Punya Dana Operasional 1 Triliun Setahun, Lukas Enembe Pakai Beli Makan dan Minum 900 Juta Sehari

KPK dalami dana operasional Gubernur Papua Lukas Enembe sebesar Rp 1 triliun per tahun yang sebagian besar digunakan membeli makanan dan minuman.

TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengenakan rompi tahanan KPK dengan tangan diborgol dan menggunakan kursi roda saat dihadirkan dalam konferensi pers yang dipimpin oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023). KPK dalami dana operasional Gubernur Papua Lukas Enembe sebesar Rp 1 triliun per tahun yang sebagian besar digunakan membeli makanan dan minuman. 

TRIBUNPALU.COM - Kasus dugaan Korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe masih jadi sorotan publik.

Kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penyalahgunaan dana operasional Gubernur Papua Lukas Enembe sebesar Rp 1 triliun per tahun yang sebagian besar digunakan untuk membeli makanan dan minuman.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya masih terus mengusut penyelewengan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut.

“Masih didalami, nanti kami informasikan lebih lanjut,” kata Ali, Selasa (27/6/2023).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelumnya mengungkapkan, sebagian besar dana itu digunakan untuk belanja dan minum.

Apabila sepertiga saja dari dana operasional itu untuk belanja makan dan minum maka biaya makan dan minum dari dana operasional Lukas Enembe sehari bisa mencapai Rp 900 juta.

Berdasarkan penelusuran KPK, dana operasional Rp 1 triliun per tahun itu menyalahi aturan karena terlalu besar.

Ketentuan mengenai besaran jumlah dana operasional mengacu pada aturan Kementerian Dalam Negeri.

Besarannya dihitung dengan persentase tertentu dari nilai APBD.

Selain terlalu besar, KPK juga menemukan bahwa belanja makan dan minum Lukas tidak wajar karena diduga fiktif.

Menurut Alex, KPK telah mengantongi ribuan kuitansi pembelian makan dan minum Lukas Enembe.

Namun, ketika diverifikasi ke rumah makan terkait, bukti pembayaran itu dibantah.

“Jadi restorannya tidak mengakui bahwa kuitansi itu diterbitkan oleh rumah makan tersebut,” kata Alex.

Menurut Alex, KPK membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendalami dugaan belanja makan dan minum fiktif Lukas Enembe.

Pihaknya juga menemukan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dana operasional mencurigakan karena banyak pengeluaran yang tidak disertai bukti.

“Ini (kuitansi belanja makan dan minum) nanti akan didalami lebih lanjut karena jumlahnya banyak, ribuan kuitansi, bukti-bukti pengeluaran yang tidak bisa diverifikasi,” ujar Alex.

Lukas Enembe awalnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD.

Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.

Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar.

Belakangan, KPK menyebut Lukas Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.

Dalam proses penyidikan, KPK kemudian menemukan berbagai informasi dan menetapkan Lukas sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Lukas Enembe diduga secara sengaja menyembunyikan kekayaannya yang bersumber dari tindak pidana Korupsi.

Berapa Besar APBD Papua?

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua Tahun Anggaran 2022 turun secara signifikasi hingga mencapai Rp.5,7 triliun dari sebelumnya Rp.14,6 triliun dibandingkan APBD tahun 2021 atau sebesar Rp 8,9 Triliun.

Gubernur Papua Lukas Enembe (sebelum ditangkap KPK) yang saat itu dalam sambutannya menyebut jika pendapatan daerah Provisi Papua pada rancangan APBD tahun anggaran 2022 dianggarkan sebesar Rp 8,9 triliun, mengalami penurunan sangat signifikan sebesar Rp 5,7 triliun dibandingkan APBD tahun 2021 sebesar Rp 14,6 triliun.

Masing-masing bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 1,2 triliun, pendapatan transfer sebesar Rp 1,1 triliun.

Secara umum, Pendapatan Asil Daerah (PAD) pada Rancangan APBD Tahun Anggaran 2022 mengalami penurunan sebesar Rp 740 miliar.

Pendapatan Transfer juga mengalami penurunan sebesar Rp 4,9 triliun.

“Pemprov Papua akan terus berupaya mengintensifkan sumber-sumber pendapatan yang ada dan terus menerapkan bentuk keadilan dalam kebijakan perpajakan dan keadilan yang disertai tanggung jawab,” ujar Sekda Rumasukun ketika membacakan pidato Nota Pengantar Keuangan RAPBD Provinsi Papua T.A 2022 dalam Rapat Paripurna DPR Papua dalam rangka membahas tentang Rancangan APBD Provinsi Papua tahun anggaran 2022 yang dipimpin langsung Wakil Ketua I DPR Papua DR Yunus Wonda didampingi Wakil Ketua II DPR Papua Edoardus Kaize dan Wakil Ketua III DPR Papua Yulianus Rumbairussy, Kamis (16/12/2021) lalu, dikutip dari dpr-papua.go.id.

Pada Rancangan APBD Tahun Anggaran 2022 dialokasikan Belanja Daerah sebesar Rp 9,8 triliun, mengalami penurunan dari APBD Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 17,5 triliun.

Dengan melihat alokasi Belanja Daerah itu, untuk belanja operasi dialokasikan dalam rancangan APBD Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp 7,5 triliun yang mengalami penurunan sebesar Rp 5,4 triliun. APBD Induk tahun anggaran 2021 sebesar Rp 13,07 triliun.

Sementara itu, untuk belanja modal dialokasikan dalam rancangan APBD Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp 1,5 triliun, mengalami penurunan sebesar Rp 108,9 miliar dibanding APBD Induk Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 1,4 triliun.

Untuk Belanja Tidak Terduga, dialokasikan dalam rancangan APBD Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp 150 miliar. Belanja transfer dialokasikan dalam rancangan APBD Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp 544,8 miliar, mengalami penurunan drastis sebesar Rp 2,3 triliun dibandingkan dengan APBD Induk Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 2,9 triliun.

Dijelaskan, bahwa pada rancangan APBD Tahun Anggaran 2022, penerimaan pembiayaan berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA) sebesar Rp 979,4 miliar mengalami penurunan sebesar Rp 2,04 triliun dibandingkan dengan pada APBD Induk Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 3,02 triliun.

Sedangkan Pengeluaran Pembiayaan pada pos Penyertaan Modal Daerah sebesar Rp 100 miliar, berkurang sebesar Rp 20 miliar dibandingkan dengan APBD Induk Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 120 miliar.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved