Hari Integrasi Timor Timur diperingati Setiap 17 Juli, Ini Sejarahnya
Timor Timur menjadi wilayah Indonesia pada 17 Juli 1976 setelah sebelumnya menjadi wilayah di bawah kekuasaan kolonial Portugis.
Berikut ini kronologi pisahnya Timor Timur dan NKRI, dirangkum dari buku Timor Timur Satu Menit Terakhir (2008) suntingan August Parengkuan dan kawan-kawan:
19 Desember 1998
Perdana Menteri Australia, John Howard, mengirim surat kepada Presiden B.J. Habibie. Howard mengusulkan agar pemerintah RI meninjau ulang pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Timor Timur.
Baca juga: Edukasi Keselamatan Berlalu Lintas, Polres Parigi Moutong Sambangi Warga di Pasar Sentral
25 Januari 1999
Digelar rapat untuk membahas surat Howard. “Tolong dipelajari. Apakah setelah 22 tahun bergabung dengan Indonesia, masyarakat Timtim masih merasa belum cukup bersatu dengan kita. Bagaimana kalau kita pisah baik-baik saja melalui Sidang Umum MPR?” kata Presiden Habibie waktu itu.
27 Januari 1999
Ali Alatas selaku Menteri Luar Negeri RI mengumumkan menawarkan opsi otonomi khusus yang sangat diperluas kepada Timor Timur. Jika ditolak, maka pemerintah Indonesia akan merelakan Timor Timur. Sempat terjadi pro-kontra di internal kabinet saat itu.
Maret-April 1999
Terjadi serangkaian peristiwa menegangkan di Timor Timur, antara lain eksodus massal warga pendatang, kekerasan di Gereja Liquica yang menyebabkan ratusan orang harus mengungsi, hingga kerusuhan besar di Dili yang menelan korban jiwa.
21 April 1999
Kelompok pro-otonomi dan pro-kemerdekaan menandatangani kesepakatan damai di kediaman Uskup Belo dengan disaksikan langsung oleh Menhankam/Pangab Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto, serta beberapa tokoh lainnya.
27 April 1999
Presiden Habibie menggelar pertemuan dengan John Howard. Habibie mengungkapkan akan melaksanakan penentuan pendapat untuk mengetahui kemauan rakyat Timor Timur.
5 Mei 1999
Menlu RI Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama, bersama Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani kesepakatan pelaksanaan penentuan pendapat rakyat Timor Timur di Markas PBB New York. Dua hari kemudian, Sidang Umum PBB menerima dengan bulat hasil kesepakatan itu.
17 Mei 1999
Presiden Habibie mengeluarkan Kepres No.43/1999 tentang Tim Pengamanan Persetujuan RI-Portugal tentang Timor Timur, kemudian dikuatkan dengan Inpres No.5/1999 tentang Langkah Pemantapan Persetujuan RI-Portugal.
16-18 Juni 1999
Perwakilan kelompok pro-otonomi dan pro-kemerdekaan Timor Timur bertemu di Jakarta. Kedua kubu mereka sepakat menyerahkan senjata kepada PBB atau pemerintah RI.
30 Agustus 1999
Setelah terjadi serangkaian konflik, penentuan pendapat rakyat Timor Timur dilaksanakan. PBB mengumumkan hasilnya: 78,5 persen menolak otonomi, 21 persen menerima otonomi, sisanya tidak sah. Dengan demikian, Timor Timur dipastikan bakal segera lepas dari NKRI.
Baca juga: Kolaborasi Proyek RIMBA, Kementerian ATR/BPN Gandeng Tiga Universitas
26 Oktober 1999
Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang menggantikan Habibie, menandatangani surat keputusan pembentukan UNTAET atau pemerintahan transisi di Timor Timur.
30 Oktober 1999
Bendera Merah Putih diturunkan dari Timor Timur dalam upacara yang sangat sederhana. Media dilarang meliput acara ini, kecuali RTP Portugal.
20 Mei 2002
Timor Timur resmi menjadi negara merdeka bernama Timor Leste.(*)
Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com
PODSI Sulteng Dukung Penuh Fathur Razaq Jadi Calon Ketua KONI 2025-2029 |
![]() |
---|
Aktivitas PT QMB di IMIP Diduga Bermasalah, Legislator PKB Singgung Soal Praktik Main Mata |
![]() |
---|
PMI Morut Sosialisasikan Mitigasi Bencana Gempa di GKST Bethesda Mayumba |
![]() |
---|
DSLNG Dorong Upaya Perlindungan Digital bagi Jurnalis Perempuan di Palu |
![]() |
---|
Fraksi PDIP DPRD Donggala Terima dan Setujui Ranperda RPJMD 2025-2029 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.