DPRD Sulteng
Komisi II DPRD Sulteng Rapat Bareng Walhi dan Ekonesia, Bahas soal KPN Donggala
Dalam kesempatannya, Yogi memberikan pertanyaan mengenai kehadiran KPN di Talaga yang rencananya akan menjadi kawasan pangan.
Penulis: Supriyanto | Editor: Regina Goldie
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Supriyanto Ucok
TRIBUNPALU.COM, PALU - Komisi II DPRD Sulteng melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP) mengenai Kawasan Pangan Nusantara (KPN) di Desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala, Rabu (16/4/2025).
RDP itu dihadiri oleh Wakil ketua komisi II, Sonny Tandra, H. Suryanto, Nikolas Birro Allo, dan Marlelah.
Juga hadir Direktur Walhi Sunardi Katili bersama staf Advokasi Wandi, Direktur Ekonesia Azmi bersama manager Advokasi Yogi dan Dita.
Dalam kesempatannya, Yogi memberikan pertanyaan mengenai kehadiran KPN di Talaga yang rencananya akan menjadi kawasan pangan untuk Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.
"Tapi apakah benar kehadiran KPN Talaga mampu menjawab kebutuhan ketahanan pangan di Donggala dan Sulawesi Tengah, bahkan apakah KPN Talaga mampu mendukung kebutuhan pangan IKN di Kalimantan Timur,"ucapnya dalam RDP.
Baca juga: BREAKING NEWS: 57 Warga Binaan Lapas Parigi Tak Bisa Memilih di PSU Pilkada Parigi Moutong
Diketahui bahwa KPN Talaga merupakan percontohan kawasan pangan di Sulawesi Tengah yang mengacu pada proyek strategis nasional (PSN) serta dikaitkan dengan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
Melalui pertemuan itu, Komisi II DPRD Sulteng merekomendasikan untuk dilakukan RDP dengan stakeholders yang lebih luas.
Sehingga berbagai ketidakjelasan terkait KPN Talaga bisa terungkap ke permukaan, termasuk ketidakpastian subjek dan objek di dalam areal KPN Talaga.
Dalam RDP tersebut, pihak Ekonesia bersama Madani dan walhi sulteng mengatakan ada beberapa hal yang perlu di perjelas.
Masalah ini masih perlu diperjelas, kami sudah melakukan riset, diantaranya:
1. Status legal KPN yang hanya berdasarkan keputusan gubernur, harusnya kepres karna berstatus PSN.
2. Tidak menjalankan konsen (FPIC) dalam merancang dan memutuskan keberadaan KPN di desa talaga.
3. Tidak ada document atau naskah akademik yang berisi kajian tentang perkiraan dampak sosial dan lingkungan.
4. Tidak jelas subjek dan objek.
5. Tidak jelas badan pelaksana dan badan pengelola.
6. Tidak ada mekanisme gugatan atau komplen yang di siapkan untuk warga.
7. Tidak jelas asal usul dan sumber anggaran pengelolaan KPN.
8. Tidak ada pelibatan DPRD Provinsi dalam penetapan KPN sementara KPN berstatus proyek percontohan negara,"jelas
manager Advokasi Ekonesia, Yogi.
Berdasarkan fakta tersebut Ekonesia meninta DPRD dan pemprov sulteng untuk moratorium KPN talaga. (*)
BREAKINGNEWS: DPRD Sulteng Minta Rapid Test Makanan Jadi Syarat Wajib Dapur MBG |
![]() |
---|
Ketua Komisi IV DPRD Sulteng Imbau Dapur MBG Patuh SOP Usai Kasus Keracunan Massal |
![]() |
---|
Wakil Ketua DPRD Sulteng Syarifudin Hafid Kundapil di Desa Lambelu Morowali |
![]() |
---|
Kundapil di Lambelu Morowali, Syarifudin Hafid Serap Aspirasi Petani Soal Irigasi dan Jalan Tani |
![]() |
---|
Warning Sekolah Tak Jual Belikan Bangku Kelas, Wakil Ketua DPRD Sulteng: Laporkan ke Polisi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.