Sulteng Hari Ini

10 Tahun Hilirisasi, Kemiskinan Hanya Turun 3 Persen JATAM Sebut Efek Tambang Minim

Padahal, lanjutnya, pada periode sebelum hilirisasi (2004–2014), angka kemiskinan turun drastis sebesar 10,56%.

Penulis: Robit Silmi | Editor: Regina Goldie
ROBIT/TRIBUNPALU.COM
KEMISKINAN DITENGAH HILIRISASI - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah menilai hilirisasi nikel yang digembar-gemborkan pemerintah sebagai motor pengentasan kemiskinan, nyatanya belum memberikan dampak signifikan bagi masyarakat lokal.  

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, PALU - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah menilai hilirisasi nikel yang digembar-gemborkan pemerintah sebagai motor pengentasan kemiskinan, nyatanya belum memberikan dampak signifikan bagi masyarakat lokal. 

Data yang dipaparkan dalam diseminasi hasil kajian area larangan tambang Pulau Peling Kabupaten Banggai Kepulauan oleh KOMIU, Jl Yojokodi, Kota Palu, Senin (5/5/2025).

Menunjukkan bahwa penurunan angka kemiskinan selama satu dekade hilirisasi justru melambat dibanding periode sebelumnya.

"Sejak 2014 hingga 2024, penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara hanya 3,22 persen, dari 14,97 % menjadi 11,75 % ," ungkap JATAM Sulawesi Tengah, Dhani. 

Padahal, lanjutnya, pada periode sebelum hilirisasi (2004–2014), angka kemiskinan turun drastis sebesar 10,56 % .

Baca juga: Iksan-Iriane Tambah Jumlah Ambulans dan Genset untuk Warga Kepulauan di Morowali

Dhani menyebut kondisi ini sebagai bukti bahwa masifnya aktivitas tambang dan pembangunan smelter tidak serta-merta menyejahterakan warga. 

"Fakta ini membantah klaim bahwa hilirisasi adalah solusi ekonomi. Justru saat ekonomi berbasis pertanian seperti kakao dan kelapa, penurunan kemiskinan lebih signifikan," ujarnya.

Lebih lanjut Ia menyebut bahwa upaya hilirisasi hanya memperkuat dominasi korporasi tanpa memperbaiki kondisi dasar masyarakat lingkar tambang

"Jumlah penduduk miskin yang berkurang di periode hilirisasi hanya 2.310 jiwa, jauh di bawah periode pra-hilirisasi yang mencapai 8.650 jiwa," jelasnya.

Diseminasi ini juga dihadiri Direktur Walhi Sulteng, Sunari Katili, yang mengkritik penetapan dua kawasan industri nikel PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PT Stardust Estate Investment (SEI) sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas). 

Baca juga: Iksan-Iriane Tambah Jumlah Ambulans dan Genset untuk Warga Kepulauan di Morowali

Menurutnya, perlindungan negara lebih berpihak kepada industri dibanding rakyat.

"Yang dijaga ketat adalah pabrik, bukan warga yang terdampak langsung oleh polusi dan konflik lahan," kata Sunari.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved