DPRD Sulteng

Legislator Golkar Musliman Soroti Transparansi CSR dan Pendapatan Perusahaan Tambang di Sulteng

Musliman menegaskan pentingnya pengawasan berbasis data teknis untuk mengidentifikasi kerusakan akibat aktivitas tambang. 

|
Penulis: Zulfadli | Editor: mahyuddin
HANDOVER
Anggota Komisi III DPRD Sulawesi Tengah, Musliman, menyoroti pentingnya penegakan regulasi terkait Corporate Social Responsibility (CSR) serta transparansi pendapatan perusahaan tambang di Sulawesi Tengah.  

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU - Anggota Komisi III DPRD Sulawesi Tengah, Musliman, menyoroti pentingnya penegakan regulasi terkait Corporate Social Responsibility (CSR) serta transparansi pendapatan perusahaan tambang di Sulawesi Tengah

Hal itu disampaikan Musliman saat hadir mewakili Ketua DPRD Sulteng Arus Abdul Karim dalam diskusi publik bertajuk "Evaluasi Pertambangan di Sulawesi Tengah: Antara Keuntungan, Ekonomi, atau Kerusakan Lingkungan" yang digelar Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI).

Diskusi itu berlangsung di Sekretariat LS-ADI Jl Diponegoro, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (10/1/2025) malam.

Dalam kesempatan itu, Musliman menjelaskan bahwa CSR diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2011. 

Baca juga: Dandy Adhi Prabowo Wakili Ketua DPRD Sulteng Hadiri Jalan Sehat bersama Purna Praja

Ia menegaskan, jika petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) CSR diterapkan dengan benar, masyarakat sekitar tambang seharusnya dapat merasakan manfaat langsung.

Selain itu, Musliman juga menyoroti potensi ketidaktransparanan dalam pendapatan perusahaan tambang. 

"Kami tahu persentase pembagian, tetapi yang tidak kita tahu adalah dikali berapa. Misalnya, pendapatan perusahaan bisa saja Rp20 triliun atau lebih, tetapi yang tercatat hanya Rp6 triliun. Inilah yang perlu ditelusuri,” ujar Musliman

Diskusi itu juga menyinggung mekanisme pembagian dana hasil tambang.

Musliman menjelaskan, berdasarkan aturan sebelumnya, alokasi dana hasil tambang adalah 20 persen untuk pemerintah pusat dan 80 persen untuk daerah. 

Dari porsi daerah tersebut, 16 persen dialokasikan untuk provinsi, 32 % untuk daerah penghasil, dan 32 % untuk daerah penyangga. 

Namun, ia mempertanyakan konsistensi penerapan mekanisme itu hingga saat ini.

Dalam hal dampak lingkungan, Musliman menegaskan pentingnya pengawasan berbasis data teknis untuk mengidentifikasi kerusakan akibat aktivitas tambang. 

"Bukti kerusakan lingkungan, seperti penggunaan drone dan data koordinat, sangat diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan DPRD," ujarnya.

Baca juga: DPRD Morowali Akan Gelar RDP Terkait Penolakan Izin Tambang Batu Gamping di Desa Laroue

Namun, ia juga menjelaskan bahwa pengawasan DPRD hanya mencakup aktivitas tambang yang legal sesuai produk hukum pemerintah. 

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved