Bacakan Nota Pembelaan, Irjen Teddy Minahasa Ungkap Intimitasi Oknum Jaksa dalam Kasusnya

Teddy mestinya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran narkoba karena merupakan aparat penegak hukum.

Editor: mahyuddin
handover
Irjen Pol Teddy Minahasa dalam sidang pembacaan pleiodi atau nota pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023). 

TRIBUNPALU.COM -  Irjen Pol Teddy Minahasa mengungkap intimidasi Oknum Jaksa terhadap dirinya.

Kalimat itu terlontar dari Oknum Jaksa yang mengurus perkara terdakwa peredaran narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa sekira Bulan Oktober atau November 2022.

"Sudah, Pak Teddy suruh ngaku saja dan tidak eksepsi. Nanti tidak saya tuntut mati," ucap Irjen Pol Teddy Minahasa dalam sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).

Pada rentang waktu itu, sang Oknum Jaksa menyampaikan permintaan tersebut kepada "Sahabat" Teddy Minahasa.

"Seorang sahabat saya silaturahmi dengan jaksa penuntut umum yang ada di ruangan ini. Mohon maaf saya tidak bisa menyebutkan namanya, Yang Mulia. Tetapi kalau saya hanya menyebutkan jaksa, nanti seluruh jaksa se-republik ini bisa marah pada saya," ujar Teddy Minahasa.

Kala itu, berkas perkara Teddy Minahasa belum dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum, apalagi dinyatakan P21 atau lengkap.

Dari situ, dia menduga bahwa ada pesanan dalam kasusnya.

"Hal ini mengindikasikan bahwa sudah ada titipan atau pesanan untuk menuntut mati kepada saya," kata Teddy Minahasa.

Baca juga: Banding Ditolak, Ricky Rizal Sebut Peradilan Sesat dan Akan Lakukan Kasasi: Kami Tak Terima!

Tak hanya itu, Teddy Minahasa juga berceloteh bahwa Oknum Jaksa menagih pengakuannya menjelang sidang pemeriksaan terdakwa.

Saat itu sahabatnya kembali ditemui Oknum Jaksa yang menangani perkaranya.

Namun, jaksa yang menemuinya pada saat itu berbeda dengan sebelumnya.

"Menjelang sidang pemeriksaan terdakwa, seorang jaksa penuntut umum yang lain, yang juga ada di ruangan ini namun saya tidak sebutkan namanya, juga menyampaikan kepada sahabat saya tadi agar saya mengaku, bila tidak mengaku, akan dituntut mati."

Selama proses persidangan, Teddy Minahasa memang tidak pernah mengakui perbuatannya.

Dia pun tetap mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.

Bahkan eksepsi dibacakan pada hari yang sama dengan pembacaan dakwaan.

Kemudian pada Kamis (30/3/2023) lalu, dia dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum dalam perkara peredaran narkoba ini.

"Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra dengan hukuman mati," ujar jaksa dalam persidangan.

Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irjen Teddy Minahasa bersalah melakukan jual-beli Narkotika jenis sabu.

JPU pun menyimpulkan bahwa Teddy terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Oleh sebab itu, JPU meminta agar Majelis Hakim menyatakan Teddy Minahasa bersalah dalam putusan nanti.

"Menuntut, menyatakan terdakwa Teddy Minahasa Putra telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP sesuai dakwaan pertama kami," ujar jaksa.

Dalam tuntutan mati bagi Teddy, jaksa tak mempertimbangkan satu hal pun untuk meringankan.

"Hal-hal yang meringankan: tidak ada," ujar jaksa penuntut umum.

Sementara yang memberatkan, jaksa mempertimbangkan delapan hal dalam tuntutan Teddy Minahasa.

Pertama, Teddy dianggap turut menikmati keuntungan hasil penjualan Narkotika jenis sabu.

Kedua, Teddy mestinya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran narkoba karena merupakan aparat penegak hukum.

"Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika," kata jaksa penuntut umum.

Baca juga: Irjen Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati, Jaksa: Dia Pelaku Utama

Ketiga, perbuatan Teddy dianggap merusak kepercayaan publik kepada institusi penegak hukum, khususnya Polri.

Keempat, Teddy dianggap telah merusak nama baik Polri.

Kelima, selama proses pemeriksaan, Teddy tidak mengakui perbuatannya.

Keenam, Teddy cenderung menyangkal dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.

Ketujuh, sebagai Kapolda, Teddy dianggap mengkhianati perintah presiden dalam menegakkan hukum dan pemberantasan narkoba.

Kedelapan, Teddy dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved