Sulteng Hari Ini
DPRD Sulteng Tanggapi Aduan Petani di Morut yang Dianggap Kriminalisasi Oleh Perusahaan Sawit
Sebelumnya, sebanyak delapan warga lagi memenuhi panggilan Polres Morowali Utara, Rabu (26/2/2025), terkait dalam perkara dugaan tindak pidana.
Penulis: Supriyanto | Editor: Regina Goldie
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Supriyanto Ucok
TRIBUNPALU.COM, PALU - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah menerima pengaduan Serikat Petani Petasia Timur yang didampingi oleh Noval A. Saputra sebagai Konsultan Hukum dari kantor ANSOS Sulteng, Jumat (28/2/2025).
Pengaduan itu terkait dengan pemanggilan delapan orang buruh panen kelapa sawit, masing-masing atasnama Aristan, Ilham, Rustam, Amir, Sarman, Muhammad Nur Ichsan, Rukman dan Yeremia.
Sebelumnya, sebanyak delapan warga memenuhi panggilan Polres Morowali Utara, Rabu (26/2/2025), terkait dalam perkara dugaan tindak pidana perampasan atau pencurian buah sawit di areal PT ANA.
Surat panggilan bernomor S.Pgl/49/II/Res.1.8/2025/SATRESKRIM/POLRES MORUT yang ditujukan kepada warga lingkar sawit tersebut, merujuk pada laporan pengaduan dari Robby Sakti Ugi yang merupakan CDO PT ANA.
Salah satu petani yang mendapat surat panggilan tersebut, merasa kaget atas panggilan tersebut dikarenakan mereka memiliki Surat Hak Milik (SHM) yang lengkap.
Baca juga: BREAKING NEWS: Listrik Padam, Sahur Perdana di Banggai dengan Kondisi Gelap Gulita
"Kami bingung kenapa kami dikirimi surat kepolisian, padahal lahan itu jelas punya hak kepemilikan lengkap dengan SPPT dan notaris juga," katanya.
Menurutnya, panggilan kepolisian terkesan sebagai bentuk upaya untuk meredam dan mengkriminalisasi mereka sebagai warga petani yang sedang mempertahankan lahan dari PT ANA.
"Apalagi pada saat kami dimintai keterangan, penyidiknya seakan intimidatif," tuturnya.
Dirinya yang juga Ketua kelompok Jaringan Petani BERANI Morowali Utara itu mengaku, hal ini sangat tidak adil bagi mereka.
Pasalnya, perusahaan yang telah belasan tahun beroperasi tanpa mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) sama sekali tidak tersentuh oleh hukum.
Padahal setiap perusahaan perkebunan skala besar diwajibkan memiliki HGU sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021.
Kedelapan buruh panen kelapa sawit itu dituduh melakukan tindak pidana perampasan atau pencurian buah sawit.
Baca juga: 16 Daerah Tak Mampu Biayai PSU, Longki Djanggola: Bisa Pakai APBD dan APBN
Laporan disampaikan oleh pihak PT Agro Nusa Abadi (PT. ANA) pada tanggal 9 Februari 2025 kepada Polres Morowali Utara.
Dalam pengaduannya Aristan mewakili buruh panen sawit menyampaikan agar proses pemanggilan ini dihentikan karena tidak berdasar.
Ia mengatakan PT. ANA tidak memiliki legal standing untuk melakukan pelaporan atas kedelapan buruh panen sawit.
Dikarenakan tidak memiliki legalitas perizinan berupa IUP dan HGU sebagai syarat utama dalam menjalankan bisnis.
Merespon pengaduan ini, Ketua DPRD Provinsi Sulteng diwakili Wakil Ketua I DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Aristan akan menindaklanjuti hal tersebut bersama pihak-pihak terkait khususnya Polda Sulteng dan Polres Morowali Utara.
"Saya atasnama pimpinan DPRD Provinsi Sulteng meminta kepada pihak-pihak terkait khususnya Polda Sulteng dan Polres Morowali Utara agar menelaah kembali pelaporan oleh PT ANA dan menghentikan proses pemanggilan terhadap kedelapan buruh panen sawit," tegasnya saat menerima aduan di kantor DPRD Sulteng.
Baca juga: Satgas Pangan Polda Sulteng Sidak Pasar Tradisional dan Modern Jelang Ramadan 2025
"Jika benar sinyalemen bahwa PT ANA tidak memiliki legalitas perizinan dalam bentuk IUP dan HGU, maka ini dapat dikategorikan sebagai praktik kejahatan perkebunan yang telah berlangsung tahunan,"jelas Aristan.
"Karena selain merugikan petani dan masyarakat setempat dalam konflik lahan, juga berpotensi merugikan daerah karena tidak membayar kewajibannya,"lanjutnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang didalamnya memberikan ruang pembiayaan usaha perkebunan sebagaimana disebutkan dalam pasal 93 melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan hasil penghimpunan dana dari pelaku usaha perkebunan.
Dalam hal ini, Pemerintah mengatur kegiatan perkebunan kelapa sawit untuk berkontribusi terhadap pembangunan melalui skema penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Jenis perpajakan yang harus dibayar oleh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, dan Pajak Ekspor.
Potensi kerugian daerah ini tentunya harus menjadi perhatian serius pihak pemerintah daerah.
Baca juga: Hilal Tak Terlihat di Sulteng, Kanwil Kemenag Tunggu Keputusan Sidang Isbat
"Terkait hal ini, saya akan berkoordinasi dengan komisi 1 dan komisi 2 untuk segera merespon pengaduan masyarakat ini dengan memanggil pihak-pihak terkait,"kata Legislator Nasdem itu.
"Saya juga akan berkoordinasi dengan pihak Polda Sulteng untuk merespon secara proporsional dan jernih untuk melihat persoalan ini, dan saya harap agar pemerintah Gubernur Sulawesi Tengah segera mengevakuasi kembali keberadaan PT ANA," tegas Aristan. (*)
PAN Sulteng Rayakan HUT ke-27 dengan Bagikan Sembako Murah untuk Masyarakat |
![]() |
---|
Bulog Luwuk Sudah Distribusi 240 Ton Beras SPHP |
![]() |
---|
Perusahaan Tambang di Morut Diduga Tak Transparan Gunakan Sumber Air, Safri Minta Gubernur Tegas |
![]() |
---|
PMII Sulteng Desak Presiden Copot Kapolri Usai Insiden Ojol Tewas Tertabrak Rantis Brimob |
![]() |
---|
BGTK Sulteng Tegaskan Komitmen Siapkan Guru Adaptif dan Inklusif Lewat PPG |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.