JKN BPJS Kesehatan, Tali Penolong ODGJ di Griya PMI Solo Rawat Jiwa dan Raga dengan Pelayanan Setara
Griya Peduli PMI Solo dibagi menjadi dua bagian, pertama Griya Peduli untuk warga ODGJ dan ODMK. Yang kedua Griya Lansia.
Penulis: Imam Saputro | Editor: Imam Saputro
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Awal Desember 2016, kemunculan wanita paruh baya di kawasan Solo utara membuat geger warga. Mengenakan pakaian compang camping, wanita itu tampak menimang bayi di gendongan. Warga curiga, musababnya, Kota Solo tengah dilanda isu penculikan anak. Takutnya, wanita itu hanya berdandan gila untuk menculik anak. Tak menunggu lama, wanita itu kemudian diamankan ke Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Jebres, Solo. Setelah diperiksa polisi, ternyata “bayi” dalam gendongannya hanyalah boneka. Dengan kondisi linglung dan pakaian compang camping, wanita itu akhirnya dibawa ke di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainudin, Solo.
Berdasarkan pemeriksaan dokter jiwa, wanita tersebut memang mengidap gangguan kejiwaan. Setelah dirawat beberapa saat di RSJD, ia dititipkan di Griya Palang Merah Indonesia (PMI) Solo. “Kejadian ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) dikira menculik bayi itu sempat jadi perbincangan dimana-mana, viral kalau istilah zaman now, kami memanggilnya Bu BM (bukan nama sebenarnya),” cerita Kepala Seksi Pelayanan Sosial Griya PMI Solo, Eny Wulandari, ketika berbincang dengan TribunSolo.com, Selasa, 22 Juli 2025.
BM dititipkan di Griya PMI tanpa identitas kependudukan, karena kondisinya masih belum stabil, ia hanya mengingat nama tanpa tahu asalnya. “Sesuai prosedur, orang yang terlantar dan identitasnya tidak diketahui maka diperiksa sidik jari dan retinanya oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil),” terang Eny. Ada dua kemungkinan, pertama datanya sudah terekam di database Capil atau belum. “Di kasus Bu BM, karena sudah terlantar di jalanan lebih dari 20 tahun, datanya belum terekam di data e-KTP, maka dibuatkan identitas baru dengan alamat Griya PMI,” kata Eny. Pemberian identitas baru ini bertujuan agar warga (sebutan penghuni Griya PMI) bisa mendapatkan pengobatan yang setara dan berkesinambungan melalui program BPJS Kesehatan yakni jadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional kategori Penerima Bantuan Iuran (JKN PBI).
“Salah satu kunci perawatan ODGJ itu pengobatan dari dokter dan pemberian obat secara berkelanjutan, dengan jadi peserta JKN, maka obat dan konseling bisa gratis,” ujarnya. ”Nah misal tidak tertanggung di JKN PBI tentu bisa menghambat proses “penyembuhan” itu sendiri,” kata dia.
Eny mengatakan tujuan dari perawatan warga di Griya PMI adalah kestabilan dari warga agar bisa bermasyarakat lagi. “Contoh riil adalah Bu BM tadi, di 2023, Bu BM bisa kembali ke keluarga di Jawa Timur, karena lama-lama beliau ingat alamat rumahnya, kemudian ada petugas yang crosscheck dan masih ditemukan keluarganya, lalu kami serahkan ke keluarga” ungkap Eny bangga. “Sinergi antara perawatan dengan lingkungan yang mendukung, konseling dengan dokter dan obat yang tidak putus jadi faktor pendukung Bu BM bisa stabil dan kembali ke keluarga,” tambahnya.

Eny tak memungkiri ODGJ yang tidak diobati dan bahkan terlantar di masyarakat ada potensi menimbulkan masalah. Contoh terbaru kasus J, pria Solo yang viral karena merusak mobil dinas di Balai Kota Solo awal Juni 2025. “ Bapak J setelah dirawat di RSJD, dititipkan di sini, sekarang masih agak tinggi nadanya kalau ketemu orang, tapi sudah tidak merusak atau ngamuk, pelan-pelan, yang penting obat dan ke dokternya rutin,” terang Eny.
Idealnya, kata Eny, bagi masyarakat yang memilki keluarga ODGJ dan ODMK (Orang dengan Masalah Kejiwaan) sebaiknya memeriksakan diri secara rutin ke fasilitas kesehatan. “Jangan malah dijauhi atau bahkan dipasung, pakai JKN saja bisa, ke faskes pertama lalu ke rumah sakit rujukan, termasuk tertanggung BPJS jadi gratis,” kata dia. “Jangan takut nebus obatnya, gratis, yang dibutuhkan adalah kesabaran keluarga untuk mendampingi rutin kontrol dan minum obat,” tambahnya.
Dalam pengobatan ODGJ dan ODMK yang membutuhan waktu panjang dan berkesinambungan, Eny mengakui JKN PBI sangat membantu para warga. “Sekali kontrol ke dokter dan obat untuk sebulan itu kira-kira habis 200 sampai satu juta rupiah, kalau tidak di-cover JKN tentu menghambat penyembuhan, apalagi mayoritas warga Griya PMI dulu orang terlantar yang tidak punya keluarga apalagi penghasilan untuk membayar obat,” beber Eny. Dengan adanya pengobatan yang ditanggung BPJS Kesehatan, lanjutnya, maka harapan para warga yang mengalami masalah kejiwaan bisa stabil dan bisa kembali ke tengah masyarakat. “Atau kalau yang sudah terlantar lama dan keluarganya tidak diketahui, tetap tinggal disini dan membantu kami merawat warga lain yang belum stabil,” ujarnya.
Warga Griya PMI terdaftar di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Puskesmas Sibela, Mojosongo yang berjarak 1,5 km dari griya. “Nanti dari Sibela dirujuk ke RSJD Solo atau ke RS Hermina, tergantung dokternya, cuma karena sudah kerja sama, jadi rujukan bisa mudah,” kata Eny.
Eny menjelaskan Griya Peduli PMI Solo dibagi menjadi dua bagian, pertama Griya Peduli untuk warga ODGJ dan ODMK. Yang kedua Griya Lansia untuk merawat orang yang sudah lanjut usia. Data per Juli 2025, Griya PMI mempunyai 112 warga dengan rincian 26 warga di Griya Lansia. Sementara 86 sisanya adalah warga Griya Peduli, yang khusus merawat ODGJ dan ODMK. “Dari 112 itu hanya 3 yang belum masuk JKN, karena masalah administrasi dan ini sedang diupayakan untuk bisa ikut,” terangnya.
JKN PBI BPJS Kesehatan juga sangat membantu merawat warga di Griya Lansia. “Kalau di Griya Peduli kontrol dan obat setiap bulan, di warga Griya Lansia kebanyakan soal penyakit degeneratif, kalau dokter jaga di sini sudah tidak bisa mengatasi ya kami rujuk ke RS Moewardi atau RS Hermina, pakai BPJS juga,” kata dia. Pelayanan kesehatan untuk warga Griya PMI diakui Eny mendapatkan pelayanan yang setara dan tidak membeda-bedakan. “Baik warga Griya Pedulia atau Griya Lansia, sama pelayanannya ketika ke rumah sakit,” ungkapnya.
Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Solo, Triana Rahmawati mengatakan ODGJ dan ODMK bisa stabil dan beraktivitas normal di masyarakat, dengan syarat rutin meminum obat dan tidak ada sesuatu yang memicu jiwa mereka kembali terguncang. “Bisa diilustrasikan seperti diabetes. Hal itu tetap ada di jiwa mereka, tapi bisa dikontrol asal rutin minum obat dan tidak ada trigger yang memicu,” kata Tria.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, Debbie Nianta Musigiasari melalui JAMKESNEWS menyatakan Kota Solo meraih Universal Health Coverage (UHC) sejak 2018, dengan capaian per Agustus 2024 di angka 98,58 persen. Debbie merinci kategori Penerima Bantuan Iuran dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (PBI APBN) sebanyak 194.501 jiwa, Pekerja Penerima Upah (PPU) 181.824 jiwa, Penerima Bantuan Iuran dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (PBI APBD) sebanyak 100.724 jiwa, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) sebanyak 81.276 jiwa, dan Bukan Pekerja (BP) sebanyak 20.960 jiwa.
Kerja sama Dukcapil dengan BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Catatan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, BPJS Kesehatan telah mengakses data NIK hampir 2 miliar akses, dengan rata-rata 700 ribu akses per harinya.
PMI Morut Sosialisasikan Mitigasi Bencana Gempa di GKST Bethesda Mayumba |
![]() |
---|
Iuran BPJS Kesehatan Akan Naik 2026, Sri Mulyani Ungkap Alasannya |
![]() |
---|
Dekan FKM Untad Apresiasi Program BJPS Kesehatan Goes To Campus, Siap Tanggung Iuran Pertama |
![]() |
---|
BPJS Kesehatan Goes to Campus, Edukasi Mahasiswa FKM Untad tentang Pentingnya JKN |
![]() |
---|
Telekolekting Bantu Peserta JKN Bayar Iuran Tepat Waktu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.