Manfaat Daun Kelor bagi Penderita Kanker Serviks

TRIBUNPALU.COM - Daun Kelor (Moringa oleifera) kembali menjadi sorotan dunia kesehatan berkat khasiat alaminya dalam membantu pengobatan berbagai penyakit kronis, termasuk Kanker Serviks.

Penelitian dan pengalaman para ahli gizi menyebutkan bahwa Daun Kelor bagi penderita Kanker Serviks memiliki potensi besar dalam meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu melawan pertumbuhan sel kanker.

Kanker Serviks adalah salah satu jenis kanker paling mematikan yang menyerang organ reproduksi wanita.

Penyakit ini umumnya disebabkan oleh infeksi Human Papillomavirus (HPV) dan sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Oleh karena itu, pengobatan dan pencegahan alami sangat penting untuk mendukung terapi medis.

Daun kelor (Moringa oleifera) tersebar luas di Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong.

Kandungan Gizi Daun Kelor

Daun Kelor dikenal sebagai superfood karena kandungan nutrisinya yang sangat tinggi.

Beberapa senyawa aktif di dalamnya, seperti flavonoid, saponin, tannin, serta vitamin C dan E, berperan penting sebagai antioksidan yang dapat menetralisir radikal bebas dalam tubuh.

Radikal bebas inilah yang menjadi salah satu pemicu utama kerusakan DNA dan pertumbuhan sel kanker.

“Daun Kelor mengandung senyawa antioksidan tinggi yang terbukti dapat membantu menghambat perkembangan sel kanker, termasuk Kanker Serviks,” ungkap dr. Sinta Wulandari, Sp.Onk, seorang ahli onkologi dari Jakarta.

Daun Kelor sebagai Terapi Pendukung Kanker Serviks

Meskipun bukan pengganti terapi medis seperti kemoterapi atau radioterapi, penggunaan Daun Kelor sebagai terapi pendamping dinilai aman dan efektif.

Kandungan fitokimia dalam Daun Kelor juga memiliki sifat anti-inflamasi dan imunomodulator yang dapat membantu memperkuat sistem imun penderita kanker.

Studi awal yang dilakukan oleh sejumlah peneliti di India dan Filipina menunjukkan bahwa ekstrak Daun Kelor mampu menghambat pertumbuhan sel kanker pada hewan uji.

Namun, penelitian lanjutan pada manusia masih diperlukan untuk memastikan dosis dan efektivitasnya secara klinis.