Gejolak Partai Demokrat
Hanya Moeldoko Pejabat yang Jadi Ketum Tanpa Kaderisasi, Pengamat: Semua Parpol Harusnya Khawatir
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko adalah satu-satunya pejabat pemerintah yang terpilih menjadi ketua umum partai politik tanpa proses kaderisasi
TRIBUNPALU.COM - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko adalah satu-satunya pejabat pemerintah yang terpilih menjadi ketua umum partai politik tanpa proses kaderisasi.
Hal tersebut disampaikan pengamat politik dari Lembaga Survei Kedai Kopi Hendri Satrio.
Sebagaimana diketahui, Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara.
"Yang langsung jadi ketua umum sih seingat saya baru Moeldoko, yang langsung jadi ketua umum ya," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/3/2021).
Baca juga: Ibas Buka Suara Terkait Kisruh Demokrat: Saya Yakin Pemimpin Negeri Ini Punya Nurani
Baca juga: Hari Ini, Raffi Ahmad Jalani Sidang Terkait Dugaan Pelanggaran Protokol Kesehatan, Ini Agendanya
Baca juga: Pria 32 Tahun Nekat Bawa Kabur dan 10 Kali Rudupaksa Siswi SMP, Mengaku Tak Direstui Orangtua
"Jadi menteri, terus tidak lama kemudian jadi kader partai, itu mungkin ada. Tapi kalau langsung jadi ketua itu sih seingat saya baru Moeldoko," ujarnya.
Menurut Hendri, terpilihnya Moeldoko tanpa melalui kaderisasi dapat menjadi preseden.
Peristiwa serupa bisa terjadi di partai politik lain, di mana pejabat pemerintah mengambil alih partai politik dengan menjadi ketua umum.
"Bisa saja ini jadi yurisprudensi bagi partai politik mereka juga, yurisprudensi politik ya. Artinya bisa saja ada pejabat pemerintah yang tiba-tiba mengambil alih partai politik mereka," tutur dia.
Menurut Hendri, status Moeldoko yang terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat tanpa proses kaderisasi harusnya menjadi kekhawatiran bagi semua partai politik di Indonesia.
Terlebih jika Moeldoko mendapat pengesahan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dari negara.
"Case ini sebetulnya bukan hanya mengkhawatirkan ke Partai Demokrat, kalau sampai Moeldoko dapat surat pengesahan dari negara, maka seharusnya semua partai politik juga worries, khawatir," tutur Hendri.
Secara terpisah, peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai terpilihnya Moeldoko sebagai anomali politik dan demokrasi.
"Dari perspektif demokrasi, peristiwa KLB Sumut ini bisa dikatakan sebagai anomali politik dan demokrasi, tentu tidak lazim," kata Siti Zuhro dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, Sabtu (6/3/2021).
Ia mengatakan, KLB bukan merupakan hal baru. Sejumlah partai politik pernah mengadakan KLB.
Namun, KLB Partai Demokrat dinilai tidak lazim karena tidak mengikuti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), serta menghasilkan pihak eksternal partai sebagai ketua umum.
Siti Zuhro berpendapat, penunjukan Moeldoko menandakan nilai-nilai, moral, dan etika politik sudah dipinggirkan.
Terlebih lagi, Moeldoko merupakan seorang pejabat aktif di lingkaran pemerintahan.
"Ini dilarang keras, menurut saya, itu tidak perlu belajar untuk menjadi sarjana politik, ilmu politik, yang seperti itu sudah tidak etis," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan, KLB tidak memenuhi syarat sebagaimana tercantum pada AD/ART Partai Demokrat.
Berdasarkan AD/ART, KLB baru dapat diselenggarakan apabila disetujui, didukung, dan dihadiri oleh dua pertiga dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan setengah dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
Baca juga: Diduga Intel Polisi Datangi Beberapa Kader DPD-DPC Demokrat, Rachlan: Tidak Usah Mau Diancam
Baca juga: Habid Rizieq Shihab Jalani Sidang Perdana Kasus Kerumunan dan Hasil Swab Test Pekan Depan
Baca juga: TNI Temukan Kemiripan Persembunyian KKB Papua dan MIT Poso
Tak hanya itu, penyelenggaraan KLB juga mesti disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi Partai yang kini diemban oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
AHY pun menyatakan kekecewaannya terhadap Moeldoko karena terlibat dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat.
"Secara pribadi, saya tidak ada masalah dengan beliau. Tapi jujur, yang membuat saya kecewa, karena suka atau tidak suka, beliau terlibat dalam gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat," kata AHY.
Menurut AHY, Moeldoko telah menyakiti hati jutaan kader Demokrat.
Ia berharap Moeldoko sadar dan dengan berbesar hati mengakui kesalahannya.
AHY bersedia memaafkan Moeldoko apabila mengakui kesalahan terkait kudeta di Demokrat.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Moeldoko Satu-satunya Pejabat Terpilih Ketum Partai Tanpa Jadi Kader