Tak Hanya Amerika, Ternyata Iran Juga Dapat Keuntungan dari Meninggalnya Qassem Soleimani, Mengapa?

Pengamat politik Timur Tengah, Faizal Assegaf mengungkapkan ada beberapa hal yang menarik dari konflik antara Iran dan Amerika Serikat.

Daily Mail
Presiden AS Donald Trump dan Jenderal Iran Qassem Soleimani 

TRIBUNPALU.COM - Pengamat politik Timur Tengah, Faizal Assegaf mengungkapkan ada beberapa hal yang menarik dari konflik antara Iran dan Amerika Serikat.

Yang pertama adalah tentang legalitas serangan Amerika terhadap Qassem Soleimani.

Menurut Faizal Assegaf serangan Amerika tersebut adalah pelanggaran hukum.

Ini lantaran serangan diluncurkan tidak pada saat terjadi peperangan.

"Yang menarik dari konflik tegangan eskalasi yang meningkat antara Amerika dan Iran ada tiga hal yang menarikyang ingin saya sampaikan," ujar Faizal Assegaf dilansir dari Youtube Talk Show tvOne.

"Pertama mengenai legalitas serangan itu sendiri ketika Amerika membunuh seorang Komandan atau panglima negara lain yang tidak bersenjata bukan dalam keadaan perang itu wajar kalau Iran marah, jadi ada pelanggaran hukum disini," imbuhnya.

Hal kedua adalah adanya pihak yang diuntungkan dari meninggalnya Qassem Soleimani.

Pihak pertama yang diuntungkan adalah Iran.

Tanggapi Konflik Perairan Natuna, Ali Ngabalin: Ente Punya Kekuatan Apa Perang dengan China?

Ketegangan Iran-AS Mereda, Harga Emas Kembali Turun

Bukan Rudal, Ini Serangan Mengerikan Iran yang Sempat Membuat Amerika Kedodoran

"Yang kedua yang menarik dari kematian solemani adalah siapa yang diuntungkan?" ujar Faizal Assegaf.

"Yang pertama ini keuntungan dalam arti bisa sengaja atau tidak sengaja, yang pertama Iran tentu saja diuntungkan," ungkapnya.

Ini lantaran dengan meninggalnya Qassem Soleimani rakyat Iran kembali bersatu.

"Kenapa diuntungkan? bulan lalu sempat ada ramai demonstrasi anti pemerintah di Iran, media barat menggambarkan rakyat Iran sudah tidak suka dengan rezim yang sekarang," ungkapnya.

"Setelah Soleimani tewas kita lihat ratusan ribu hingga jutaan orang yang mneghadiri pemakamannya itu membuktikan rakyat Iran bersatu untu mendiang Soleimani," paparnya.

Pihak lain yang diuntungkan adalah Donald Trump.

"Yang ketiga siapa lagi yang diuntungan selain iran tentu saja Trump."

"Trump kan saat ini popularitasnya turun, sedangkan amerika selama ini selalu menganggap Iran musuh bebuyutan Amerika," ujar Faizal Assegaf.

Meninggalnya Qassem Soleimani mampu meningkatkan popularitas Trump yang saat ini tengah turun.

"Jadi dengan terbunuhnya solemani yang merupakan simbol Iran itu popularitas Trump otomatis naik," tuturnya.

Pihak terakhir yang diuntungkan adalah Arab Saudi dan Israel.

"Selain itu yang diuntungkan adalah Arab Saudi dengan Israel, hubungan ketiga negara antara arab Saudi, Israel dan Amerika semakin kuat kerna mereka menggap Iran sebagai musuh," pungkasnya.

Buntut Pembunuhan Qassem Soleimani, Iran Beri Peringatan untuk Sekutu Amerika di Timur Tengah

Tonton video selengkapnya:

Iran Balas Serangan Amerika, Dian Wirengjurit: Prajurit Terbunuh Balasannya Sama, Tapi Kalau Jenderal Konsekuensinya Perang

Mantan Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Iran tahun 2012-2016, Dian Wirengjurit memberikan tanggapan terkait serangan Iran ke Amerika Serikat.

Dian Wirengjurit menuturkan bahwa kehilangan seorang jenderal dalam sebuah peperangan adalah sebuah konsekuensi.

Perang tersebut bisa terjadi ketika salah satu negara yang kehilangan jenderal memiliki niatan untuk melakukan aksi balas dendam.

"Saya menyampaikan begini, kematian seorang jenderal di medan perang tidak banyak tapi terjadi, amerika pun kehilangan jenderalnya di Afghanistan artinya itu konsekuensi perang," ujar Dian Wirengjurit, dilansir dari Youtube Talk Show tvOne.

"Buat saya kalau negara yang kehilangan jenderal itu mempunyai ambisi membalas itulah perang," imbuhnya.

Saat ini Amerika harus memerhitungkan langkah apa yang akan diambil untuk nantinya menghadapi balasan Iran.

"Tinggal hitung-hitungan Amerika bagaimana," ungkapnya.

Tak hanya itu Amerika juga dihimbau untuk memperhitungkan konsekuensi yang akan didapatkannya karena telah membunuh jenderal Iran.

"Buat saya begini kehilangan seorang prajurit harus dibalas prajurit musuh,makin tinggi misalnya satu letnan harus sepuluh orang satu mayor 15 orang seorang jenderal harus berapa? Itu konsekuensi yang harus diperhitungkan Amerika ," pungkasnya.

Tanggapi Ketegangan Iran-AS, SBY: Saya Berhak Cemas, Pemimpin Dunia Tak Boleh Lakukan Pembiaran

UPDATE: Pasca-Serangan Iran ke Pangkalan AS, Jumlah Korban hingga Trump yang Akan Buat Pernyataan

Pakar Ungkap Serangan Iran yang dapat Membuat Amerika Kedodoran

Pakar Timur Tengah Universitas Indonesia Abdul Muta'ali memberikan tanggapan terkait aksi balas dendam Iran ke Amerika Serikat.

Seperti diketahui aksi ini merupakan dampak dari serangan rudal Amerika Serikat yang menewaskan Komandan Pasukan Quds, Qasem Soleimani dan Kepala Hashed, Abu Mahdi al-Muhandis di Bandara Internasional Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2020).

Akibat hal ini Iran lantas melakukan serangan balasan ke pangkalan militer AS di Ain Al Asad Provinsi Anbar Irak menggunakan rudal jelajah.

Serangan dilakukan langsung pasukan artileri Korps Garda Republik Iran.

Namun menurut Abdul Muta'ali aksi ini bukanlah pemicu serangan balas dendam yang akan dilakukan oleh Iran.

Abdul mengatakan bahwa Iran akan membuat kalkulasi yang sangat kuat untuk melancarkan aksi balas dendamnya.

"Ini tidak serta merta dilakukan Iran sebagai pemicu serangan balas dendam yang sangat masif, Iran akan melakukan kalkulasi yang sangat kuat," ungkap Abdul Muta'ali, dilansir dari Youtube tvOneNews.

Tak hanya itu Abdul Muta'ali menyebutkan bahwa serangan rudal ini bukanlah serangan kuat yang dilakukan Iran.

Akan ada serangan yang lebih membahayakan lagi yang dapat membuat Amerika kedodoran.

Yaitu serangan cyber.

"Karena itu mungkin rudal ini hanya permukaan saja tapi yang bergerak yang paling lebih berbahaya yang paling ditakutkan adalah serangan cyber," ujarnya.

Serangan cyber ini dinilai sebagai kekuatan yang dimiliki oleh Iran.

"Karena kekuatan pasukan luar Iran itu adalah di cyber, Amerika sempat kedodoran, sehingga mesti meratifikasi penjagaan nuklirnya dengan Iran," pungkasnya.

Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump.
Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump. (Anthony Behar via time.com)

Qasem Soleimani Tewas, Sutradara Michael Moore Minta Maaf kepada Iran atas Nama Bangsa Amerika

Iran Gelar Sayembara Berhadiah Rp1,1 Triliun untuk Kepala Trump

Pasca-serangan rudal yang menewaskan Komandan Pasukan Quds, Qasem Soleimani dan Kepala Hashed, Abu Mahdi al-Muhandis di Bandara Internasional Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2020) pemerintah Iran membuat sayembara.

Sayembara tersebut yakni ditujukan kepada siapapun yang berhasil membunuh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Hal tersebut diketahui dari siaran resmi pemerintah Iran.

Tak tanggung-tanggung, Iran menawarkan hadiah sebesar 80 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 1,1 triliun untuk membayar kepala Donald Trump.

Hadiah itu didapat dari per kepala warga Iran yang mewakili setiap dolar dari total imbalan itu.

Dikutip dari en24 via Tribunnews.com, hal tersebut setara dengan jumlah penduduk Iran.

"Iran memiliki 80 juta penduduk. Berdasarkan populasi Iran, kami ingin mengumpulkan 80 juta dolar Amerika untuk hadiah bagi mereka yang bisa membawa kepala Presiden Trump," bunyi pengumuman seperti dilansir en24.

Selain itu, Iran juga menargetkan White House alias Gedung Putih untuk membalas dendam terkait serangan Amerika Serikat yang menewaskan dua tokoh penting Iran.

Dilansir Daily Mirror, hal itu diungkapkan anggota parlemen Iran, Abolfazl Aboutorabi pada Minggu (5/1/2020).

"Kami bisa menyerang Gedung Putih sendiri," kata Aboutorabi.

"Kami bisa menyerang mereka di tanah Amerika. Kami punya kekuatan, insya Allah kami akan menyerang pada waktu yang tepat," imbuhnya.

Pernyataan Aboutorabi itu diiringi sumpah Iran yang akan balas dendam atas kematian Qasem Soleimani.

Sementara pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, memperingkatkan pangkalan, kapal perang, dan tentara Amerika Serikat.

Ia mengatakan mereka semua (Amerika, red) akan membayar 'harga' karena telah membunuh Soleimani.

"Saat peti mati prajurit dan perwira Amerika mulai diangkut ke Amerika Serikat, Trump dan pemerintahannya akan menyadari mereka benar-benar telah kehilangan wilayahnya," ujar Nasrallah.

Masih mengutip Daily Mirror, Amerika Serikat mengirim empat ribu penerjung payung tambahan dari Divisi Lintas Udara ke-82 untuk memperkuat pangkalannya di Irak.

Namun, Minggu kemarin, Baghdad bersiap mengusir pasukan asing di tanah mereka.

Pemerintah Baghdad melarang pasukan asing menggunakan tanah, wilayah, udara, atau air dengan alasan apapun.

(TribunPalu.com)

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved