Suara Pembaca
Warga Curhat Soal Buntu di Kantor Pertanahan Palu, BPN: Kami Sudah Balas Suratnya
Kami memilih untuk mendahulukan langkah non-peradilan/Lltigasi, sebagai bentuk apresiasi kepada negara yang telah menyediakan jalur non-Peradilan
Penulis: Robit Silmi | Editor: mahyuddin
Ketentuan PP Pasal 27 ayat (3) itu terhubung ke Pasal 26 lalu terhubung ke Pasal 25 lalu terhubung ke Pasal 24 yang kesemuanya adalah regulasi untuk Pembuktian Hak Lama, untuk kepentingan Pendaftaran Tanah sebelum diterbitkannya sertifikat.
Sementara Permohonan kami adalah terkait sertifikat yang diklaim telah terbit.
Jika arahan Kantor Pertanahan serta-merta kami turuti, maka dengan demikian penanganan atas permohonan kami seakan-akan telah selesai di Kantah.
Di sisi lain, penerapan norma Pasal 27 ayat (3) di Kantah dengan sendirinya menyatakan status SHM pihak lain justru sedang dalam masa pembuktian.
Hal itu menimbulkan kerancuan karena menciptakan suatu keadaan di mana sebuah produk hukum SHM sudah terbit, sementara alas haknya masih dalam masa pembuktian.
Kami juga diberi ultimatum, "Adapun jangka waktu Saudara mengajukan gugatan mengenai data fisik dan data yuridis ke Pengadilan sesuai ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak pemberitahuan ini diterima".
Namun, bagi kami, ultimatum itu justru memberikan indikasi kuat bahwa SHM pihak sebelah pada dasarnya benar belum terbit.
Juga menimbulkan kerancuan lain.
Data Fisik dan Yuridis dari SHM pihak sebelah itulah yang kami mohonkan secara prosedural agar disajikan kepada kedua belah pihak, yang mana ajangnya bisa pada sesi mediasi resmi Kantah Palu.
Hanya saja, mediasi itu tidak pernah dilaksanakan.
Bagaimana mungkin kami mengajukan sebuah gugatan terhadap data yang tidak pernah dibuka?
Menyangkut "mediasi" di Kantor Kelurahan Besusu Timur, Kantah telah memaksakan keadaan bahwa Mediasi telah dilaksanakan dan menghindari pelaksanaannya dalam lingkup prosedur penanganan sengketa dalam lingkup Instansi Kantor Pertanahan.
Peraturan yang mengikat Kantah adalah jelas dan tidak memerlukan tafsir lain.
Yaitu Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN Nomor 21 tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan Bab I Ketentuan Umum.
Aturan itu mendefinisikan mediasi adalah cara penyelesaian kasus melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan yang dilakukan para pihak untuk difasilitasi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya.
"Mediasi" yang dilakukan di Kantor Kelurahan tidak difasilitasi Kantah Palu, tidak pula dilakukan Mediator Pertanahan yang ditunjuk untuk itu.
"Mediasi" itu juga tanpa tata cara yang disyaratkan Pasal 44 angka 10 Peraturan Menteri di atas yang berbunyi: Tata cara Mediasi diatur lebih lanjut dengan Petunjuk Teknis.
Atas pengkorelasian permohonan kami ke Kantah untuk membatalkan SHM pihak sebelah dengan Laporan Polisi yang dilakukan pihak sebelah, kami merasa tindakan pengkorelasian itu berpotensi sebagai tindakan campur-aduk kewenangan pejabat Kantor Pertanahan.
Penyelenggara layanan dengan kewenangan menentukan diterima-tidaknya Permohonan kami, secara nyata telah menarik masuk peristiwa atau hal lain yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Permohonan yang kami ajukan.
Laporan Polisi yang dirujuk Kantah ada pada ranah pidana.
Sementara, Permohonan yang kami ajukan semata-mata adalah mengenai penyelenggaraan Tata Usaha Negara dalam instansinya belaka. Masuk ke ranah perdata saja belum.
Lagi pula, apa yang dilaporkan kepada kami masih sebatas tuduhan oleh pelapor.
Belum berupa suatu keadaan hukum yang telah berkekuatan tetap.
Selain itu, Laporan Polisi tersebut bukanlah mengenai legalitas dokumen kepemilikan bidang tanah kami, yang sekiranya dapat mematahkan legal standing kami untuk mengajukan Permohonan kepada Kantah.
Dengan demikian pengarahan dalam surat Kantah 2 Agustus 2024 agar kami mengambil langkah ke Peradilan telah tidak berdasar pada Mediasi yang semestinya sebagaimana diatur dalam ketentuan Perundangan.
Dan kebijakan pengarahan itu dikorelasikan pada peristiwa yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pokok permohonan.
Kami rasa pengarahan itu berpotensi sebagai sebuah tindakan yang tidak prosedural/menyimpang, dan bisa menyesatkan kami sebagai Warga Negara penerima manfaat Layanan Publik.
Surat tanggapan balik yang kami layangkan tertanggal 20 Agustus itu hingga Januari 2025 ini tidak mendapat respon apa pun dari pihak Kantah.
Kantor Pertanahan Palu tetap mengacu pada balasan terakhir, yaitu surat Nomor: MP.02.03/807-72.71/VIII/2024 tertanggal 2 Agustus 2024.
Di sinilah kami merasa dibawa ke kebuntuan. Dan kami memilih membawa kebuntuan ini ke Media selaku Pilar ke-4 Demokrasi.
Dengan harapan kebuntuan ini terpecahkan.
Respon BPN Palu
Kantor ATR/BPN Kota Palu tak memberikan jawaban detail terkait curhat Canny Watae.
Petugas yangmenemui TribunPalu.com hanya memberikan balasan surat terhadap Canny Watae.
"Kami sudah kirim surat balasan," ujar petugas Kantah Palu bernama Nasir.
Dia pun enggan memberikan ketarangan lain terkait persoalan tersebut kepada TribunPalu.com.
"Maaf pak, kalau soal itu kami tidak bisa jelaskan, apalagi bapak dari pihak media," kata Nasir.
Usai memberikan jawaban, Nasir kembali ke ruang kerjanya dan menutup pintu.
Satpam Kantor Pertanahan Kota Palu sebelumnya telah menyampaikan bahwa Kepala ATR/BPN tengah cuti keluar kota.(*)
Berlibur ke Togean Menikmati Surga Tersembunyi di Garis Khatulistiwa |
![]() |
---|
Pria Pakai KTP Palu dan KTA TNI Tipu Warga di Manado, Ternyata Korban Lebih dari Satu Orang |
![]() |
---|
Pegawai Untad Protes Kebijakan Rektor Soal Pemotongan Remunerasi, Begini Tanggapan Kampus |
![]() |
---|
Kejanggalan di SMPN 7 Palu Mencuat, Ada Rekayasa SK Honorer dan Permintaan Sumbangan Penerima PIP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.