Trump Beri Dana Kemanusiaan Rp489 Miliar untuk Gaza, Tapi Ada Polemik

Pemberian hibah ini merupakan keputusan Presiden Donald Trump yang mengikuti arahan prioritas dari Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri.

Editor: Regina Goldie
Truth Social/@realDonaldTrump
TRUMP DI GEDUNG PUTIH - Foto diambil dari akun Trump di Truth Social, Selasa (24/6/2025). Trump hibahkan dana sebesar 30 juta dolar AS atau setara Rp489 miliar kepada Yayasan Kemanusiaan di Gaza, untuk mengurangi penderitan sipil. 

Sehingga sulit memastikan apakah dana bantuan benar-benar digunakan untuk warga sipil atau disalurkan ke pihak lain.

Alasan ini yang membuat banyak pihak meragukan integritas dan pengelolaan internal yayasan.

Pejabat AS Khawatir Bantuan Dorong Kekerasan

Kekhawatiran serupa juga turut dilontarkan reaksi keras dari sejumlah pejabat dalam negeri. Mereka menolak pendanaan tersebut dengan alasan keamanan dan kredibilitas lembaga penerima.

Beberapa pejabat di Washington menilai bahwa GHF tidak memiliki pengalaman memadai dalam menangani operasi besar di wilayah konflik seperti Gaza.

Mereka khawatir organisasi ini tidak memiliki sistem distribusi yang kuat dan akuntabel, sehingga rawan penyimpangan dan salah sasaran.

Selain itu, terdapat dugaan keterlibatan perusahaan swasta dalam proyek bantuan ini. Perusahaan-perusahaan tersebut dinilai mengambil keuntungan besar dari operasi kemanusiaan, sementara warga sipil tetap menderita.

“Dana publik seharusnya tidak jatuh ke tangan pihak komersial di tengah krisis kemanusiaan,” ujar salah satu pejabat yang enggan disebutkan namanya.

Selain itu beberapa pejabat AS menolak pendanaan ini karena kekhawatiran terhadap risiko kekerasan di lapangan.

Dalam beberapa kasus, penyaluran bantuan berujung pada kekacauan. Lebih dari 400 warga Palestina dilaporkan tewas saat mencoba mendapatkan bantuan.

Beberapa di antaranya meninggal karena terinjak-injak dalam antrean panjang, sementara yang lain terkena tembakan karena kericuhan yang terjadi tak terkendali.

Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar terkait kesiapan dan keamanan dalam penyaluran bantuan, terutama ketika melibatkan lembaga yang dianggap belum memiliki struktur operasional yang solid di medan berbahaya.

"Mayoritas korban ditembak atau dibombardir saat mendekati lokasi distribusi yang berada di zona militer," kata Jonathan Whittall, pejabat senior PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki.

"Sisanya tewas karena ditembaki pasukan Israel atau terjebak dalam kekacauan akibat geng bersenjata." tambahnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved