Palu Hari Ini

LSF Tegaskan Setiap Film dan Iklan Wajib Miliki Surat Tanda Lulus Sensor

STLS merupakan bentuk perlindungan hukum bagi pembuat film sekaligus jaminan bahwa konten yang ditayangkan sesuai dengan norma dan nilai.

Editor: Fadhila Amalia
Zulfadli/TribunPalu.com
LITERASI DAN EDUKASI - Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, Saptari Novia, menegaskan bahwa setiap film dan iklan film yang akan diedarkan atau ditayangkan di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dari LSF RI. 

TRIBUNPALU.COM, PALU – Ketua Subkomisi Hukum dan Advokasi Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, Saptari Novia, menegaskan bahwa setiap film dan iklan film yang akan diedarkan atau ditayangkan di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dari LSF RI.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam sambutannya di kegiatan Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan Penyensoran yang digelar LSF RI di Hotel Aston Palu, Selasa (11/11/2025).

Menurut Saptari, STLS merupakan bentuk perlindungan hukum bagi pembuat film sekaligus jaminan bahwa konten yang ditayangkan sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat.

Baca juga: Harga Terbaru HP Infinix 2025 : Infinix GT 30, Infinix Hot 60i, Infinix Note 50x Plus

“Kalau film belum disensor dan langsung ditayangkan, itu bisa jadi masalah. KPI dan KPID akan menindaklanjutinya, karena lembaga yang berwenang memberikan izin tayang hanya LSF,” ujar Saptari.

Ia menjelaskan, LSF tidak hanya menyensor film layar lebar, tetapi juga film dan iklan yang ditayangkan melalui televisi maupun platform digital.

Penyensoran dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014, dan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2019, serta memperhatikan aturan lain seperti Undang-Undang Pornografi.

Baca juga: LSF RI Gencarkan Edukasi Aturan Sensor Film untuk Sineas Muda dan Pelajar di Kota Palu

Saptari menegaskan bahwa kebebasan berekspresi tetap dijamin, namun harus diimbangi tanggung jawab sosial.

Film bukan sekadar hiburan, tetapi juga berperan dalam membentuk karakter bangsa.

“Pembuat film bebas berkreasi, tetapi tetap harus menjaga nilai-nilai budaya, moral, dan agama. Itu yang menjadi dasar kami dalam menilai setiap adegan,” tambahnya.

Selain itu, Saptari mengungkapkan bahwa biaya sensor film kini semakin terjangkau, yakni Rp2 ribu per menit.

Bahkan, LSF tengah mengupayakan agar proses penyensoran bagi pelajar dan mahasiswa dapat dilakukan secara gratis, sehingga semangat berkarya mereka tidak terhambat.

Kegiatan literasi dan edukasi hukum perfilman ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran para pembuat film mengenai pentingnya proses sensor sebelum karya mereka ditayangkan ke publik.

Baca juga: Sulteng Jadi Tujuan Wisatawan Domestik, Capai 800 Ribu Perjalanan Sepanjang September 2025

“Harapannya, setelah mengikuti kegiatan ini, para peserta bisa lebih paham dan tidak lagi menganggap sensor sebagai hambatan, melainkan sebagai bagian penting dalam menjaga kualitas film nasional,” pungkas Saptari.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved