Ketua Satgas Covid-19 IDI: Vaksin Covid-19 Uji Klinis Fase 3 Bisa Digunakan, Ini Syaratnya

Namun dalam penggunaannya, pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan, harus disertai dengan syarat-syarat tertentu.

Editor: Imam Saputro
Pexels.com/Nataliya Vaitkevich
ILUSTRASI vaksin Covid-19. 

TRIBUNPALU.COM - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban memastikan, vaksin yang masih dalam tahap uji klinis fase 3 bisa digunakan.

Namun dalam penggunaannya, pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan, harus disertai dengan syarat-syarat tertentu.

Syarat yang dimaksud yaitu perusahaan penyedia vaksin harus sudah memiliki interim report atau laporan yang diperlukan pada saat tertentu, tentang hasil uji klinis fase ketiga yang sudah dilakukan di sejumlah negara.

Setelahnya, lanjut Zubairi, penggunaan vaksin yang masih masuk tahap uji klinis fase ketiga tersebut harus mendapatkan izin darurat (emergency use authorization) dari lembaga yang berwenang di suatu negara.

Misalnya di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).

"Begitu BPOM mengeluarkan izin emergency use authorization tentu kita sambut baik. Dan Presiden sendiri sudah menyampaikan akan digratiskan bagi seluruh penduduk. Tentu kita dukung keputusan ini," kata Zubairi, Sabtu (19/12/2020).

"Sekali lagi, untuk aman dan efektif itu kewenangan ada di Badan POM. Jadi kami menunggu sekali keputusan dari Badan POM," sambungnya.

1,2 juta vaksin Covid-19 Sinovac tahap pertama telah tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta.

Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto mengatakan, 1,2 juta vaksin Covid-19 Sinovac tahap pertama yang telah tiba itu, masih menunggu izin penggunaan oleh BPOM.

"Pemerintah hanya akan menyediakan vaksin yang terbukti aman dan lolos uji klinik," kata Terawan pada keterangan pers yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (7/12/2020) lalu.

Berkaitan dengan izin penggunaan vaksin tersebut, Kepala BPOM Dr Ir Penny K Lukito MCP dalam konferensi pers terkait perkembangan uji klinik vaksin Covid-19, Kamis (19/11/2020) mengatakan bahwa izin edar atau Emergency Use Authorizathion (EUA) kemungkinan besar baru bisa dikeluarkan pada minggu ketiga atau keempat bulan Januari 2021 mendatang.

"Kerja sama bersama (berbagai pihak terkait) untuk menuju ekspektasi kita ke depan adalah pemberian EUA pada minggu ke-3 atau ke-4 bulan Januari (2021)," kata Penny.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik kebijakan penanganan Covid-19 pemerintah.

Ketua Umum YLKI Tulus Abadi menyatakan, kebijakan pemerintah terkait penangan Covid-19 khususnya pada periode libur Natal dan Tahun baru terkesan belum jelas.

Kebijakan yang masih naik turun ini, lanjut Tulus, membuat Indonesia menjadi negara dengan rating nomor satu di Asia Tenggara terkait banyaknya kasus Covid-19.

Tulus juga menyoroti kebijakan Rapid Test Antigen yang saat ini menjadi syarat untuk melakukan perjalanan menggunakan pesawat.

Menurutnya, dengan kebijakan ini berpotensi adanya antrean panjang di bandara karena Rapid Test Antigen ini.

"Selain itu, kebijakan tersebut juga merugikan berbagai pihak mulai dari masyarakat dan juga swasta. Saat ini banyak yang melakukan refund tiket, dan itu menjadi masalah besar bagi para pebisnis swasta," kata Tulus kemarin.

Ia juga menjelaskan, para pelaku bisnis travel hingga hotel terdampak kebijakan tersebut akibat masyarakat yang membatalkan perjalanannya.

"Sekitar Rp 300 miliar total refund yang harus dikembalikan kepada pembeli tiket, dan ini menimbulkan masalah baru," ucap Tulus.

Pada dasarnya, lanjut Tulus, protokol kesehatan di bandara dan pesawat sudah bagus dan bahkan di SCP sudah dipasangi sinar UV untuk membunuh bakteri serta virus pada barang bawaan penumpang.

Selain itu dengan teknologi di dalam pesawat juga menjamin para penumpang dalam keadaan sehat. Ditambah lagi adanya pembatasan penumpang, sehingga kontak dengan orang lain pun terhindarkan.

Satgas Penanganan Covid-19: Perubahan Perilaku adalah Vaksin Terbaik Saat ini Hadapi Covid-19

Perubahan perilaku berupa 3 M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan adalah ujung tombak terbaik dalam melawan Covid-19 saat ini.

"Penanganan Covid-19 tidak dapat hanya bergantung pada upaya kesehatan yaitu vaksinasi dan pengobatan, penangan harus dimulai dari masyarakat, perubahan perilaku masyarakat adalah vaksin terbaik saat ini," kata Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi dalam Webinar Cerdas dan Kreatif dengan Ubah Laku yang diselenggarakan Harian Pagi Surya, Selasa (10/11/2020) malam.

Masyarakat diharapkan melakukan pencegahan di hulu dengan perubaan perilaku hidup sehat agar bisa memutus rantai penularannya.

“ Strategi dari darurat kesehatan menjadi ke ketahanan kesehatan masyakarat, sehingga tidak memberikan beban tambahan ke tenaga kesehatan, “ ujarnya.

Untuk dapat menerapkan protokol kesehatan dalam penanganan Covid-19, warga Indonesia bisa belajar dari negara-negara di Asia yang telah berhasil keluar dari pandemi.

Baca juga: BNPB Harapkan Pemprov Sulteng Tegas Terapkan Zona Merah Kawasan Rawan Bencana

Ia menyebut keberhasilan beberapa negara mengakhiri pandemi, di antaranya Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong hingga China, dikarenakan kedisiplinan menerapkan protokol kesehatansaat pandemi.

"Karena mereka punya kebiasaan untuk memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan serta mencuci tangan pakai sabun, ketika mereka sedang berada di dalam situasi pandemi," jelas dia.

Negara-negara itu, kata dia, sudah terbukti berdasarkan data dan fakta mampu menerapkan perubahan perilaku, beradaptasi dengan kondisi, mencegah pandemi, sehingga mampu mengakhiri pandemi lebih awal.

Oleh sebab itu, ia meminta masyarakat agar berjuang bersama memutus mata rantai penularan sebelum vaksin ditemukan, dengan cara melakukan perubahan perilaku.

“ Vaksin perubahan perilaku adalah vaksin terbaik saat ini,” tegasnya.

Senada dengan pernyataan Satgas Covid-19, Pakar Epidemiologi Unair Dr dr Santi Martini MKes juga menyampaikan hal yang sama seperti diberitakan Surya.co.id. 

Menurutnya, anjuran 3M (memakai masker, rajin mencuci tangan, dan selalu menjaga jarak) dan protokol kesehatan menjadi solusi konkret dalam mencegah penyebaran Covid-19.

Pasalnya berdasarkan data riset yang ada, upaya tanpa pencegahan 3M akan meningkatkan penularan mencapai 20 persen.

Sementara jika melakukan cuci tangan, penurunan resiko tertular mencapai 35 persen.

Saat memakai masker kain risiko penularan menurun hingga 45 persen.

Saat memakai masker maka penularan Covid-19 menurun hingga 70 persen.

Kemudian jika dilakukan jaga jarak minimal satu meter maka akan mengurangi resiko penularan hingga 85 persen.

Di Indonesia, penyebaran Covid-19 masih terus ada hingga saat ini. Hal ini tak lepas dari upaya 3 M yang belum optimal.

Penggunaan masker terus meningkat mulai Maret hingga sekarang mencapai 76 persen.

Capaian ini masih jauh dari target yaitu 90 persen.

Sementara sosial distancing di Indonesia pada April tidak seketat di UK.

Hal ini terlihat dari pergerakan sosial di UK yang menurun hingga 70 persen sementara di Indonesia hanya 30 persen.

Perjalanan penyakit ini masih baru, dan semua pihak masih belajar.

Sehingga masyarakat bisa saling menjaga dengan mencegahnya dan menerapkan 3 M.

Selain itu, strategi mitigasi harus dilakukan saat pandemi. Yaitu dilakukan testing, treating dan tracking saat menemukan orang dengan gejala Covid-19 atau terkonfirmasi Covid-19.(*)

Catatan Redaksi: Bersama-kita lawan virus corona. Tribunnews.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan ibu, 3M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Vaksin Covid-19 Uji Klinis Fase 3 Bisa Digunakan Asalkan Sudah Dapat Izin

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved