Pemilu 2024

Selama Masih Ada Anies Baswedan, PDIP Disebut Mustahil Koalisi dengan Partai Nasdem di Pemilu 2024

Partai Nasdem kini tengah menjalin koalisi bersama Partai Demokrat dan PKS.

Handover
Anies Baswedan 

TRIBUNPALU.COM - Partai Nasdem kini tengah menjalin koalisi bersama Partai Demokrat dan PKS.

Bersama Demokrat dan PKS, Partai Nasdem mengusung Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024 mendatang.

Namun saat ini, Partai Nasdem nampaknya ingin menambah kekuatan koalisi dengan melakukan penjajakan dengan parpol lain.

Menurut pengamat politik dari Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah, sangat sulit bagi NasDem untuk koalisi dengan PDIP saat Pemilu 2024, sepanjang masih ada Anies Baswedan.

Baca juga: Dapat Dukungan dari Partai Ummat, Anies Baswedan: Tanda Kepercayaan

Karena PDIP memiliki dendam politik karena Anies mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama yang merupakan jagoan PDIP di Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 lalu.

"Ini cukup terasa sejak Pilkada DKI Jakarta yang pada dasarnya Anies tidak kalahkan Basuki Tjahaja Purnama, melainkan mengalahkan PDIP dan Jokowi, karena PDI-P di Pemilu mendominasi Jakarta tetapi kalah di Pilkada, jadi ini ada semacam dendam politik," kata Dedi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/2/2023).

Dedi pun menilai sikap PDIP yang menjaga jarak dengan partai-partai anggota Koalisi Perubahan merupakan hal wajar, karena koalisi itu telah memutuskan mengusung Anies pada Pemilihan Presiden 2024.

Sebab, bila PDIP berkoalisi dengan partai-partai pendukung Anies, maka dapat mengacaukan preferensi pemilih yang selama ini sudah dekat dengan PDIP.

"PDIP akan kehilangan tren pemilih yang memang cenderung dekat dengan apa yang PDIP usung hari ini, begitu halnya jika kemudian terjadi penggabungan Anies dengan kader PDIP, tentu bisa merusak ceruk suara keduanya," kata Dedi.

Adapun Koalisi Perubahan terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai keadilan Sejahtera.

Menurut Dedi, ada dua faktor lain yang membuat PDIP emoh berkoalisi dengan Koalisi Perubahan.

Dedi mengatakan, PDIP dan PKS memang memiliki kecenderungan untuk tidak berkoalisi, kecuali dalam kondisi terdesak seperti di pilkada daerah tertentu.

"Hal ini karena gerakan politik PDIP berseberang dengan PKS, juga pemilih keduanya yang jauh berbeda, sehingga jika dipaksa dalam skala nasional pemilih bisa saja hengkang," ujarnya.

Selain itu, Dedi juga mengakui bahwa hubungan personal antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuat kedua partai sulit berkoalisi.

"Dan ini hal wajar, baik itu disandarkan pada catatan sejarah maupun alasan ideologis keduanya, meskipun partai di Indonesia hari ini tidak ada yang benar-benar menjalankan ideologinya," kata Dedi.

Sebelumnya, politisi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, selama ini partai politik koalisi pemerintah telah membuat banyak perubahan di bidang pembangunan selama Presiden Joko Widodo menjabat.

Maka dari itu, ia merasa, PDIP tak perlu membuka pintu kerja sama untuk berkoalisi dengan Koalisi Perubahan pendukung Anies Baswedan sebagai capres yang mengusung semangat perubahan dari pembangunan pemerintah saat ini.

“PDIP bersama dengan teman-teman dalam koalisi pemerintahan Pak Jokowi ini sudah melakukan langkah perubahan, jadi dalam fase pertama 2014, 2016, dan sekarang 2019 ke 2024,” papar Masinton dalam diskusi Koordinat Wartawan Parlemen (KWP) di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (16/2/2023).

Sementara itu, Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) M Kholid menjawab semangat perubahan yang dianut oleh bakal Koalisi Perubahan bersama Partai Nasdem, dan Partai Demokrat.

Hal itu disampaikan menanggapi pernyataan Masinton Pasaribu yang mempertanyakan semangat perubahan koalisi pengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) itu.

“Narasi Koalisi Perubahan akan menjadikan sila kelima Pancasila yakni keadilan sosial sebagai agenda utama pembangunan,” ujar Kholid pada Kompas.com, Jumat (17/2/2023).

Sebelumnya, Masinton menyatakan PDIP tak akan bekerja sama dengan Koalisi Perubahan.

Penyebabnya, ia menilai partai politik (parpol) koalisi pemerintah dan Presiden Joko Widodo telah mewujudkan perubahan dari sisi pembangunan.

Sedangkan bagi Kholid, makna perubahan yang diperjuangkan oleh Koalisi Perubahan tak terbatas pada pembangunan infrastruktur semata.

Namun, memperhatikan pula prinsip keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

“Hadirnya rasa keadilan di bidang ekonomi, politik, hukum, dan lingkungan hidup akan membawa, menghadirkan rasa persatuan bangsa,” ucapnya.

Di sisi lain, ia menghargai sikap PDIP yang telah menutup pintu untuk Koalisi Perubahan.

Ia menyatakan PKS tak keberatan dengan langkah politik itu.

Kholid mengungkapkan PKS tetap bersikap inklusif dalam menjalankan politiknya.

Saat ini, lanjut dia, komunikasi antar elite PKS dan PDIP pun masih berjalan dengan baik.

“Anggota dewan kita di DPR RI masih berkomunikasi dengan semua partai, tak terkecuali PDIP. (Elite PKS dan PDIP) kalau tegur sapa jalan terus, baik-baik saja hubungan,” imbuhnya.

Diketahui PDIP saat ini belum menentukan kerja sama politik dengan parpol lain untuk menghadapi Pemilu 2024.

Meskipun menjadi satu-satunya parpol yang memenuhi ambang batas pencalonan presiden, dan bisa mengusung capresnya sendiri, namun Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyatakan partai banteng bakal tetap membentuk koalisi.

Sementara itu, Nasdem, PKS, Demokrat belum menandatangani nota kesepakatan pembentukan koalisi.

Meski secara informal ketiga parpol bakal Koalisi Perubahan itu telah memberikan dukungannya pada Anies untuk maju sebagai capres.(*)


(TribunPalu.com/WartaKotalive.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved