Qurma: Kekuasaan Hanya Sementara, Ketika Allah Berkehendak Langit-Bumi Tak Miliki Kekuatan Apa-apa

Dekan FISIP Universitas Tadulako, Prof Dr Muhammad Khairil, MSI, menceritakan beberapa kisah perjalan sahabat nabi

Editor: Haqir Muhakir

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Angelina

TRIBUNPALU.COM, PALU - Dekan FISIP Universitas Tadulako, Prof Dr Muhammad Khairil, MSI, menceritakan beberapa kisah perjalan sahabat nabi. 

Hal itu dibeberkan saat mengisi program tausyiah di Program Quotes Ramadhan (Qurma) yang tayang di Kanal YouTube TribunPalu Official pada Selasa (3/4/2024).

Diawal tausyiah nya Dekan Fisip Universitas Tadulako Palu itu, menceritakan kisah Al-Mughirah bin Syu'bah adalah orang yang dimintai nasehat oleh Muawiyah bin Abu Sufyan.

Diketahui, Muawiyah adalah khalifah yang berkuasa pada tahun 661 sampai 680. Dia merupakan salah satu sahabat Nabi dan juga merupakan saudara tiri dari Ummu Habibah Ramlah, salah satu istri dari nabi Islam Muhammad.

Ketika ia pertama kali terpilih sebagia kalifa pertama setelah Khulafaur Rasyidin atau menjadi khalifa ke lima dalam dinamika kekuasaan islam setelah Rasulullah SAW wafat.

Pada saat itu, Muawiyah meminta nasehat kepada Al-Mughirah.

"Wahai Al-Mughirah berikan saya nasehat bagaimana saya berkuasa dan bagaimana saya menjalankan kekuasaan ini dengan penuh amana," ucap Muawiyah saat meminta nasehat.

Maka kemudian Al-Mughirah membalas surah   Muawiyah dengan memberikan pesan bahwa ketika Allah berkehendak terhadap sesuatu langit dengan bumi tidak memiliki kekuatan apa-apa.

Sebaliknya, ketika Allah tidak berkehendak pada sesuatu maka langit dan bumi pun tidak memiliki daya apa-apa.

Ia mengungkapkan, demikian lah kekuasaan sekuat apapun keinginan dan ambisi kuasa itu kita inginkan tetapi ketika allah belum menentukan takdir itu di dalam tanggan dan gegaman maka tidak akan mungkin mampu memiliki kekuasan itu

Olehnya itu Prof.Dr.Muhammad Khairul, menambahkan, dalam proses politik, dinamika sosial dan kontestasi pemilihan presiden dan legislatif yang sudah usai mari kita maknai sebagai bagian dari proses iktiar untuk memimpin negara ini.

"Tapi sekali lagi ada kesadaran tertinggi yang harus terbangun Allah berkehendak terhadap hidup dan kehidupan kita," tutur Dekan Fisip Untad itu.

Sebab, ketika Allah mentakdirkan sesuatu untuk kita tidak ada yang bisa menghalagi. Ketika itu belum menjadi takdir kita tidak akan bisa kita dapatkan.

Ia berharap, semoga tausyiah kali ini dapat menginsipirasi dan menyadarkan kita semua bahwa hidup yang sementara dan sesaat ini bukan semata-mata untuk kekuasaan.

"Sebaik-baiknya kita adalah yang memberikan manfaat bagi kita bersama," jelasnya. (*) 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved