Palu Hari Ini

PMII Sulteng Gelar Aksi Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Soroti Pelanggaran HAM dan KKN

Aksi tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

|
Editor: Fadhila Amalia
Handover
AKSI DEMONSTRASI - Puluhan mahasiswa tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sulawesi Tengah menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Sulawesi Tengah, Jl Sam Ratulangi, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Rabu (12/11/2025).  

TRIBUNPALU.COM - Puluhan mahasiswa tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sulawesi Tengah menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Sulawesi Tengah, Jl Sam Ratulangi, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Rabu (12/11/2025). 

Aksi tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Dalam aksi yang berlangsung massa membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan penolakan terhadap Soeharto sebagai pahlawan nasional.

Baca juga: Polemik Kepemimpinan Gerindra Morowali, Ketua DPC Rachmansyah Ismail Tegaskan Posisi Sah

Mereka menilai pemberian gelar tersebut mencederai nilai-nilai demokrasi dan keadilan, mengingat berbagai catatan kelam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan praktik korupsi yang terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru.

Ketua Pengurus Koordinator Cabang PMII Sulteng, MohFhadel, dalam orasinya menyampaikan bahwa masa pemerintahan Soeharto (1967–1998) diwarnai dengan tindakan represif, pelanggaran HAM berat, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sistemik.

“Rezim Orde Baru menekan kebebasan rakyat, membungkam media, dan menimbulkan penderitaan luas. Memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto berarti mengabaikan luka sejarah bangsa,” tegas Fhadel di tengah aksi.

Baca juga: Ulang Tahun ke-50, Danpomdam XXIII/Palaka Wira Dapat Kejutan dari Sahabat

PMII Sulteng menyoroti sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi di masa pemerintahan Soeharto, antara lain Penembakan Misterius (1981–1985) yang menewaskan sekitar 5.000 orang, Tragedi Tanjung Priok (1984) dengan korban tewas sedikitnya 24 orang, serta operasi militer di Aceh dan Papua yang menelan ribuan korban jiwa.

Selain itu, peristiwa penculikan dan penghilangan aktivis menjelang reformasi 1998 juga menjadi catatan kelam yang belum sepenuhnya terselesaikan.

Dalam pernyataannya, Fhadel juga menyinggung praktik KKN yang mengakar kuat di masa Orde Baru.

Ia menyebut, kekuasaan Soeharto melahirkan kolusi antara pejabat dan pengusaha, korupsi melalui yayasan negara seperti Supersemar dengan kerugian hingga triliunan rupiah, serta nepotisme yang menguntungkan “Keluarga Cendana” dalam berbagai sektor bisnis dan politik.

Selain itu, PMII Sulteng menilai rezim Soeharto telah membungkam kebebasan pers dengan membredel media yang kritis terhadap pemerintah.

Sedikitnya 70 media massa dibungkam selama Orde Baru.

Baca juga: Bupati Morowali Dapat Apresiasi Wapres, Kabupaten Masuk 5 Terbaik Nasional dalam Penurunan Stunting

“Jejak pelanggaran HAM, KKN, dan pembungkaman pers membuktikan Soeharto bukan simbol perjuangan rakyat, melainkan simbol otoritarianisme. Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto merupakan bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai reformasi,” tambah Fhadel.

Diketahui, aksi ini digelar menyusul keputusan Presiden Prabowo Subianto yang pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025 lalu, menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh, termasuk Soeharto.

Baca juga: Sinopsis Film Wasiat Warisan, Bakal Tayang 4 Desember 2025

PMII Sulteng menegaskan akan terus menyuarakan penolakan tersebut dan menyerukan kepada pemerintah untuk menghormati nilai-nilai keadilan, demokrasi, serta amanat reformasi 1998.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved