Siapa Subhan? Warga Sipil yang Berani Gugat Ijazah Gibran hingga Rp125 Triliun

Kontroversi seputar keabsahan Ijazah milik Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, kini mulai masuk ranah hukum.

Editor: Lisna Ali
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
GIBRAN DIGUGAT - Foto Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa, (17/12/2024). Seorang advokat bernama HM Subhan secara resmi melayangkan gugatan perdata terhadap Wapres Gibran, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). 

TRIBUNPALU.COM - Kontroversi seputar keabsahan Ijazah milik Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, kini mulai masuk ranah hukum.

Seorang advokat bernama HM Subhan secara resmi melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Gugatan ini tidak main-main.

HM Subhan menuntut majelis hakim untuk menyatakan Gibran tidak sah sebagai Wakil Presiden periode 2024-2029.

Ia berargumen bahwa Ijazah yang digunakan putra sulung mantan Presiden Joko Widodo itu sebagai salah satu syarat pendaftaran calon wakil presiden dianggap tidak asli alias palsu.

Selain tuntutan pembatalan jabatan, gugatan ini juga memuat klaim ganti rugi yang sangat fantastis.

Penggugat meminta majelis hakim memutuskan Gibran untuk membayar uang ganti rugi sebesar Rp125 triliun kepada negara.

Jumlah ini ditambah lagi dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp10 juta yang juga dialamatkan kepada negara.

Baca juga: Bangun Pasar untuk Rakyat, Bupati Morowali Ingatkan Kontraktor Tak Main-Main

Secara spesifik, gugatan perdata ini menyasar Gibran Rakabuming Raka sebagai Tergugat I dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Tergugat II.

KPU digugat karena dianggap meloloskan Gibran sebagai calon wakil presiden dengan ijazah yang diragukan keabsahannya.

Langkah berani yang diambil Subhan ini membuat namanya menjadi sorotan publik.

Banyak pihak yang bertanya-tanya mengenai siapa sosok di balik gugatan kontroversial tersebut.

Namun, tidak banyak informasi yang beredar mengenai HM Subhan.

Baca juga: Warga Gugat Wapres Gibran Rp 125 Triliun, Persoalkan Keabsahan Ijazah SMA

Sosok Subhan

Berdasarkan laporan yang ada, Subhan adalah seorang warga sipil asal Indonesia.

Ia diketahui berprofesi sebagai seorang advokat.

Subhan tercatat tinggal di wilayah Jakarta Barat.

Gugatan perdata yang diajukannya ini secara jelas dicatat dalam petitum yang telah dimasukkan ke PN Jakpus.

Secara definisi, gugatan perdata merupakan tindakan hukum yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum di pengadilan.

Gugatan ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara individu atau organisasi, yang berbeda dengan perkara pidana yang fokus pada pelanggaran terhadap negara.

7 Poin Gugatan Subhan

Ada tujuh poin petitum gugatan perdata yang dilayangkan Subhan.

Satu di antaranya meminta majelis hakim menghukum Gibran membayar uang ganti rugi Rp 125 triliun kepada negara.

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiel dan imateriel kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum yang dikonfirmasi oleh Jubir II PN Jakpus, Sunoto, Rabu (3/9/2025) dilansir Kompas.com.

Sunoto mengonfirmasi, uang pengganti kerugian materiel dan imateriel ini merupakan salah satu bunyi petitum yang diajukan penggugat.

Sebabnya, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.

Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. 

"Untuk penggugat H.M Subhan seorang advokat di Jakarta Barat. Untuk tergugatnya itu, tergugat satu Gibran Rakbuming Raka, tergugat dua Komisi Pemilihan Umum," jelasnya.

Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah. 

“Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029,” tulis petitum ini.

Dalam petitumnya, Subhan juga meminta majelis hakim untuk memerintahkan negara untuk melaksanakan putusan ini walaupun nantinya ada proses banding atau kasasi yang diajukan oleh para tergugat.

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100.000.000 (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini,” ujar petitum lagi. 

Berdasarkan penelusuran di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan perkara ini sudah terunggah dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Ps

Perkara ini disebutkan didaftarkan pada Jumat (29/8/2025) lalu. Sementara, sidang perdana untuk gugatan ini akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025).

Saat dihubungi, Subhan menyoroti riwayat sekolah Gibran.

Alasan menggugat Gibran karena Subhan meyakini bahwa putra sulung Jokowi itu tak punya ijazah SMA asli.

Menurut Subhan, syarat pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden dinilai tidak memenuhi ketentuan.

"Syarat menjadi Cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi, Rabu (3/9/2025).

Baik Gibran dan KPU, keduanya diduga melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).

“PMH perdata bersama KPU,” kata Subhan menambahkan.

Penelusuran di laman Info Pemilu KPU, Gibran tercatat menempuh pendidikan sekolah menengah atas dua kali. Pertama di Orchid Park Secondary School Singapore pada 2002- 2004, lalu di UTS Insearch Sydney saat 2004 -2007.

Berikut 7 poin isi petitum gugatan Subhan:

1. Mengabulkan Gugatan dari Penggugat untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II bersama-sama telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan segala akibatnya.

3. Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024 - 2029.

4. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125.000.010.000.000,- (seratus dua puluh lima triliun sepuluh juta rupiah), dan disetorkan ke Kas Negara.

5. Menyatakan Putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum banding, kasasi dari Para Tergugat.

6. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini.

7. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.

Gugatan Terhadap Gibran Bukan yang Pertama

Gibran juga pernah digugat pada 2023 lalu ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang Pilpres 2024.

Hal ini terkait Gibran yang saat itu belum berusia 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Adapun Pasal 169 huruf q UU Pemilu berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.

Namun MK  menolak gugatan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Brahma Aryana itu.

Pasal 169 huruf q  dimaknai atau ditambahkan normanya oleh MK melalui putusan nomor 90 sebagai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Sehingga Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto dalam Pemilu Presiden 2024.(*)

Artikel telah tayang di Bangkapos.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved