Citizen Reporter

Dialog Buruh dan NGO di Sulawesi Tengah Ungkap Jam Kerja Tinggi Jadi Faktor Kecelakaan Kerja

Jam kerja tinggi juga dihadapi juga pekerja perempuan. Mereka harus bekerja rata-rata 52 jam dalam seminggu.

Editor: mahyuddin
HANDOVER
DIALOG KESELAMATAN KERJA - Keselamatan kerja menjadi fokus pembahasan dialog sosial industri nikel bertajuk "Menuju Zero Accident di Sulawesi Tengah”. Kegiatan itu digelar organisasi buruh dan Non-Governmental Organization (NGO) di Swissbell Hotel, Jl Malonda, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu. 

Yaitu akumulasi kelelahan pekerja yang didapatkan dari tingginya waktu kerja.

Rata-rata pekerja bekerja 56 jam dalam seminggu atau 225 jam dalam sebulan.

Hal itu harus menjadi perhatian pemerintah karena tingginya jam kerja yang terus menerus dilakukan pekerja akan menghasilkan kondisi fisik yang lebih lemah dan meningkatkan paparan penyakit.

"Penelitian ini juga melihat fakta bahwa bagaimana pekerja perempuan memiliki tantangan tersendiri yang spesifik dengan gender akibat dominasi jumlah laki-laki yang ada kawasan industri. Masalah minimnya sanitasi dan permasalahan higienitas di dalam kawasan industri juga mempengaruhi ketakutan pekerja perempuan di luar isu relasi kerja," jeas Riswan.

Dia menambahkan, Jam kerja tinggi juga dihadapi juga pekerja perempuan.

Mereka harus bekerja rata-rata 52 jam dalam seminggu.

Ini menjadikan beban ganda yang dihadapi pekerja perempuan lebih berat jika disandingkan peran domestik mereka dan berakibat akumulasi lelah yang semakin tinggi.

Catur Widi dari Rasamala Hijau menambahkan, dalam kecelakaan kerja, buruh adalah korban.

Sehingga dalam setiap upaya perbaikan pada sistem kecelakaan dan kesehatan kerja harus berbasis pada upaya melindungi buruh dalam bekerja.

"Selama ini buruh seringkali jadi pihak paling lemah ketika kecelakaan kerja atau setelah kecelakaan kerja, seperti dianggap yang paling bertanggung jawab ataupun tidak lagi mendapatkan kepastian kerja akibat kecelakaan kerja. Buruh sehat saja sering jadi korban PHK, apalagi yang kena dampak kecelakaan kerja," papar Catur Widi.

Perwakilan TuK Indonesia yang hadir dalam pertemuan itu juga membagikan data penelitian terkait dampak dari pencemaran lingkungan terhadap pekerja dan warga sekitar kawasan industri Morowali.

Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK Indonesia Abdul Haris menyebutkan, komponen lingkungan pada air, udara dan tutupan lahan di sekitar kawasan industri Morowali terdapat cemaran yang melebihi ambang batas.

Baca juga: Dukung Pembangunan Daerah Tingkat Kecamatan, Bupati Banggai Resmikan Kantor Camat Toili Jaya

Khususnya, cemaran terhadap udara dapat menimbulkan risiko kesehatan serius. 

Temuan itu dibuktikan dengan laporan puskesmas Bahodopi 2023, bahwa kasus ISPA mengalami lonjakan dari tahun sebelumnya sebesar 55.527 kasus.

 Angka itu empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Dampak lebih serius akan dirasakan pekerja setelah 10 tahun. Potensi gangguan fungsi tubuh, dan yang lebih parah bisa berisiko terkena kanker karena polutan ini bersifat karsinogenik," ucap Abdul Haris.(*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved