'Jangan Disiksa Begitu' Keluarga Curigai Proses Bedah Mayat Brigadir J, IPW Bongkar Kejanggalan
Brigadir J adalah anggota Polri yang meninggal dunia dalam insiden Polisi tembak Polisi di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
TRIBUNPALU.COM - Tanda tanya besar masih mengiringi duka yang dialami keluarga Brigadir J.
Seperti diketahui, Brigadir J adalah anggota Polri yang meninggal dunia dalam insiden Polisi tembak Polisi di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Keluarga hingga kini masih penasaran terkait penyebab kematian Brigadir J.
Selama ini pengungkapan kasus meninggalnya Brigadir J terkesan tertutup hingga memunculkan perdebatan publik.
Baca juga: Orang Dekat Rizieq Shihab Samakan Kematian Brigadir J dengan Kasus KM 50, Denny Siregar Ketawa
Meski polisi mengatakan, anak mereka Yosua Hutabarat meninggal dunia dalam daku tembak di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, orangtua korban tidak percaya.
Brigadir J disebut baku tembak dengan sesama anggota Polri, Bharada E ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo.
Ya, Bagi Samuel dan istri kematian Brigadir J menyisakan tanda tanya besar.
Banyak kejanggalan antara kronologi polisi dan kondisi terakhir jenazah sebelum dimakamkan.
Samuel masih menuntut rekaman asli CCTV kalau memang benar terjadi baku tembak di rumah Irjen Pol Ferdy Sambo.
Ia merasa sedih dengan perlakuan yang dinilai kejam terhadap Brigadir J.
Samuel merasa terpukul dengan kondisi anaknya tersebut.
Jika memang ditemukan kesalahan terhadap anaknya, kata dia tidaklah seharusnya diperlakukan sekejam itu.
"Misalnyapun anak saya salah, ya jangan disiksa begitu," katanya, di rumahnya yang berada di Sungai Bahar, Provinsi Jambi, Selasa (12/7/2022).
Baca juga: Percaya pada POLISI! Susno Duadji Minta Masyarakat Tak Berasumsi Liar Soal Kasus Brigadir J
Samuel mengaku tidak dimintai persetujuan terkait proses autopsi yang dilakukan terhadap anaknya.
Tidak ada juga pemberitahuan kepada mereka sebelumnya.
Ia mendapati jenazah anaknya dalam kondisi lebam di sekujur tubuh.
Ada luka tembak pada bagian dada, tangan, leher, serta bekas jahitan hasil autopsi.
"Tidak ada meminta persetujuan keluarga atas autopsi yang dilakukan," katanya.
Saat jenazah korban tiba, keluarga sempat tak diizinkan membuka pakaian korban.
Mereka juga dilarang mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka.
"Awalnya kita dilarang, tapi mamaknya maksa mau lihat dan pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk, dan ada luka tembak," ujarnya.
Samuel merasa terpukul dengan kondisi anaknya tersebut.
Baca juga: Bukan karena Ada yang Ditutupi, Ini yang Ditakutkan Polisi Jika Keluarga Lihat Jenazah Brigadir J
Jika memang ditemukan kesalahan terhadap anaknya, kata dia tidaklah seharusnya diperlakukan sekejam itu.
"Misalnyapun anak saya salah, ya jangan disiksa begitu," pungkasnya.
Keanehan Autopsi
Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti keanehan soal autopsi jenazah Brigadir J.
Diketahui, pihak kepolisian melakukan autopsi kepada jenazah Brigadir J sebelum diserahkan ke pihak keluarga.
Sugeng juga merasa ada kejanggalan soal pernyataan keluarga yang menemukan adanya luka sayatan di bibir, hidung dan ada dua jari Brigadir J terluka.
Sugeng juga mempertanyakan mengapa autopsi dilakukan terhadap Brigadir J.
Padahal menurut penjelasan Polri, Brigadir J adalah pelaku bukan korban.
Ia menjelaskan, bahwa pada umumnya, autopsi dilakukan untuk seorang korban kejahatan bukan pelaku.
"Yang menjadi pertanyaan, tindakan bedah mayat tersebut tujuannya untuk apa? Padahal bedah mayat umumnya dilakukan untuk seorang korban kejahatan bukan pelaku kejahatan," jelas Sugeng, Rabu (13/7/2022)
Brigadir J Alami Penyiksaan?
Insiden tewasnya tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo masih jadi sorotan.
Benarkah sebelumnya terjadi tembak-menembak Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat dengan Bharada E.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Polri untuk mengusut adanya potensi penyiksaan terhadap Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
"ICJR menilai tanpa pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan, maka ada potensi tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian dan bahkan hingga potensi penyiksaan," kata Peneliti ICJR, Iftitah Sari saat dikonfirmasi, Kamis (14/7/2022).
Baca juga: Kondisi Jenazah Brigadir J saat di Rumah Duka Bikin Miris Mahfud MD, Nilai Ada 3 Kejanggalan: Tragis
Apalagi, kata dia, berdasarkan keterangan keluarga Brigadir J, ditemukan luka di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki.
Karena itu, pendalaman mengenai potensi penyiksaan dan tindakan sewenang-wenang yang dialami oleh Brigadir J harus menjadi catatan penyidik.
"Informasi lain yang juga harus menjadi perhatian adalah keluarga korban sebelumnya bahkan sempat dilarang untuk melihat jenazah dan membuka pakaian jenazah," jelas Iftitah.
Selanjutnya, Ia menuturkan proses penyidikan kasus ini perlu menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalang-halangi proses penyidikan.
"Sebagaimana diungkap oleh pihak kepolisian, seluruh kamera CCTV yang ada di kediaman Kadiv Propam disebut sedang rusak pada waktu kejadian.
Informasi lain menyatakan ada CCTV yang diganti di kompleks Polri Duren Tiga," ungkap Iftitah.
"Oleh karena waktunya yang pas dan bersinggungan ini, perlu ada penelusuran lebih lanjut terkait klaim kerusakan CCTV, untuk memastikan ada tidaknya potensi untuk sengaja menghilangkan bukti rekaman CCTV atas kejadian ini," sambung Iftitah.
Dijelaskan Iftitah, pasal 221 KUHP mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.
Di sisi lain, kata dia, untuk memastikan proses penyidikan yang independen dan transparan, Tim Gabungan Pencari Fakta harus dibentuk dan lembaga independen seperti Komnas HAM juga harus dilibatkan.
Ia menuturkan bahwa hal ini penting mengingat ada relasi kuasa dalam kasus ini, dimana kejadian ini melibatkan perwira tinggi kepolisian yang menjabat sebagai Kadiv Propam yang rumahnya menjadi TKP.
"Indikasi bahwa pengusutan kasus ini akan sulit berjalan dengan transparan sudah mulai terlihat dari ketika pihak kepolisian baru mengungkap peristiwa ini ke publik pada Senin 11 Juli 2022 ketika waktu kejadiannya sudah lewat 3 hari," bebernya.
Terakhir, lanjut dia, peristiwa ini kembali mengingatkan bahwa pengawasan internal dari lembaga kepolisian melalui Propam tidak bisa efektif. Pengawasan Propam tidak dapat berjalan untuk mengawasi penyidikan kasus-kasus yang melibatkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh kepolisian.
Karena itu, diperlukan perubahan KUHAP untuk memastikan pengawasan dalam sistem peradilan, serta perubahan UU Kepolisian untuk memastikan adanya pengawasan dan kontrol yang lebih efektif terhadap kewenangan dan perilaku kepolisian.
"Sehingga, ke depan harus ada mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan independen, baik dalam proses peradilan seperti adanya pengawasan yudisial (judicial scrutiny) dan pengawasan dari penuntut umum dalam fungsi penuntutan, atau pun fungsi pengawasan eksternal yang nampaknya tidak lagi bisa ditempelkan dalam mekanisme Propam Polri," pungkasnya.(*)
(Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com)