Touna Hari Ini

Proses Penyidikan Hampir 2 Tahun, Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Dana Covid-19 Tojo Una-una Menjerit

APIP memiliki kewenangan dalam proses pengawasan kewenangan, termasuk bila ada kesalahan administrasi yang meyebabkan kerugian negara.

Editor: mahyuddin
handover
Dugaan Korupsi Dana Covid-19 tahun anggaran 2021 masih bergulir di Polres Tojo Una-una. 

TRIBUNPALU.COM, TOUNA - Tersangka dugaan tindak pidana Korupsi Dana Covid 19 di Polres Tojo una-una berinisial IM angkat bicara soal perkaranya.

Hal ini dilakukan karena pemberitaan dan opini di masyarakat sangat mendeskreditkan dirinya.

“Selama ini upaya saya diam agar proses hukum yang dilakukan APH berjalan secara baik, namun justru menjadi sangat liar dan diskriminatif,” ucap IM melalui rilis tertulisnya, Minggu (21/5/2023).

IM mengatakan, peristiwa itu terjadi tiga tahun silam, tepatnya April 2020.

Mantan Camat Ampana Tete itu mengklaim perkaranya itu murni terkait kesalahan administrasi dan diskresi sehingga memunculkan kerugian pribadi Rp 46 juta.

“Sampai hari ini tidak ada kerugian negara, yang ada hanya kerugian pribadi saya. Bukan Negara yang rugi tetapi saya pribadi yang rugi, semua bukti ada sama penyidik,” ujar IM.

Baca juga: Apa Kabar Penanganan Dugaan Korupsi Dana Covid-19 di Polres Touna? Ini Penjelasan Kasatreskrim

IM juga menyorot proses hukum kasusnya yang lamban.

"Membuat tekanan psikis, harkat martabat, HAM terganggu dan lain-lain secara berkepanjangan," tuturnya.

Hingga hari ini, proses hukum IM bersama istrinya masih tetap dalam tahap penyidikan dan sudah berlangsung selama 677 hari atau hampir 2 tahun.

Demikian pula waktu penetapan tersangka, hingga hari ini telah 229 hari atau lebih 7,5 bulan, dan pelimpahan berkas sudah 211 hari atau sudah 7 bulan.

"Kami telah menyampikan kepada penyidik bahwa perkara ini merupakan ranah administrasi, diharapkan APH berkoordinasi dengan APIP serta dapat mempedomani UU Tentang administrasi pemerintahan," ucap IM.

IM menyebut, APIP memiliki kewenangan dalam proses pengawasan kewenangan, termasuk bila ada kesalahan administrasi yang meyebabkan kerugian negara.

“Masalah ini mencuat adanya Pansus Covid 19 DPRD Touna dan kami belum dilakukan pemeriksaan reguler maupun khusus oleh APIP/Inspektorat Daerah. Harusnya, penyidik Polri mempedomani Perjanjian kerjasama antara Kementerian Dalam Negeri RI, Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kepolisian RI Tentang Koordinasi APIP dengan APH dalam Penanganan Laporan atau Pengaduan Masyarakat yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi," ucap  IM.

Sebelumnya, dugaan Korupsi Dana Covid-19 tahun anggaran 2021 masih bergulir di Polres Tojo Una-una, Sulawesi Tengah.

Kasus yang menyeret dua oknum pejabat lingkup pemerintah kabupaten sebagai tersangka.

Kedua oknum pejabat itu berstatus suami istri berinisial IM dan CA.

IM yang juga bekas Kabag Ekbang Pemkab Touna terseret kasus itu saat menjabat Camat Ampana Tete.

Sedangkan istrinya kala itu bertugas di Puskesmas Tete.

Baca juga: Curhat Pengacara Tersangka Dugaan Korupsi Dana Covid-19 di Tojo Una-una: Terkesan Dipaksakan

KBO Sat Reskrim Polres Tojo Una-una Iptu I Kadek Agung Andiana Putra memastikan dugaan Korupsi Dana Covid-19 itu tetap berproses.

"Sampai saat ini penanganan kasus masih berlanjut," ujar Agung di ruang kerjanya.

Dia menambahkan, kasus itu kini dalam tahap pelengkapan berkas tahap satu.

"Jika kelengkapan berkas tahap satu telah selesai tentunya penyidik akan menyerahkan kepada kejaksaan," tutur Agung.

Kronologi Versi Tersangka

Penggunaan anggaran Rp 150 juta untuk membiayai penjagaan pos terpadu pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 digunakan secara efektif dan efisien serta sesuai regulasi dan arahan nupati, Sekda maupun kepala BPKAD.

Termasuk beberapa petunjuk dari pemerintah pusat.

"Saya sebagai camat telah melaksanakan tugas atributif dan delegatif. Adapun selisih yang mereka katakan pada penyidik karena penugasan mereka tidak sesuai dengan jadwal itu tidak mungkin," ucap IM.

"Bila mereka hanya bertugas 10 hari dari 30 hari penjadwalan kemudian harus dibayar 30 hari, dan itu semua dievaluasi, coba tunjukkan siapa yang tidak dibayar sesuai jumlah hari kerjanya, semuanya dibayar lebih, dan ini perlu diuji satu per satu," papar IM.

IM bahkan menduga adanya kesaksian palsu dari saksi berdasarkan klarifikasi Inspektorat dan BAP tambahan.

"Ironisnya, saksi dipaksa oknum polisi untuk memberikan kesaksian palsu. Padahal bukti-bukti kwitansi masih ada," tuturnya.

IM memaparkan, dana konsumsi tidak masuk dalam item anggaran tetapi inklud pada anggaran insentif Rp 170 ribu, sesuai instruksi pimpinan.

Baca juga: DP3A Sulteng Catat 144 Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan, Kota Palu Paling Tinggi

Adapun rinciannya, honor Rp 100 ribu per 24 jam dan Rp 70 ribu untuk 2 kali makan.

Faktanya, setiap petugas diberi makan tiga kali.

Untuk menghindari pendanaan ganda pembiayaan dilaksanakan secara sharing sehingga ada selisih.

Dan total dari honor dan makan minum selisih Rp 27,7 juta, berdasarkan hasil audit inspektorat.

"Kami belanjakan sebagai tindakan diskresi karena mendesak untuk dilaksanakan di masa darurat saat itu, bahkan melebihi selisih yaitu sekitar Rp 46,7 juta, untuk keperluan APD, sabun cuci tangan dan peralatan lain," kata IM.

"Bahkan sembako untuk OTG yang diisolasi pun harus diadakan karena masyarakat yang diisolasi selama 14 hari perlu biaya hidup, semua itu ditanggulangi menggunakan dana pribadi."

Baca juga: Fun Run 5 Km Dibuka Wawali, Rangkaian Palu Sport Event

Karena mendesak, IM menggunakan dana pribadi menutupi kekurangan senilai Rp 29 juta.

"Dan perlu dicatat tebal-tebal walaupun inspektorat atau APIP secara resmi belum melakukan uji diskresi dan ekspose audit sebagaimana amanah UU nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Namun ketika BPKP menyatakan ada selisih penggunaan anggaran sebesar Rp 39 juta sebelum masa 10 hari, saya sudah menyetornya ke kas daerah," papar IM.

Akibat adanya kesan pemaksaan proses hukum, kejaksaan melakukan perbaikan atau P19 hingga tiga kali.

"Saya baru tahu bahwa perhitungan BPKP itu bukanlah PKN namun hanya berupa telaah dan tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti dan harus dihitung kembali PKN oleh APIP yang berbeda.".(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved