10 Maskapai Penerbangan Dunia yang Terdampak Pandemi Covid-19 Paling Parah
Industri penerbangan merupakan salah satu sektor ekonomi pertama yang paling terdampak pandemi virus corona atau Covid-19.
LATAM membukukan utang 7,6 miliar dolar AS, termasuk 460 juta dolar AS yang terutang oleh anak perusahaan Brasil.
Maskapai ini bahkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada 1.800 dari total 40.000 karyawannya menjelang pengajuan perlindungan kebangkrutan itu.
• Update Covid-19 Global Jumat, 29 Mei 2020 Siang: Tercatat 438.238 Kasus Terkonfirmasi di Brazil
• Terdaftar Jadi Penerima Bansos Covid-19, Dosen Unpad Bandung Kaget: Tiba-tiba Saja Dapat Form
• Annisa Pohan Ungkap Kegiatan SBY Selama Lebaran: Tulis Lagu hingga Merancang Museum
2. Avianca
LATAM memang merupakan industri terbesar yang terdampak parah corona di Amerika Latin, namun bukan menjadi korban pertama dari pandemi virus ini di kawasan tersebut.
Maskapai asal Kolombia, Avianca pun telah mengajukan kebangkrutan pada 10 Mei lalu, setelah mengakumulasi hutangnya sebesar 50 juta dolar AS dan tidak bisa membayar hutang lainnya sebesar 66 juta dolar AS.
Avianca yang telah berjuang secara finansial sebelum terjadinya pandemi ini, juga melakukan penundaan pada sebagian besar operasinya pada akhir Maret lalu, yang menyebabkan penurunan pendapatan mencapai 80 persen.
Kendati demikian, perusahaan pun mengatakan akan terus terbang selama dan setelah proses kebangkrutan.
3. Miami Air International
Maskapai charter yang berbasis di Florida Selatan, AS ini akhirnya 'gulung tikar' pada 8 Mei lalu, enam minggu setelah mengajukan perlindungan Bab 11.
Perusahaan ini sebelumnya telah mengajukan permohonan bantuan gaji kepada federal AS sebesar 10 juta dolar AS, namun permintaannya tidak disetujui.
Miami Air akhirnya masuk ke likuidasi pada bulan ini setelah 29 tahun pelayanannya, sebuah langkah yang akhirnya berdampak pada 350 pekerjanya.
4. Virgin Australia
Maskapai nomor 2 di Australia ini telah mencari perlindungan kebangkrutan pada 22 April 2020, setelah gagal mendapatkan dana talangan (bailout) senilai 888 juta dolar AS.
Perusahaan pun memasuki administrasi sukarela, sebuah praktik yang mirip dengan perlindungan Bab 11, saat perusahaan itu berjuang untuk membayar utang sebesar 7 miliar dolar AS setelah beberapa tahun mengalami kerugian.
Virgin Australia, yang menghentikan semua penerbangan internasionalnya, kecuali satu dari rute domestiknya selama dua bulan terakhir, mengatakan akan terus mengoperasikan beberapa penerbangan.