Sulteng Hari Ini

PGRI Sulteng Usulkan Konsep Sekolah Berkalam Perkuat Peran Budaya dalam Pendidikan

Ia mengusulkan sebuah pendekatan yang disebut “Sekolah Berkalam”—singkatan dari Sekolah yang Berkarakter Akhlak Mulia.

|
Penulis: Zulfadli | Editor: Fadhila Amalia
Fadhila
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Sulawesi Tengah, Syam Zaini mendorong penguatan peran budaya dalam sistem pendidikan sebagai langkah strategis mendukung gerakan Sulteng Nambaso dalam forum Motutura (Dialog Budaya) yang digelar Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulawesi Tengah di Aula BPSDM Sulteng, Kelurahan Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Kamis (15/5/2025). 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU - Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Sulawesi Tengah, Syam Zaini, mendorong penguatan peran budaya dalam sistem pendidikan sebagai langkah strategis mendukung gerakan Sulteng Nambaso.

Konsep tersebut ia sampaikan dalam forum Motutura (Dialog Budaya) yang digelar Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulawesi Tengah di Aula BPSDM Sulteng, Kelurahan Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Kamis (15/5/2025).

Baca juga: OJK Tempuh Kebijakan Jaga Stabilitas Sektor Jasa Keuangan

Dalam forum bertema Gerak Sekata dalam Pemajuan Keragaman Budaya untuk Sulteng Nambaso, Syam memaparkan pentingnya pendidikan yang berbasis nilai-nilai budaya lokal dan keagamaan. 

Ia mengusulkan sebuah pendekatan yang disebut “Sekolah Berkalam”—singkatan dari Sekolah yang Berkarakter Akhlak Mulia.

Menurut Syam Zaini pendidikan dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. 

Pendidikan adalah wujud dari budaya, sementara budaya adalah hasil dari proses pendidikan. Karena itu, keduanya harus berjalan selaras dalam sistem pembangunan sumber daya manusia.

Baca juga: Sekretaris Komisi III DPRD Sulteng Nilai UU HKPD Belum Cerminkan Keadilan Fiskal bagi Daerah

“Selama ini kebudayaan sering berada di bawah bayang-bayang pendidikan. Padahal seluruh proses pendidikan sejatinya adalah praktik budaya,” ujarnya di hadapan peserta forum. 

Ia menilai pemisahan urusan pendidikan dan kebudayaan di Sulteng merupakan langkah positif yang memungkinkan kedua sektor tumbuh secara mandiri namun tetap saling menguatkan.

Syam Zaini juga menekankan pentingnya menjadikan ruang kelas sebagai miniatur masyarakat yang mencerminkan keberagaman budaya. 

Ia menyebut Kota Palu sebagai contoh paling nyata dari keberhasilan pengelolaan pluralisme budaya di Sulteng, menurutnya tidak bisa diseragamkan dengan model “melting pot” seperti di negara lain.

“Setiap kelas di sekolah harus menjadi taman subur untuk menumbuhkan budaya keragaman yang sehat. Ini perlu menjadi komitmen bersama, tidak hanya guru tapi juga semua pemangku kepentingan pendidikan,” tuturnya.

Syam Zaini menyoroti posisi geografis Sulawesi Tengah yang strategis sebagai episentrum pertemuan budaya. Namun, 

Ia mengingatkan bahwa keunggulan ini tidak akan berdampak bila tidak didukung oleh keterbukaan masyarakat terhadap perbedaan.

Dalam paparannya, Syam Zaini juga menekankan bahwa gerakan “Sulteng Nambaso” (anak miskin bisa sekolah) bukan sekadar program sosial, tetapi merupakan bentuk budaya luhur yang perlu dirawat secara kolektif.

Baca juga: BMA Sulteng Gelar Dialog Motutura, Bahas Pemajuan Budaya dan Hak Masyarakat Adat

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved