Mahkamah Konstitusi Putuskan Pemilu Nasional dan Pilkada Daerah Tak Serentak Mulai 2029
Adapun pelaksanaan Pemilu dan Pilkada harus ada jeda maksimal 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
TRIBUNPALU.COM - Pemilihan Umum (Pemilu) serta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tak lagi digelar serentak mulai tahun 2029.
Hal tersebut setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan, Kamis (26/6/2025).
Adapun pelaksanaan Pemilu dan Pilkada harus ada jeda maksimal 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
Berkaca dari pengalaman Pemilu dan Pilkada 2024, masih banyak masalah yang timbul akibat pelaksanaan yang serentak.
Seperti halnya tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu hingga ancaman terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Gratiskan Biaya SD-SMP Negeri dan Swasta, Kecuali Berkurikulum Internasional
Selain itu, pelaksanaan yang berhimpitan juga berimplikasi pada partai politik.
"Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum," kata Hakim Arief Hidayat.
Kini, Mahkamah Konstitusi menyatakan norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa:
"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota."
Dengan pemaknaan tersebut, MK menegaskan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada secara serentak tidak bisa lagi dilakukan dalam satu waktu bersamaan.
Norma-norma lain terkait model penyelenggaraan pemilu ke depan pun harus disesuaikan dengan makna tersebut.
Pemilih Jenuh dan Tidak Fokus
Dari sisi pemilih, Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan bahwa waktu penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, juga berpotensi membuat pemilih jenuh dengan agenda pemilihan umum.
Bahkan, lanjut Wakil Ketua MK Saldi Isra, jika ditelusuri pada masalah yang lebih teknis dan detail, kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang menggunakan model 5 kotak.
“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.
3 Calon Ketua Umum PSI Hadir, Ribuan Kader Padati Graha Saba Buana Solo |
![]() |
---|
Komisi III DPR RI Gelar RDPU Bahas Putusan MK Terkait Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal |
![]() |
---|
Sidang DKPP, Ketua KPU Banggai Ungkap Alasan Laporkan Mantan Anggota PPK Batui ke Polisi |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: DKPP Sidangkan Perkara Dugaan Pelanggaran Etik Komisioner KPU Banggai |
![]() |
---|
LPSK Sosialisasikan Perpanjangan Waktu Pengajuan Kompensasi Korban Terorisme Masa Lalu di Sulteng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.