Poso Hari Ini

Majelis Sinode GKST Tegaskan Dukungan Bagi Korban Kekerasan Seksual

Wakil Bupati Poso, Suharto Kandar, yang turut hadir dalam aksi tersebut menyampaikan dukungan penuh pemerintah daerah terhadap penanganan tegas.

Editor: Regina Goldie
HANDOVER
DUKUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN SEKSUAL - Sekitar 300 orang dari berbagai organisasi dan lembaga mengikuti Aksi Orasi Damai Menolak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (5/6/2025). 

TRIBUNPALU.COM, TENTENA – Sekitar 300 orang dari berbagai organisasi dan lembaga mengikuti Aksi Orasi Damai Menolak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (5/6/2025).

Aksi ini menjadi panggung solidaritas dan seruan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual, yang tidak boleh lagi diselesaikan secara kekeluargaan.

Wakil Bupati Poso, Suharto Kandar, yang turut hadir dalam aksi tersebut menyampaikan dukungan penuh pemerintah daerah terhadap penanganan tegas semua kasus Kekerasan Seksual

“Penyelesaian secara kekeluargaan tidak dibenarkan untuk kasus Kekerasan Seksual Semua harus diusut tuntas melalui jalur hukum,” tegas Kandar.

Baca juga: Parigi Moutong Sumbang 80 Persen Lahan Durian Teregistrasi untuk Ekspor ke China

Dukungan serupa datang dari DPRD Kabupaten Poso melalui Anggota Dewan, Sesi Mapeda, yang meminta pihak kepolisian mengawal seluruh proses hukum agar kasus-kasus kekerasan seksual tidak lagi diselesaikan melalui pendekatan non-yudisial.

Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), melalui Ketua II Pdt. Robinsor Perutu, juga menyatakan bahwa gereja berpihak kepada korban.

Ia menegaskan pentingnya pendampingan terhadap korban serta mengajak warga jemaat untuk berani bersuara dan melaporkan kekerasan yang dialami.

“Gereja berpihak kepada mereka yang menderita,” ujarnya.

Aksi orasi ini diinisiasi oleh tiga pendeta perempuan: Pdt. Lenny Palese, Pdt. Bertha Toganti, dan Pdt. Ruth Parwata.

Mereka tergerak setelah mendiskusikan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Poso, di mana pelaku sering kali berasal dari lingkungan terdekat korban seperti ayah, guru, pembimbing rohani, atau tetangga.

Baca juga: Peringati Hari Lingkungan Hidup Internasional, KARAMHA Sulteng Dorong Ranperda PPMHA

Korban kerap tidak berani mengungkapkan kekerasan yang dialami karena takut, tekanan, dan rasa malu yang dianggap membawa aib bagi keluarga.

Menurut Pdt. Lenny, sebagian kasus memang telah dilaporkan ke pihak berwenang.

Namun, banyak yang justru diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice oleh keluarga, lembaga adat, maupun pihak kepolisian. Padahal, sesuai UU TPKS No. 12 Tahun 2022, penyelesaian semacam itu tidak diperbolehkan untuk kasus Kekerasan Seksual

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved