Pro Kontra Seputar RUU Larangan Minuman Beralkohol, Kata KPAI hingga Asosiasi Distributor Minol

Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol juga menuai pro dan kontra dari berbagai pihak.

Warta Kota
Ilustrasi minuman beralkohol. Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol juga menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. 

(d) tata niaga/distribusi yang terbatas.

"Undang-undang minuman beralkohol bukan merupakan usaha islamisasi. Banyak negara Barat yang mengatur sangat ketat konsumsi dan distribusi minuman beralkohol," kata dia kepada wartawan, Jumat (13/11/2020).

Sementara itu, Sekjen MUI Anwar Abbas secara terpisah juga mengungkapkan hal serupa.

Anwar mengatakan, minuman keras itu tidak baik, menurut agama maupun ilmu kesehatan.

Sehingga sudah menjadi tugas pemerintah untuk melindungi rakyatnya.

"Pemerintah juga sudah tahu bahwa minuman keras itu berbahaya bagi yang mengkonsumsinya maka pemerintah dan DPR ya jangan membuat peraturan yang akan membuat rakyatnya akan jatuh sakit dan atau akan terkena penyakit serta melanggar ajaran agamanya," ungkapnya di keterangan tertulis, Jumat (13/11/2020).

Ia berharap lebih jauh, agar pemerintah dalam membuat UU tentang miras ini jangan tunduk kepada keinginan pedagang dan membiarkan pengusaha mencari untung dengan merugikan dan merusak fisik serta jiwa dan agama orang lain yang mengonsumsinya, seperti halnya juga dengan narkoba.

"Untuk itu menghimbau Pemerintah dan para anggota DPR untuk berbuat baik dan yang terbaik bagi rakyatnya bukan sebaliknya karena dikutak kutik bagaimanapun yang namanya miras itu kesimpulannya adalah bahwa mafsadatnya jauh lebih besar dari maslahatnya. Baik ditinjau dari segi agama maupun dari segi ilmu terutama ilmu kesehatan," terang dia.

4. Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi NasDem: Jika Terlalu Ketat, Bisa Picu Pengoplosan.

Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi NasDem Ahmad Sahroni menyebut Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol pada saat ini belum diperlukan, karena dapat memunculkan pengoplosan minuman beralkohol. 

"Belajar dari pengalaman di berbagai negara, kalau minuman beralkohol terlalu ketat peraturannya dan akhirnya sangat sulit terjangkau, justru berpotensi menimbulkan munculnya pihak yang nakal melakukan pengoplosan alkohol ilegal atau bahkan meracik sendiri. Jadi harus betul-betul dipertimbangkan lagi,” ujar Sahroni, sebagaimana diberitakan Tribunnews.com, Jakarta, Jumat (13/11/2020).

Menurut Sahroni, pada saat ini yang terpenting yaitu penegakkan aturan minuman beralkohol yang sudah ada selama ini di masyarakat.

“Mau aturannya seperti apa, yang penting penegakannya di lapangan. Sekarang kita lihat, aturan soal larangan konsumsi alkohol di bawah 21 tahun saja belum benar-bener ditegakkan. Begitu juga larangan nyetir kalau mabuk,” paparnya. 

Oleh sebab itu, Sahroni menyebut, jangan sampai pengetatan aturan terkait konsumsi alkohol justru mendatangkan masalah lain, seperti menjamurnya minuman keras yang ilegal.

“Jangan sampai aturannya diperketat malah jadi makin banyak yang bandel, misalnya, malah ngoplos alkohol sendiri yang bisa berdampak kematian. Ini malah lebih bahaya,” ujar Sahroni.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved