
Banyak tindak kejahatan, kecelakaan lalu lintas yang fatal, dan berbagai penyakit bermula dari konsumsi alkohol yang berlebihan, seperti yang diberitakan Tribunnews.com.
Menurutnya, UU minuman beralkohol minimal harus mengatur empat hal:
(a) kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan;
(b) batas usia minimal yang boleh mengkonsumsi;
(c) tempat konsumsi yang legal;