Air Mata Uya Kuya Tumpah, MKD Putuskan Dirinya Aktif Kembali Jadi Anggota DPR

Politisi bernama asli Surya Utama tersebut tampak menunduk saat mendengarkan putusan.

Editor: Lisna Ali
HANDOVER
Air Mata Uya Kuya Tumpah, MKD Putuskan Dirinya Aktif Kembali Jadi Anggota DPR 

TRIBUNPALU.COM - Uya Kuya kini resmi kembali menjadi anggota DPR RI.

Pemulihan statusnya diputuskan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.

Ia dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dewan.

Sidang Pembacaan Putusan MKD digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (5/11/2025).

Politisi bernama asli Surya Utama tersebut tampak menunduk saat mendengarkan putusan.

Wakil Ketua MKD, Adang Daradjatun, membacakan hasil sidang etik.

Baca juga: Kapolda Sulteng Paparkan 7 Poin Commander Wish, Tekankan Sinergi dan Penguatan Pelayanan Polri

Tuduhan pelanggaran etik, terkait aksi jogetnya, dinyatakan tidak terbukti.

“Menyatakan teradu 3 Surya Utama tidak terbukti melanggar kode etik,” kata Adang saat membacakan putusan di hadapan para anggota MKD, staf DPR, dan sejumlah awak media yang meliput langsung jalannya sidang.

Momen itu, Uya Kuya tak kuasa menahan emosi, ia terlihat meneteskan air mata haru.

Keputusan ini secara resmi mengaktifkan kembali Uya Kuya sebagai anggota DPR periode 2024–2029.

Proses Sidang dan Latar Belakang Kasus

Sidang etik MKD kali ini merupakan bagian dari serangkaian pemeriksaan terhadap lima anggota DPR RI yang sebelumnya dinonaktifkan pada Agustus 2025 karena dugaan pelanggaran etik.

 Mereka dilaporkan atas perilaku dan pernyataan yang dianggap mencoreng marwah lembaga DPR, terutama saat dan setelah Sidang Tahunan MPR RI 2025 yang disorot publik secara luas.

Selain Uya Kuya, anggota dewan lain yang ikut disidang adalah Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Adies Kadir.

Kelimanya berasal dari latar belakang yang berbeda, baik dari partai politik maupun dunia profesi, namun memiliki kesamaan nasib: dilaporkan ke MKD karena dianggap melanggar etika sebagai wakil rakyat.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sendiri adalah lembaga internal DPR yang bertugas menegakkan kehormatan dan menjaga citra DPR RI.

Lembaga ini memiliki wewenang untuk memeriksa, menilai, dan memberikan sanksi terhadap anggota DPR yang diduga melakukan pelanggaran etik, baik dalam ucapan maupun tindakan yang tidak sesuai dengan sumpah jabatan.

Dalam kasus Uya Kuya, ia sempat dinonaktifkan oleh Fraksi PAN setelah videonya yang memperlihatkan dirinya berjoget di tengah Sidang Tahunan MPR RI 2025 viral di media sosial.

Baca juga: Putusan Etik MKD: Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Ahmad Sahroni Disanksi Nonaktif, Uya Kuya Bebas

Aksi itu dianggap tidak pantas oleh sebagian publik karena dilakukan dalam acara kenegaraan yang sakral.

Namun, dalam sidang pembelaannya, Uya menjelaskan bahwa tindakannya tidak bermaksud melecehkan lembaga, melainkan spontanitas yang disalahartikan. Setelah melalui serangkaian klarifikasi dan verifikasi bukti, MKD menyimpulkan bahwa tidak ada unsur pelanggaran etik dalam tindakan tersebut.

Nasib 4 Anggota DPR Lain

Dalam sidang yang sama, MKD juga membacakan hasil pemeriksaan terhadap empat anggota lainnya.

Untuk Adies Kadir, MKD memutuskan bahwa ia tidak melanggar kode etik setelah sebelumnya dilaporkan karena pernyataannya mengenai kenaikan gaji anggota DPR yang dianggap menyesatkan publik.

“Menyatakan teradu satu, DR. Ir. H. Adies Kadir S.H, M.Hum., terbukti tidak melanggar kode etik. Meminta teradu satu untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi dan menjaga perilaku ke depannya,” ujar Adang Daradjatun. Adies pun kembali diaktifkan sebagai anggota DPR RI.

Berbeda dengan Nafa Urbach, yang justru dinyatakan melanggar kode etik setelah menyebut kenaikan gaji dan tunjangan DPR merupakan hal yang pantas. MKD menilai pernyataannya berpotensi menimbulkan persepsi negatif di tengah masyarakat yang tengah menghadapi tekanan ekonomi.

“Menyatakan teradu, Nafa Urbach nonaktif selama tiga bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan,” kata Adang. Politikus Partai NasDem itu juga diwajibkan untuk memperbaiki sikap dan menjaga etika publik di kemudian hari.

Sementara Eko Patrio atau Eko Hendro Purnomo terbukti melakukan pelanggaran etik setelah video dirinya berjoget dan berperan sebagai disc jockey (DJ) dalam rangka menanggapi kritik masyarakat terkait aksi jogetnya di Sidang Tahunan MPR dianggap tidak pantas.

 “Menghukum teradu empat, Eko Hendro Purnomo S.Sos nonaktif selama empat bulan,” ujar Adang. Sanksi tersebut berlaku sejak pertama kali ia dinonaktifkan oleh Fraksi PAN.

Baca juga: Satgas PKH Halilintar: 23 Perusahaan Sudah Ditertibkan, Tersebar di 5 Provinsi

Adapun Ahmad Sahroni, yang dikenal sebagai politisi flamboyan dari Partai NasDem, dijatuhi hukuman paling berat di antara kelima anggota.

 MKD memutuskan menonaktifkan Sahroni selama enam bulan karena dinilai melanggar kode etik akibat pernyataannya yang menyebut “orang yang ingin membubarkan DPR adalah tolol.” Putusan itu juga mencakup pencabutan hak keuangan selama masa nonaktif.(*)

Artikel telah tayang di Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved