Gejolak Partai Demokrat
Singgung Jokowi, Pengamat Sebut Moeldoko Harusnya Dipecat dari KSP: Halalkan Segala Cara untuk Kuasa
Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, Moeldoko harusnya dipecat sebagai Kepala Staf Presiden.
TRIBUNPALU.COM - Sejumlah pihak menyebut aksi Kepala Staf Presiden Moeldoko yang terlibat kisruh Partai Demokrat, dan bahkan setuju jadi ketua umum versi Kongres Luar Biasa (KLB), tidaklah etis.
Bahkan, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai, Moeldoko seharusnya dipecat sebagai Kepala Staf Presiden (KSP).
Akan tetapi, ia menganggap hal ini tidak mungkin dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Andi Mallarangeng Menentang Hasil KLB Demokrat, Max Sopacua Malah Ajak Masuk Pengurus: Mau Jadi Apa?
Baca juga: Kader Demokrat Bongkar saat Tolak Rp 30 Juta untuk Ikut KLB: Langsung Tanda Tangan, Uang Diserahkan
"Harusnya dipecat. Tapi tak mungkin dipecat. Karena sudah tahu sama tahu," kata Ujang saat dihubungi Tribunnews, Sabtu (6/3/2021).
Ujang bahkan menilai, pembiaran yang dilakukan Presiden Jokowi atas terjadinya KLB Partai Demokrat oleh Moeldoko sudah terlihat bahwa diberi angin untuk bermanuver kencang.
"Kalau Jokowi bilang ke Moeldoko, you diam. Maka Meldoko tak akan berani kudeta PD," jelas Ujang.
Ujang juga mengatakan, Kongres Luar Biasa (KLB) yang menetapkan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat merusak akal sehat.
Ia juga menyebut, bahwa KLB itu merupakan tragedi di tengah pandemi Covid-19.
"Merusak akal sehat dan menghalalkan segala cara untuk dapat kuasa," ucap Ujang.
Seperti diketahui, Kepala Staf Presiden Moeldoko menerima penetapan dirinya sebagai Ketua Umum Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) partai yang digelar di Deli Serdang Sumatera Utara, Jumat, (5/3/2021).
Moeldoko tidak ada di lokasi KLB saat penetapan ketua umum tersebut berlangsung.
Mantan Panglima TNI itu menerima penetapan melalui sambungan telepon yang didengar oleh peserta KLB.
Sebelum menerima penetapan Moeldoko terlebih dahulu melontarkan tiga pertanyaan kepada peserta KLB yang harus dijawab serentak.
Pertama Moeldoko menanyakan mengenai apakah keberadaan KLB telah sesuai dengan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Partai.
Pertanyaan tersebut dijawab dengan kata 'sesuai' oleh peserta KLB.
Baca juga: Max Sopacua Yakin 1000 Persen Hasil KLB akan Disahkan: Moeldoko Sudah Ketum, Tak Bisa Ditarik Lagi
kedua, Moeldoko menanyakan mengenai keseriusan peserta KLB memilihnya sebagai Ketum.
Para peserta KLB menjawab pertanyaan Moeldoko tersebut dengan kata 'serius' secara serempak.
Ketiga, Moeldoko menanyakan kesiapan peserta KLB untuk berintegritas dalam bekerja serta menempatkan kepentingan merah putih di atas kepentingan golongan.
Pertanyaan tersebut juga dijawab siap oleh peserta KLB.
"Oke, baik dengan demikian, saya menghargai dan menghormati keputusan saudara. untuk itu saya terima menajdi ketum Demokrat," pungkasnya.
Firman Noor Nilai Tindakan Moeldoko Sangat Tak Etis
Di sisi lain, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor menilai, tindakan yang dilakukan Moeldoko sangat tidak etis dalam perpolitikan nasional.
Kendati demikian, ia memahami bahwa kesalahan tersebut tentu tidak hanya dari Moeldoko, tetapi pihak internal partai yang membuka jalan untuk mantan Panglima TNI tersebut.
"Untuk Pak Moeldoko jangan begitulah, seharusnya ya tidak memanfaatkan kekisruhan rumah tangga orang, sebetulnya sangat tidak etis begitu," ucap dia.
Selain itu, dilansir oleh Kompas.com, Firman menilai, Moeldoko tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya untuk berupaya mendirikan partai politik sendiri guna memperjuangkan visi dan misi.
Moeldoko, kata dia, lebih memilih untuk membajak partai politik yang sudah ada.
Menurut Firman, manuver Moeldoko untuk menduduki jabatan di Partai Demokrat sudah terbaca sejak awal munculnya kisruh di internal partai itu.
Namun demikian, ia memahami bahwa kesalahan tersebut tentu tidak hanya dari Moeldoko, tetapi pihak internal partai yang membuka jalan untuk mantan Panglima TNI tersebut.
Baca juga: Mahfud MD Pastikan AHY Masih Resmi Jadi Ketua Umum Demokrat, Terpilihnya Moeldoko di KLB Tidak Sah?
Baca juga: Mahfud MD Tegaskan Pemerintah Tak Pernah Dukung Moeldoko Jadi Ketum Demokrat: KLB Betul atau Tidak
Andi Mallarangeng Minta Menkumham Tolak Hasil Keputusan KLB
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menyatakan acara Kongres Luar Biasa Partai (KLB) Demokrat yang digelar kubu Moeldoko abal-abal.
Ia menilai, pengesahan ketua umumnya pun dinilai cacat prosedur hukum.
Oleh begitu, ia berharap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkunham) Yasonna Laoly bisa menjaga intergritasnya untuk menilai KLB Moeldoko Cs secara objektif.
Ia mengatakan, bila tidak sesuai prosedur, maka pendaftaran kepengurusan Moeldoko Cs harus ditolak demi penegakan hukum.
"Apakah syarat-syarat untuk melaksanakan KLB itu sudah dipenuhi sesuai dengan AD ART yang tercantum dalam lembaran negara sekarang ini ?"
"Kalau belum sesuai itu bisa ditolak pendaftarannya. Biarkan mereka menjadi gerombolan hantu belao yang tidak punya keabsahan jelas karena itu abal-abal," kata Andi diwartakan oleh Tribunnews.com.
Selanjutnya, ia menuturkan, bila ternyata Kemenkumham memutuskan menerima kepengurusan partai Demokrat pimpinan Moeldoko, maka ia bersama Partai Demokrat akan menyiapkan langkah hukum.
"Kalau itu didaftarkan kita bertanya-tanya kenapa itu diterima oleh Kumham? Pertanyaannya bagaimana Kumham menilainya? Kita artinya akan melakukan langkah hukum kalau itu terjadi," tandas Andi. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Pengamat Ujang Komaruddin Pesimis Jokowi Bakal Pecat Moeldoko", dan Pengamat: Pak Moeldoko Seharusnya Tidak Manfaatkan Kekisruhan 'Rumah Tangga Orang'