Istana Sebut Alasan Kenaikan Iuran BPJS untuk Perbaiki Layanan, Politikus PAN: Masih Jalan di Tempat

Politikus PAN menegaskan, perbaikan layanan BPJS Kesehatan adalah kewajiban para direksi dan seluruh karyawan, bukan dengan cara menaikkan iuran.

Tribunnews.com/Taufik Ismail
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay. 

TRIBUNPALU.COM - Kebijakan pemerintah yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona Covid-19 menuai beragam kritikan.

Oleh karenanya, pihak Istana pun menjelaskan alasan di balik keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Pihak Istana menyebut, kenaikan iuran BPJS Kesehatan digunakan untuk memperbaiki layanan BPJS.

Alasan pihak istana ini juga menuai kritikan dari politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay.

Saleh menegaskan, perbaikan layanan BPJS Kesehatan adalah kewajiban para direksi dan seluruh karyawannya bukan dengan cara menaikkan tarif iuran.

Saleh juga menegaskan, hal itu selalu menjadi sorotan Komisi IX DPR dari waktu ke waktu.

"Dalam setiap mengakhiri rapat, selalu ada kesimpulan terkait perbaikan layanan BPJS Kesehatan tersebut. Tetapi faktanya, perbaikan masih seperti jalan di tempat," ujar Saleh, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (18/5/2020).

"BPKP kan sudah menyampaikan hasil audit dengan tujuan tertentu kepada pemerintah dan BPJS Kesehatan. Masalahnya, apakah semua rekomendasi BPKP itu sudah dilaksanakan?" imbuhnya. 

Kesal Masyarakat di Sejumlah Daerah Kembali Mulai Berkerumun, Aming Gaungkan Indonesia Terserah

Tipe Corona di Indonesia Beda dengan Negara Lain, Apakah Vaksinnya Juga Berbeda? Ini Penjelasannya

Hasil Penelitian Ilmuwan Terkait Penggunaan Masker: Manusia Gunakan Masker untuk Lindungi Orang Lain

Saleh juga menyoroti KPK yang menyatakan bahwa menaikkan iuran BPJS Kesehatan bukanlah solusi untuk mengatasi defisit dana tersebut.

KPK sendiri menyebut tata kelola yang cenderung inefisiensi dan tidak tepatlah yang menjadi akar masalah. BPJS Kesehatan pun didorong untuk memperbaiki sistem tata kelola BPJS Kesehatan sebagaimana rekomendasi dari KPK.

"KPK juga menyebutkan beberapa rekomendasi yang bisa dilaksanakan. Dari semua rekomendasi itu, KPK tidak merekomendasikan kenaikan iuran," jelasnya.

Di sisi lain, anggota Komisi IX DPR RI tersebut mengatakan masyarakat tak pernah meributkan masalah defisit BPJS Kesehatan. Justru yang mempersoalkannya adalah pihak BPJS Kesehatan sendiri. 

"Bagi masyarakat, defisit atau surplus itu adalah urusan pemerintah. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana agar pelayanan kesehatan mudah diakses dengan kualitas pelayanan yang baik," ungkap Saleh.

Selain itu, BPJS Kesehatan adalah program jaminan sosial karena sifatnya non-profit dan nirlaba sehingga program ini memang didesain untuk mengalami defisit.

Saleh mengatakan seharusnya pemerintah sudah menyiapkan kebijakan komprehensif untuk mengatasi defisit tersebut jauh-jauh hari.

"Kalau bicara soal defisit dan untung rugi di publik, rasanya tidak pas. Sebab, program BPJS Kesehatan bukanlah bisnis. Kalaupun rugi atau kekurangan anggaran, pemerintah harus tetap menjalankannya."

"Konstitusi telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Kalau kurang anggarannya, itu yang harus sama-sama dicarikan jalan keluarnya," pungkasnya.

Akibat Ketidakseimbangan Ekologis, Hutan Amazon bisa Jadi Pusat Pandemi Virus Selanjutnya

Presiden Jokowi Tegaskan Sampai Saat Ini Belum Ada Pelonggaran PSBB

Presiden Joko Widodo: Larangan Mudik Berlaku Minggu Ini dan Dua Minggu ke Depan

Sebelumnya diberitakan, kenaikan biaya iuran BPJS Kesehatan membuat istana menjamin tidak adanya lagi penolakan pasien atau rumah sakit beralasan kamar kosong.

Kenaikan biaya iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi memang menyisakan kontroversi.

Pemerintah dianggap tak pro rakyat kecil karena malah menaikkan biaya iuran BPJS Kesehatan saat masyarakat dalam kesulitan.

Pelaksana Tugas Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan memastikan BPJS Kesehatan akan melakukan perbaikan layanan, seiring dengan naiknya iuran peserta.

Ia pun menjamin tak akan lagi ada cerita peserta BPJS Kesehatan ditolak oleh rumah sakit.

"Dulu kan misalnya (ada masalah) sistem informasi ketersediaan tempat tidur RS. Sekarang kan sudah sistemnya online. Enggak ada lagi orang ditolak-tolak," kata Abetnego saat dihubungi, Kamis (14/5/2020).

Selain sistem informasi, pelayanan di RS juga menurut dia terus ditingkatkan. Sehingga proses antrean dan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan lebih cepat.

"Saya harus ngecek lagi, tapi ada 10 langkah yang akan terus diperbaiki dalam pelayanan kecepatan di dalam BPJS kita ini," kata dia.

Oleh karena itu, Abetnego menegaskan kenaikan iuran ini memang dalam rangka untuk memperbaiki keseluruhan operasional dari BPJS kesehatan yang belakangan ini mengalami defisit.

"Jangan sampai kita mempertahankan (tarif) yang lama tapi terus ada keributan defisit, yang akhirnya justru memperlambat kita di dalam proses-proses penyelesaian tanggung jawab kita ke rumah sakit," kata dia.

Abetnego menyadari kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang sulit karena dampak pandemi virus corona Covid-19.

Namun, ia mengingatkan bahwa negara juga saat ini dalam masa sulit.

"Negara juga dalam situasi yang sulit. Penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita dalam situasi ini,” ujarnya.

Diberitakan juga sebelumnya, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.

Rinciannya, iuran peserta mandiri kelas I naik, dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000.

Sementara Iuran peserta mandiri kelas II meningkat, dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000.

Kemudian, Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Politikus PAN Kritik Alasan Istana Naikkan Iuran BPJS Kesehatan untuk Perbaiki Layanan
Penulis: Vincentius Jyestha

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved