Bencana Sulawesi Tengah

6 Tahun PascaTrilogi Bencana Palu, Papan Alert Tsunami Evacuation Zone Mulai Disebar BMKG dan BPPD

Papan peringatan tsunami (tsunami alert board) terpajang di pertigaan Jl Yos Sudarso-Jl Abadi Hangtua, Talise, Kota Palu, Minggu (18/2

Penulis: Zulfadli | Editor: Haqir Muhakir
TribunPalu.com/Syahrul Cahya
TSUNAMI BOARD - Papan peringatan tsunami (tsunami alert board) terpajang di pertigaan Jl Yos Sudarso-Jl Abadi Hangtua, Talise, Kota Palu, Minggu (18/2/2024) malam. Papan peringatan ini upaya preventif menghidari jatuhnya banyak korban bencana alam, seperti kejadian 28 September 2018, enam tahun lalu. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU -- Otoritas penanggulangan bencana dan iklim di Sulawesi Tengah, mulai menyebar papan peringatan (alert board) Tsunami Evacuation Zone di kawasan pemukikan rawan bencana di Kota Palu.

Instalasi alert board di sejumlah wilayah rawan ini, melengkapi rangkaian upaya preventif sistematis di tahun keenam pascaTrilogi Bencana alam dahsyat di Teluk Palu, 2018 lalu.

Otoritas itu adalah Badan Metrologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) dan pemerintah provinsi.

Penyebaran alert board itu dimulai sejak akhir 2023, atau memasuki tahun keenam trilogi bencana megadahsyat di Teluk Palu; gempa, tsunami dan likuivaksi, 28 September 2018 lalu.

Baca juga: Viral Caleg di Donggala Diduga Kesal Tak Dipilih Minta Bongkar Makam di Atas Tanahnya

Hingga pekan kedua Februari 2024, kampanye pemetaaan wilayah rawan bencana itu masih berlanjut.

Dari pantauan TribunPalu.com, Minggu (18/2/2024) malam, pemasangan papan peringatan itu, dirampungkan di kawasan pesisir Teluk Palu; sekitar Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.

"Baru beberapa hari itu dipasang," kata Melianda (29), warga di Jl Yos Sudarso, Palu.

Papan peringatan berlatar biru langit itu dipasang di mulut ruas Jl Abadi - Hangtua dan Jl Yos Sudarso.

Alert board berisi petunjuk evakuasi ke area "BATAS AMAN TSUNAMI" (go to safe zone).

Ikon orang berlari menghindari deburan gelombang laut terlihat menonjol.

Ukuran papan peringatan sebesar meja tamu standar rumahan.

Papan itu juga mencantumkan rincian jarak tempuh (400 m) ke arah ketinggian di Jl Abadi, durasi tempuh dengan jalan kaki (4 menit), dan titik dan bujur koordinat peta (LS. -lintang selatan- 0.87937 dan BT. -bujur timur) 119.87284).

Baca juga: Polda Sulteng Tangani 3 Tindak Pidana Pemilu 2024, Kades dan Caleg Tersangka

Sekadar informasi, enam tahun lalu, di momen HUT 39 Kota Palu; kawasan Lapangan Abadi-Hang Tua atau lebih dikenal dengan Pantai Kampung Nelayan, Mantikolure, termasuk hazard zone tsunami.

Ribuan warga di sekitar Jembatan Jalan Komodo, panik dihantam ombak tsunami menyusul megathrust earthquake 7,6 skala richter di Sesar Palu-Koro.

Tepat pukul 17.02 WIT pada 28 September 2018, terjadi gempa bumi dahsyat di Sulawesi Tengah, dengan korban wafat lebih 2000 orang.

Beberapa wilayah terdampak antara lain Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Mountong.

Gempa magnitudo 7,6 SR ini, membuat 1,6 juta warga dartah sekitar Palu trauma.

Hingga awal Februari 2024 ini ada puluhan papan peringatan serupa dipajang di seantero Palu dan beberapa kabupaten sekitarnya.

Seperti saat gempa dan tsunami Aceh dan Asia, 2004.

Instalasi alert board ini juga melengkapi upaya lain pemerintah seperti pemasangan Sirine Tsunami (SiRCOM).

Sirene dari pemerintah pusat ini misalnya sudah dipasang di Jl. KH Ahmad Dahlan, Lolu Utara, Kec. Palu Sel., Kota Palu, sekitar 5 km sebelah barat Talise.

Setahun pascagempa, Ratusan lembaga riset kampus, pemerintah, dan asing, mengirim seribuan peneliti gempa, dampak sosial, infrastruktur, ke Palu.

Bencana tersebut juga mempengaruhi perkembangan Kota Palu hingga saat ini.

Baca juga: Kecelakaan Maut di Jl Juanda Palu Tewaskan Pria Lansia, Pemotor Jatuh lalu Terlindas Dump Truk

Tsunami yang terjadi berhubungan dengan pergerakan sesar Palu-Koro dan Subduction Zone (Zona Subduksi).

Kondisi geometri lereng teluk Palu yang sangat tajam serta pantai Kota Palu yang berada diujung teluk. 

Contohnya, tahun 2022 dan 2023 lalu, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang kementerian ATR, bekerjasama dengan Universitas Katolik Parahyangan Bandung telah mengkaji dan memetakan tingkat bahaya yang berhubungan dengan tsunami dan likuefaksi yang rawan terjadi di Kota Palu.

Dari hasil kajian tersebut didapatkan data dan informasi terkait Inundation Height (Tinggi Rendaman/Banjir), Running Height (Tinggi Tsunami), serta Liquefaction Potential Index (Indeks Potensi Likuefaksi).

Data dan informasi ini kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan Hazard Zone atau Zona Kerentanan terhadap tsunami dan likuefaksi yang dikorelasikan secara langsung dengan potensi kerusakan di Kota Palu.

“Gambaran Hazard Zone atau Zona Kerentanan serta data dan informasi lain hasil dari kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan terhadap Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Palu yang saat ini sedang disusun. Rencana Tata Ruang (RTR) diharapkan tidak hanya menjadi payung hukum pemanfaatan ruang namun juga dapat menjadi instrument yang fleksibel untuk merespon kecepatan dinamika pembangunan dan investasi,” ungkap Budi Situmorang selaku Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang dalam pembahasan Laporan Kajian Pemetaan Tingkat Bahata Tsunami dan Likuefaksi Kota Palu, tahun 2023 lalu. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved