Media Asing Soroti Indonesia yang Datangkan Vaksin Covid-19 Sinovac: Pertaruhan yang Berisiko
Indonesia mendatangkan vaksin Covid-19 dari China, itu akan menjadi kesepakatan yang memiliki implikasi besar dan luas.
TRIBUNPALU.COM - Dalam menghadapi pandemi virus corona Covid-19, Indonesia mendatangkan beberapa jenis vaksin, salah satunya adalah vaksin buatan Sinovac.
Vaksin tersebut bernama CoronaVac dan diproduksi oleh perusahaan bioteknologi asal China, yang bermarkas di Beijing, Sinovac Biotech Ltd.
Vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang dipesan Indonesia sudah tiba di Tanah Air pada Minggu (6/12/2020) sekitar pukul 21.30 WIB melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Vaksin yang dikemas dalam kontainer berpendingin tersebut diangkut menggunakan pesawat Garuda Indonesia dari Beijing, China.
Diharapkan, vaksin Covid-19 asal China itu dapat membantu menangani pandemi mengingat saat ini kasus corona di Indonesia menjadi yang terparah di Asia.
Keputusan Indonesia mendatangkan vaksin Covid-19 Sinovac tersebut ini pun tak lepas dari sorotan media asing Channel News Asia.
Sejumlah analis memperingatkan, mendatangkan vaksin Covid-19 dari China merupakan pertaruhan yang dapat membuat dua negara ini memegang IOU atau surat utang diplomasi dengan kepentingan tinggi.

Dikutip dari Channel News Asia, China memang telah menjanjikan akses prioritas kepada negara-negara miskin untuk memperoleh proses vaksinasinya.
Hal ini disebut sebagai upaya untuk memperbaiki citra negara itu yang ternoda oleh pandemi, yang bermula di kota Wuhan di China tengah.
Meski Indonesia telah menerima 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 yang dibuat oleh Sinovac China, dan 1,8 juta sisanya akan tiba bulan depan, para ahli mengatakan akses ini kemungkinan masih memiliki batasan.
"'Diplomasi vaksin' China bukanlah tanpa syarat," kata Ardhitya Eduard Yeremia dan Klaus Heinrich Raditio dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada Desember 2020 oleh Yusof Ishak Institute yang berbasis di Singapura.
"China dapat menggunakan donasi vaksin untuk mendorong agenda regional lainnya, terutama pada masalah sensitif, seperti klaimnya di Laut China Selatan," lanjutnya, sebagaimana diberitakan oleh Channel News Asia.
Indonesia sendiri sudah memulai uji klinis vaksin Sinovac terhadap manusia beberapa bulan lalu.
Namun, hingga berita ini ditulis, vaksin tersebut belum disetujui oleh regulator China maupun Indonesia.
Sementara, Indonesia telah menandatangani kesepakatan untuk lebih dari 350 juta dosis vaksin dari pemasok yang berbeda, termasuk AstraZeneca.
Namun, mayoritas vaksin Covid-19 akan datang dari pemasok China, termasuk Sinovac dan Sinopharm.
Hal tersebut diketahui berdasarkan proyek pelacakan vaksin Universitas Duke.
Baca juga: WHO Ingatkan untuk Tidak Berpuas Diri dengan Adanya Vaksin Covid-19: Jangan Lengah
Baca juga: Pedoman Baru Pemakaian Masker dari WHO: dalam Ruangan yang Ventilasinya Kurang Baik Pakai Masker
Baca juga: Sudah Ada Beberapa Vaksin Covid-19 di Dunia, Ini Alasan RI Pilih Vaksin Sinovac dari China
"Kerja sama vaksin dengan China adalah yang paling terkenal," kata Evan Laksmana, peneliti senior di Pusat Kajian Strategi dan Internasional yang berbasis di Jakarta.
"Itu menciptakan implikasi potensial di masa mendatang (dan) sejauh mana Indonesia akan sangat bergantung pada rantai pasokan medis China dalam jangka panjang," lanjutnya.
Per Rabu (9/12/2020), Indonesia yang memiliki lebih dari 270 juta penduduk mencatat 592.900 kasus infeksi Covid-19.
Dari angka tersebut, terdapat 18.171 kasus kematian dan 487.445 penderita Covid-19 dinyatakan sembuh.
Namun, dengan jumlah testing yang terbilang rendah, angka yang tercatat ini kemungkinan besar masih jauh lebih rendah daripada yang ada di lapangan.
Hubungan Indonesia dengan China dan AS - Permainan Keseimbangan yang Cerdik
China adalah mitra dagang utama Indonesia.
Sementara, Indonesia memiliki banyak proyek, termasuk jalur kereta berkecepatan tinggi, yang merupakan bagian dari pembangunan infrastruktur Belt and Road di Beijing yang akan mencapai seluruh dunia.
Namun, hubungan tersebut memiliki masalah tersendiri.
Pada Januari 2020 lalu, Indonesia mengerahkan jet tempur dan kapal perang untuk berpatroli di Kepulauan Natuna setelah penjaga pantai dan kapal penangkap ikan China memasuki kawasan di tepi Laut China Selatan.
Sejak itu, Indonesia mengurangi responsnya, dan beralih ke protes diplomatik.
Sementara, Amerika Serikat juga memandang Indonesia sebagai mitra strategis utama.
Sebab, Indonesia dapat setidaknya mengurangi pengaruh China yang semakin besar dan pembangunan militer kontroversial di Laut China Selatan.
Baca juga: Rizieq Shihab dan 5 Orang Lainnya Jadi Tersangka, Ini Perjalanan Kasus yang Libatkan Pimpinan FPI
Baca juga: Dikenakan Pasal 160 dan 216 KUHP, Rizieq Shihab Terancam Hukuman 6 Tahun Penjara
Baca juga: Angka Kematian akibat Covid-19 di Indonesia Tinggi, Epidemiolog: Indikasi Pandemi Tak Terkendali
"Saat ini, Indonesia sedang memainkan permainan keseimbangan yang cukup cerdik untuk menghindari identifikasi atau asosiasi hanya dengan salah satu dari dua kekuatan besar di dunia," kata Marcus Mietzner, seorang profesor di Australian National University.
"(Indonesia) telah mengumumkan, tidak akan menerima permintaan potensial dari China untuk membangun pangkalan militer di Indonesia. Meskipun masih belum diketahui dengan jelas, apakah China benar-benar membuat permintaan seperti itu. Namun, penolakan ini sangat memuaskan bagi negara-negara Barat," lanjutnya.
Tetapi dengan pandemi Covid-19 yang masih terus melonjak, Amerika Serikat masih akan berfokus untuk memerangi virus corona di dalam negerinya sendiri.
Sehingga, kemungkinan pula, Amerika Serikat tidak dapat menghentikan 'serangan' diplomasi vaksin China.
Dan terlepas dari sejumlah perselisihan yang ada, hubungan dengan China tetap penting bagi Indonesia.
Kemungkinan, Indonesia juga akan berhutang secara diplomatis kepada Beijing karena vaksin.
“Sejauh ini, belum ada quid pro quo (pamrih, memberikan sesuatu dengan harapan mendapatkan imbalan, red.) yang serius terkait dengan vaksin tersebut,” kata peneliti Laksmana.
"Tapi semua orang di sadar ... akan lebih sulit bagi kami (Indonesia, red.) untuk melakukan serangkaian langkah dalam kebijakan luar negeri atau hal lain yang mungkin (merusak) hubungan dengan China," pungkasnya.
SUMBER: Channel News Asia
(TribunPalu.com/Rizki A.)