Polemik Pengadaan Mobil Dinas KPK: Sindiran Samad dan Saut, Desakan ICW, Penolakan Dewas KPK

Usulan anggaran mobil dinas baru KPK di tengah pandemi virus corona Covid-19 di Tanah Air menuai beragam kritikan dan penolakan.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

TRIBUNPALU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan rencana pengadaan mobil dinas baru bagi pimpinan, Dewan Pengawas KPK, dan pejabat struktural.

Menurut informasi yang dihimpun, total anggaran mobil dinas baru KPK yang diajukan ke DPR senilai Rp8,7 miliar.

Rinciannya, Ketua KPK Firli Bahuri akan mendapat mobil dinas yang dianggarkan sebesar Rp1.450.000.000.

Empat Wakil Ketua KPK, yakni Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghuffron, mendapat jatah mobil dinas seharga Rp1.000.000.000.

Lima anggota Dewan Pengawas KPK mendapat jatah anggaran mobil dinas senilai Rp3.514.850.000. Dan pejabat eselon I dan II KPK juga turut mendapatkan mobil dinas.

Namun, Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri menyebutkan detail spesifikasi kendaraan yang akan dibeli KPK masih dibahas oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas.

Usulan anggaran mobil dinas baru KPK di tengah pandemi virus corona Covid-19 di Tanah Air menuai beragam kritikan dan penolakan.

Berikut TribunPalu.com merangkumnya dari Tribunnews.com dan Kompas.com.

1. Sindiran Abraham Samad dan Saut Situmorang

Dua eks pimpinan KPK, Abraham Samad dan Saut Situmorang mengingat masa di mana mereka menggunakan mobil dinas jenis Innova yang harganya ratusan juta.

Abraham Samad: Saya lanjutkan mobil dinas periode sebelumnya, jenis Innova

Abraham Samad (53 tahun), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode III (2011-2015), menyebutkan selama 4 tahun menjabat dia hanya mengendari mobil MPV jenis Innova.

“Saya lanjutkan mobil dinas periode sebelumnya,” kata Abraham kepada Tribun Batam, Jumat (16/10/2020), menanggapi pertanyaan Tribun, terkait kontroversi mobil dinas pimpinan KPK periode ke-6 tahun 2019-2023.

Ketua KPK sebelum periode Abraham adalah M. Busyro Muqoddas (2010-2011).

Di periode transisi ini, juga ada Chandra M Hamzah, Mochammad Jasin, dan Haryono Umar.

Tiga ketua pada periode sebelum Abraham adalah Taufiqrahman Ruki (2003–2007) dan Antasari Azhar (2007–2011).

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad. Abraham Samad mengomentari KPK yang tak kunjung menggeledah kantor DPP PDIP, Minggu (12/1/2020).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad. Abraham Samad mengomentari KPK yang tak kunjung menggeledah kantor DPP PDIP, Minggu (12/1/2020). (Tribunnews.com/Herudin)

Di masa awal KPK dan minimnya anggaran, ini, mobil dinas yang disediakan masih di bawah harga Rp500 juta.

Abraham hanya tertawa kecil dan tak banyak komentar soal anggaran pengadaan mobil dinas KPK pimpinan jenderal polisi Firli Bahuri ini.

“Ini masa pandemi, Bos. Aneh dan mengusik rasa keadilan kita. Tak empatilah.” ujar pengacara kelahiran Makassar ini.

Saut Situmorang: Enggak ada kaitan langsung dengan kinerja pimpinan misalnya OTT dan kinerja lain. Saya naik Innova, empat tahun aman-aman saja tuh

Mantan pimpinan KPK lainnya, Saut Situmorang, menilai pengadaan fasilitas mobil dinas bagi pimpinan KPK tidak memiliki urgensi.

Lagipula, menurutnya, fasilitas mobil dinas tidak berpengaruh secara langsung dengan kinerja KPK dalam memberantas korupsi.

"Enggak ada kaitan langsung dengan kinerja pimpinan, misalnya OTT dan kinerja lain. Saya naik Innova empat tahun aman-aman saja tuh," ujar Saut kepada wartawan, Kamis (15/10/2020).

Ia menilai, masalah kepemilikan mobil dinas sudah cukup teratasi dengan uang transport yang menjadi fasilitas pimpinan dan staf KPK di luar gaji.

Mekanisme seperti itu pun, kata dia, telah berjalan selama empat periode kepemimpinan KPK.

"Cukup saja uang transportasi, lalu gunakan itu untuk kredit mobil dan pemeliharaan mobil masing-masing pimpinan dan staf, dan itu sudah berjalan 4 periode tetap perform pimpinan KPK dan pegawainya," ungkapnya.

2. Desakan ICW

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK menghentikan proses pembahasan pembelian mobil dinas bagi pimpinan dan pejabat KPK.

"ICW mendesak agar KPK menghentikan proses pembahasan pembelian mobil dinas bagi pimpinan maupun pejabat struktural KPK," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (18/10/2020).

Menurut ICW, pernyataan KPK yang menyebutkan akan meninjau ulang rencana pembelian mobil dinas tersebut bersifat multitafsir.

Sebab, bukan tidak mungkin ketika isu ini mereda di publik, pembahasan penambahan fasilitas akan terus dilanjutkan.

Kejadian semacam ini, kata Kurnia, sama persis dengan rencana kenaikan gaji pimpinan KPK yang diisukan mencapai lebih dari Rp 300 juta.

"Saat itu pernyataan Pimpinan KPK seolah-olah menolak, akan tetapi diduga keras pembahasan tersebut tetap berlanjut," ujarnya.

ICW pun mendorong agar Dewan Pengawas segera memanggil Pimpinan KPK ihwal penambahan fasilitas mobil dinas ini.

Dewan Pengawas diharapkan dapat mendalami tentang siapa yang menginisiasi penambahan fasilitas pimpinan dan pejabat struktural KPK, lalu, apakah kesepakatan ini dihasilkan secara kolektif,atau hanya beberapa orang pimpinan saja.

"Jika ini tidak segera dihentikan maka jangan salahkan publik ketika memiliki kesimpulan bahwa KPK era sekarang bekerja bukan untuk sungguh-sungguh memberantas korupsi, akan tetapi hanya mengharapkan uang dan fasilitas semata," kata Kurnia.

Baca juga: Tanggapi Sindiran Nurul Ghuffron setelah Mundur dari KPK, Ini Jawaban Febri Diansyah

Baca juga: ICW Maklumi Banyak Pegawai Mundur dari KPK: Kondisi Kelembagaan KPK Memang Tak Seperti Sediakala

Baca juga: Mantan Pimpinan KPK Tanggapi Banyaknya Pegawai yang Mengundurkan Diri dari Lembaga Anti-korupsi

Hedonisme yang tak lagi mengejutkan

ICW menilai, munculnya praktik hedonisme di lingkungan KPK tidak lagi mengagetkan bila berkaca dari kasus gaya hidup mewah Ketua KPK Firli Bahuri.

Hal ini disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana menanggapi pemberian mobil dinas bagi pimpinan, Dewan Pengawas, dan pejabat struktutal KPK yang dinilai sebagai salah satu praktik hedonisme.

"Praktik hedonisme semacam ini tidak lagi mengagetkan. Sebab, Ketua KPK-nya saja, Firli Bahuri, telah menunjukkan hal serupa saat menggunakan moda transportasi mewah helikopter beberapa waktu lalu," kata Kurnia, Kamis (15/10/2020).

Selain pemberian mobil dinas, Kurnia menyebutkan, praktik hedonisme lainnya terlihat saat KPK tetap melanjutkan pembahasan kenaikan gaji pimpinan lembaga antirasuah itu.

Padahal, KPK yang dilahirkan dengan semangat pemberantasan korupsi mestinya menjunjung tinggi nilai-nilai integritas termasuk kesederhanaan.

"Namun, seiring berjalannya waktu, nilai itu semakin pudar. Terutama di era kepemimpinan Firli Bahuri," ujar Kurnia.

ICW pun menilai pemberian fasilitas bagi Pimpinan dan Dewas KPK juga tidak tepat karena belum ada prestasi mencolok yang mereka torehkan selama hampir satu tahun menjabat.

Selain itu, pemberian mobil dinas juga dinilai tak etis dilakukan di tengah kondisi masyarakat yang sedang karut-marut akibat pandemi Covid-19.

"Sebagai pimpinan lembaga antikorupsi, semestinya mereka memahami dan peka bahwa Indonesia sedang dilanda wabah Covid-19 yang telah memporakporandakan ekonomi masyarakat," kata Kurnia.

3. Dewan Pengawas KPK menolak.

Dewan Pengawas KPK akan menolak pemberian mobil dinas. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean.

Menurut Tumpak, pihaknya tidak pernah mengusulkan pengadaan mobil dinas.

"Kami dari Dewas enggak pernah mengusulkan diadakan mobil dinas bagi Dewas. Kami tidak tahu usulan dari mana itu. Kalaupun benar, kami Dewas punya sikap menolak pemberian mobil dinas tersebut," kata Tumpak kepada Kompas.com, Kamis (15/10/2020).

Lima anggota Dewan Pengawas KPK: Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, Harjono dan Tumpak Hatarongan Panggabean.
Lima anggota Dewan Pengawas KPK: Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, Harjono dan Tumpak Hatarongan Panggabean. (Kolase TribunNewsmaker - TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Tumpak menuturkan, Dewas KPK tidak memerlukan mobil dinas. Sebab, Dewas KPK telah menerima tunjangan transportasi.

Ketentuan mengenai tunjangan itu diatur dalam Perpres Nomor 6 Tahun 2020 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya Bagi Ketua dan Anggota Dewan Pengawas KPK.

Perpres tersebut menyatakan, Ketua Dewan Pengawas KPK memperoleh tunjangan transportasi sebesar Rp 29.546.000, sedangkan anggota Dewan Pengawas KPK memperoleh tunjanangan transportasi sebesar Rp 27.330.000.

"Berdasarkan Perpres tentang penghasilan Dewas, sudah ada diberikan tunjangan transportasi, sudah cukuplah itu," kata Tumpak.

Tumpak juga mengaku telah menolak pemberian mobil dinas sejak ia masih menjabat sebagai pimpinan KPK jilid pertama.

"Saya lihat pimpinan-pimpinan setelahnya juga sama. Jadi kalau-lah itu benar, baru kali ini pimpinan diberi mobil dinas," kata dia.

Baca juga: Studi WHO Sebut Remdesivir Hanya Berdampak Kecil dalam Mencegah Kematian Pasien Covid-19

Baca juga: Profil dan Rekam Jejak Pollycarpus, Eks Terpidana Kasus Munir yang Meninggal Dunia karena Covid-19

Baca juga: Update WNI Positif Covid-19 di Luar Negeri Minggu, 18 Oktober 2020: Tambahan WNI Sembuh di Filipina

DITINJAU ULANG

Mengingat begitu banyak kritikan, KPK pun memutuskan untuk meninjau ulang rencana pengadaan mobil dinas baru tersebut.

Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa mengungkapkan, keputusan itu diambil menyusul adanya kritik dari sejumlah pihak terkait rencana tersebut.

"Kami sungguh-sungguh mendengar segala masukan masyarakat dan karenanya kami memutuskan untuk meninjau kembali proses pembahasan anggaran untuk pengadaan mobil dinas jabatan tersebut," kata Cahya dalam konferensi pers, Jumat (16/10/2020).

Cahya menuturkan, KPK sedang melakukan review untuk memastikan kesesuaiannya dengan peraturan yang berlaku.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, review tersebut perlu dilakukan untuk menentukan penempatan anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk pengadaan mobil dinas jabatan tersebut.

"Saat ini kami memutuskan untuk meninjau ulang di anggaran 2021. Berikutnya tentu nanti akan dikemanakan anggarannya itu, makanya kami sampaikan akan di-review ulang tentang penggunaan anggaran itu," ujar Ali.

Kendati demikian, Ali juga tidak menjawab lugas saat ditanya soal kemungkinan adanya rencana pengadaan mobil dinas jabatan pada tahun-tahun berikutnya.

"Kita tidak berandai, sekali lagi, kemungkinan-kemungkinan itu seperti apa ke depan, kami tidak bica membaca seperti itu," kata Ali.

SUMBER:

KOMPAS.COM/Ardito Ramadhan, Fitria Chusna Farisa

"Menuai Kritik, Rencana Pemberian Mobil Dinas bagi Pimpinan KPK Ditinjau Ulang"

"Dewan Pengawas KPK Tolak Pemberian Mobil Dinas"

"Pimpinan KPK Dapat Mobil Dinas, ICW Sebut Praktik Hedonisme Tak Lagi Mengagetkan"

 "ICW Desak Pembahasan Pembelian Mobil Dinas Pimpinan KPK Dihentikan"

TRIBUNNEWS.COM

Sindir Pengadaan Mobil Dinas Ketua KPK Rp 1,4 Miliar, Samad dan Saut: 4 Tahun Hanya Innova Aman Saja

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved