Sulteng Hari Ini

Marak Buaya di Teluk Palu Hingga Ada Korban, Peradi Palu Somasi Pemprov dan BKSDA Sulteng

Peradi menilai Pemprov dan BKSDA Sulteng melakukan pembiaran hingga tidak mengeluarkan kebijakan atau berupaya menangani Buaya di Teluk Palu.

Penulis: Fadhila Amalia | Editor: mahyuddin
TRIBUNPALU.COM/Muhakir Tamrin
Ketua DPC Peradi Palu Muslim Mamulai 

TRIBUNPALU.COM, PALU – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Palu melayangkan somasi (teguran hukum) kepada pemerintah provinsi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah.

Somasi DPC Peradi Kota Palu itu dilayangkan ke Pemprov dan BKSDA Sulteng, Rabu (14/6/2023).

Dalam somasinya, Peradi menilai Pemprov dan BKSDA Sulteng melakukan pembiaran hingga tidak mengeluarkan kebijakan atau berupaya menangani Buaya di Teluk Palu.

Akibatnya, sejak Buaya marak di Teluk Palu mulai marak sejak awal 2017 hingga saat ini.

Bahkan, ada beberapa warga yang menjadi korban Buaya itu.

Baca juga: Film Dokumenter Asal Palu Bakal Tayang di Jerman, Ceritakan Konflik Antara Manusia dan Buaya

Keberadaan buaya yang awalnya masih di seputaran sungai dan Teluk Palu belakangan telah sampai ke wilayah Tanjung Karang hingga Pantai Barat.

“Secara hukum, Pemprov Sulteng lewat BKSDA harus bertanggung jawab untuk melakukan penangkaran atau langkah antisipasi agar buaya itu tidak secara liar berkembang biak dan mengancam hajat hidup warga yang masih bergantung dengan laut Teluk Palu,” ucap Ketua DPC Peradi Palu Muslim Mamulai melalui rilis tertulisnya kepada TribunPalu.com, Rabu (14/6/2023).

Selain melayangkan somasi, DPC Peradi Kota Palu juga membuka posko pengaduan korban buaya Teluk Palu yang beralamatkan di Jl Ahmad Dahlan No. 25.

“Posko dibentuk untuk mengkoordinir para korban terdampak langsung. Kelak jika somasi kami tidak mendapat respon positif maka akan kami naikkan jadi gugatan class action,” jelas Muslim Mamulai.

Berikut poin somasi DPC Peradi Palu:

Keberadaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah yang memiliki tugas dan fungsi memberikan perlindungan, pengamanan, dan karantina sumber daya alam hayati di dalam dan di luar kawasan, seolah tidak memiliki kemampuan untuk menjinakkanmenangkap satwa liar.

Sehingga tepat jika masyarakat beranggapan bahwa BKSDA hanya membiarkan buaya-buaya tersebut berkembang biak dan memiliki habitat di Muara dan Pesisir teluk Palu.

Padahal sebagaimana dalam Pasal 22 ayat ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terdapat pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia.

Sampai dengan saat ini, tidak ada satupun korban Jiwa yang diberikan santunan akibat gigitan buaya, padahal hal tersebut diketahui merupakan kelalaian dari pemerintah akibat lambatnya penanganan untuk mengantisipasi hal tersebut.

Baca juga: Sebulan 3 Nelayan Tewas Diterkam, Walhi Minta Pemda dan BKSDA Seriusi Ancaman Buaya

Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sulawesi Tengah Adiman belum menerima surat somasi dari DPC Peradi Palu.

Namun, dia memastikan gubernur akan memberikan jawaban atas somasi itu dan bersurat ke BKSDA Sutleng untuk mengambil langkah kongrit penanganan Buaya di Teluk Palu.

"Kalau ada nanti kami lihat. Negara memberikan fungsi kepada BKSDA untuk hal tersebut," tutur Adiman.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved