Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi
TRIBUNPALU.COM, PALU - Kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan di Kabupaten Sigi dan Kota Palu, Sulawesi Tengah, menuai kecaman keras dari berbagai pihak, Minggu (25/5/2025).
Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Yayasan Sikola Mombine, Nur Safitri Lasibani.
Baca juga: Desak Tambang Dikelola Secara Adil, Warga Kayuboko Parimo Tertibkan Alat Berat
Dalam pernyataan sikap tertulis yang diterima redaksi, Nur Safitri Lasibani mengecam keras dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dua anggota keluarga dekat terhadap tiga anak perempuan, masing-masing berusia 6 tahun 6 bulan, 14 tahun, dan 15 tahun.
“Kasus ini tidak hanya mengoyak rasa kemanusiaan kita, tetapi juga menjadi alarm keras atas rapuhnya sistem perlindungan anak di lingkungan terdekat mereka yang seharusnya menjadi ruang aman justru menjadi tempat penuh luka dan ketakutan,” tulis Nur Safitri Lasibani.
Yayasan Sikola Mombine mendesak Polda Sulawesi Tengah untuk segera menangkap dan menahan seluruh pelaku tanpa pandang bulu.
Baca juga: Honda Sulteng Edukasi Konsumen Pentingnya Pemanfaatan Kartu Servis Gratis
Proses hukum, kata dia, harus dilakukan secara cepat, transparan, dan berpihak pada korban.
Selain itu, ia meminta Dinas Perlindungan Anak bersama instansi terkait agar segera memberikan layanan pemulihan psikologis dan medis kepada para korban, termasuk perlindungan khusus dan pemisahan total dari lingkungan yang berisiko.
“Kami juga mendorong pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga layanan untuk tidak tinggal diam. Penanganan kekerasan seksual terhadap anak adalah tanggung jawab kolektif,” tambahnya.
Baca juga: Begini Reaksi Ayah Lesti Kejora usai Putrinya Dilaporkan Yoni Dores Terkait Pelanggaran Hak Cipta
Yayasan Sikola Mombine menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses hukum dan pemulihan korban agar kasus ini tidak berhenti pada laporan semata.
“Kekerasan seksual terhadap anak adalah bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan harus ditindak dengan cara luar biasa pula baik dalam penegakan hukum maupun pemulihan yang holistik,” pungkas Nur Safitri.(*)