OPINI

Kecamatan Nuhon Tidak Layak Menjadi Ruang Investasi Nikel

Kecamatan Nuhon merupakan ruang sosial-ekologis yang sangat rentan; menjadikannya lokasi ekstraksi nikel berarti membuka pintu bagi kerusakan.

Penulis: Supriyanto | Editor: Fadhila Amalia
Handover
OPINI - Investasi Nikel sering datang membawa paket janji: lapangan kerja, aktivitas ekonomi baru, dan  kesempatan menjadi bagian dari arus besar hilirisasi nasional.  

Oleh: Muhamad Irsan S Nang, S.Sos.,M.A.P

Aktivis Nuhon Banggai dan Pendiri Ikatan Mahasiswa Kecamatan Bunta Nuhon Simpan Raya (IMKBNS)

OPINI - Investasi Nikel sering datang membawa paket janji: lapangan kerja, aktivitas ekonomi baru, dan  kesempatan menjadi bagian dari arus besar hilirisasi nasional. 

Namun janji tidak pernah cukup untuk menutupi kenyataan di lapangan.

Kecamatan Nuhon merupakan ruang sosial-ekologis yang sangat rentan; menjadikannya lokasi ekstraksi nikel berarti membuka pintu bagi kerusakan yang tidak dapat dipulihkan.

Penilaian ini tidak lahir dari sentimen, tetapi dari tiga alasan mendasar.

Pertama, kerentanan ekologis Nuhon tidak kompatibel dengan operasi pertambangan.

Bentang alamnya terdiri dari lereng mudah terganggu, daerah tangkapan air sensitif, dan jaringan sungai yang menopang kebutuhan pertanian serta konsumsi masyarakat.

Ekosistem seperti ini bergerak lambat dan presisi, bagaikan mesin mekanik tua yang hanya stabil jika tidak dipaksa bekerja di luar batasnya.

Tambang nikel, sebaliknya, beroperasi dengan menggali, membalik, dan mengikis tanah dalam skala besar.

Kenaikan sedimentasi sedikit saja akan mengubah sungai-sungai kecil di Nuhon menjadi aliran keruh yang kehilangan fungsi. 

Risiko longsor, penurunan kualitas tanah, dan degradasi sumber air bersih bukanlah kejadian insidental, melainkan konsekuensi struktural.

Investasi tidak dapat berdiri di atas ekologi yang rapuh; itu bukan kalkulasi ekonomi, tetapi perjudian sosial.

Kedua, ketimpangan antara manfaat ekonomi dan eksternalitas sosial sangat mencolok.

Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa proyek nikel memang dapat menggerakkan ekonomi jangka pendek bagi sebagian kecil pihak, tetapi biaya jangka panjang justru ditanggung masyarakat luas.

Serapan tenaga kerja lokal sangat terbatas, upah rendah, dan ketergantungan pada perusahaan semakin kuat.

Di sisi lain, masyarakat yang menggantungkan hidup pada pertanian akan menerima dampak paling besar dari menurunnya kualitas tanah, pencemaran air, dan rusaknya aksesibilitas akibat lalu lintas angkutan tambang.

Keuntungan mengalir keluar, sedangkan kerugian mengendap di kampung.

Ketiga, defisit tata kelola menempatkan Nuhon pada posisi yang sangat berisiko. Kapasitas kelembagaan lokal tidak memadai untuk mengawasi, mengendalikan, atau menegakkan standar lingkungan yang ketat.

Izin mungkin saja tampak rapi dalam dokumen, tetapi praktik di lapangan sering jauh dari harapan.

Ketika institusi lokal tidak mampu memastikan pengawasan limbah, reklamasi, dan keselamatan kerja, operasi tambang pada akhirnya berjalan tanpa pengaman.

Pada titik ini muncul contoh kecil namun signifikan dari lapangan.

Dalam salah satu unggahan media sosial warga Desa Sumber Agung, terlihat bagaimana masyarakat menolak kehadiran seseorang yang mengaku sebagai perwakilan PT Latalindo Mini.

Namun setelah ditelusuri, perusahaan tersebut tidak memiliki jejak digital dan namanya tidak tercantum dalam peta IUP resmi milik Kementerian ESDM.

Data resmi justru menunjukkan bahwa pemegang konsesi di wilayah tersebut adalah PT Gemilang Mandiri Perkasa, perusahaan yang pada 2024 sempat berupaya melakukan eksplorasi tetapi digagalkan oleh warga.

Ketidaksesuaian antara pihak yang datang ke desa dan pemegang izin resmi memperlihatkan kabut informasi yang berbahaya, terutama bagi daerah dengan kapasitas pengawasan terbatas seperti Nuhon.

Jika identitas perusahaan saja tidak konsisten, sulit berharap pada kepatuhan lingkungan atau akuntabilitas publik.

Kejadian ini bukan insiden kecil.

Ia mencerminkan lemahnya tata kelola yang membuat ruang hidup masyarakat terbuka terhadap risiko tersembunyi.

Dalam kondisi seperti ini, pertambangan bukan hanya ancaman ekologis, tetapi juga ancaman administratif dan sosial.

Karena itu, kesimpulannya menjadi jelas: Nuhon bukan wilayah yang layak, baik secara ekologis maupun sosial-politik, untuk dijadikan ruang investasi nikel.

Investasi yang mengorbankan masa depan ruang hidup masyarakat bukanlah pembangunan; itu hanya memindahkan risiko dari pemodal kepada warga desa. 

Pemerintah daerah memikul tanggung jawab moral untuk memastikan pembangunan mengikuti prinsip keberlanjutan, bukan sekadar mengejar narasi tentang kebutuhan industri baterai.

Masyarakat Nuhon berhak mempertahankan ruang hidupnya.

Menolak investasi yang tidak seimbang bukan tindakan anti-pembangunan, melainkan wujud kedewasaan politik lokal.

Jika negara ingin masa depan industri nikel yang berkelanjutan, pemilihan lokasi harus dilakukan secara cermat.

Untuk Nuhon, jawabannya tegas: wilayah ini harus dilindungi, bukan dieksploitasi.

Ruang hidup bukan sekadar tanah; ia adalah memori sosial, identitas, serta jaminan keselamatan jangka panjang.

Nuhon terlalu berharga untuk dibiarkan terkikis oleh investasi berumur pendek.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved