BPOM Tegaskan Sirop Obat Berbahaya Asal India Tidak Masuk Peredaran di Indonesia

Coldrif Cough Syrup diproduksi oleh Srisan Pharmaceuticals di Tamil Nadu, sedangkan Nextro-DS diproduksi di Himachal Pradesh, India.

Penulis: Robit Silmi | Editor: Fadhila Amalia
drugfree.org
OBAT SIRUP BERBAHAYA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan dua produk sirop obat asal India yang diduga mengandung Dietilen Glikol (DEG) melebihi batas aman, tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, PALU - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan dua produk sirop obat asal India yang diduga mengandung Dietilen Glikol (DEG) melebihi batas aman, tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia.

Kedua produk yang dimaksud adalah Coldrif Cough Syrup dan Nextro-DS Syrup.

Coldrif Cough Syrup diproduksi oleh Srisan Pharmaceuticals di Tamil Nadu, sedangkan Nextro-DS diproduksi di Himachal Pradesh, India.

Baca juga: 100 Buku dan Panggung Puisi, Mahasiswa FKIP Untad Diajak Rayakan Literasi

Produk tersebut dilaporkan telah menimbulkan kematian pada anak-anak di India.

"Berdasarkan hasil penelusuran di database BPOM (data new-aero.pom.go.id dan cekbpom.go.id), kedua produk itu tidak terdaftar di BPOM dan tidak memiliki kerja sama dengan produsen, importir, maupun distributor obat di Indonesia," tulis BPOM dalam keterangan resminya, Rabu (8/10/2025).

BPOM juga memastikan bahwa sirop obat jenis flu atau cold syrup tidak termasuk kategori obat yang dapat diimpor dan diedarkan di Indonesia.

Dari hasil patroli siber, produk tersebut tidak ditemukan dijual di e-commerce dalam negeri.

Baca juga: Alasan SK PPPK Paruh Waktu 2025 Masih Tertunda, Benarkah Ada Seleksi Belum Selesai? Ini Kata BKN

Perkuat Pengawasan Obat Sirop di Indonesia

Sebagai langkah antisipatif, BPOM berkomitmen memperkuat pengawasan pra dan pasca-edaran terhadap obat sirop yang beredar di Indonesia.

Langkah itu dilakukan agar semua produk yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu sesuai standar internasional.

“BPOM terus meningkatkan intensitas pengawasan berbasis risiko di fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan kefarmasian,” lanjut BPOM.

Lembaga itu juga melakukan pengujian komprehensif terhadap kandungan etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG) pada bahan baku dan sediaan sirop obat.

Selain itu, industri farmasi diminta melakukan pemantauan mandiri (self assessment) dan melaporkan hasil uji cemaran melalui sistem pelaporan online e-Was BPOM di https://e-was.pom.go.id.

Koordinasi dengan WHO dan Kemenkes

BPOM menyebut telah meningkatkan sistem pelaporan farmakovigilans yang melibatkan tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, dan industri farmasi untuk mendeteksi efek samping obat.

Baca juga: Ketua Fraksi PDIP DPRD Banggai Dorong Pemerintah Fokus pada Pengembangan Kebudayaan

Koordinasi juga dilakukan dengan Kementerian Kesehatan sebagai bentuk respons cepat terhadap keluhan masyarakat.

Tak hanya itu, BPOM memperkuat kolaborasi dengan WHO, otoritas regulatori negara lain, dan aparat penegak hukum guna memperkuat sistem regulasi obat serta memberantas peredaran obat palsu, substandar, dan berbahaya.

Imbauan untuk Masyarakat

BPOM mengimbau masyarakat agar menjadi konsumen cerdas dengan selalu melakukan Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli obat.

Masyarakat juga diingatkan untuk hanya membeli obat di apotek, toko obat berizin, atau fasilitas pelayanan kesehatan resmi.

Baca juga: Polres Sigi Dukung Swasembada Pangan Lewat Penanaman Jagung Serentak di Desa Bora

Jika ingin membeli obat secara online, pastikan apotek tersebut telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved