DPRD Sulteng

Waket II DPRD Sulteng Soroti Konflik Warga dan Perusahaan Tambang di Morowali

Wakil Ketua II DPRD Sulawesi Tengah, Syarifudin Hafid, menegaskan bahwa perusahaan yang beroperasi di Morowali harus bersikap transparan dan memberika

Penulis: Zulfadli | Editor: Haqir Muhakir
Instagram
Waket II DPRD Sulteng, Syarifuddin Hafid Soroti Konflik Warga dan Perusahaan Tambang di Morowali 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU - Konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang Baoshou Taman Industry Investment Group (BTIIG) di Morowali terus memanas. 

Teranyar, warga lingkar tambang di Desa Tondo, Kecamatan Bungku Barat, Morowali, menggelar aksi unjuk rasa pada Sabtu (8/2/2025). 

Aksi ini berkaitan dengan sengketa lahan serta tuntutan terhadap kesejahteraan masyarakat yang terdampak aktivitas pertambangan.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua II DPRD Sulawesi Tengah, Syarifudin Hafid, menegaskan bahwa perusahaan yang beroperasi di Morowali harus bersikap transparan dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.

Baca juga: Inflasi Sulteng Sentuh 0,02 Persen, Kado untuk Gubernur Jelang Akhir Masa Kepemimpinan

"Seharusnya perusahaan yang beraktivitas di Morowali dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat, bukan justru merugikan mereka. Jika hanya membawa dampak negatif, lebih baik perusahaan tersebut berhenti beroperasi daripada merugikan masyarakat dan negara," tegas Syarifudin Hafid, di Kota Palu, Selasa (11/2/2025). 

Syarifudin menyoroti operasional PT BTIIG yang mulai membangun kawasan pengolahan bijih nikel sejak akhir 2021. 

Sejak saat itu, perusahaan ini telah beberapa kali menghadapi masalah hukum, termasuk penyegelan pembangunan terminal khusus (jetty) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

Penyegelan dilakukan karena PT BTIIG tidak memiliki izin reklamasi serta dokumen persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

Selain itu, berbagai kelompok masyarakat sipil juga menduga bahwa PT BTIIG belum mengantongi Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI), izin pelintasan jalan negara, serta dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN).

"Ini harus menjadi perhatian kita bersama. Saya sebagai wakil masyarakat Morowali mendukung penuh partisipasi warga dalam mengawasi perusahaan tambang. Konflik yang terjadi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ruang, ekonomi, dan lingkungan masyarakat tidak boleh dirampas secara paksa oleh perusahaan," ujarnya.

Tak hanya itu, Syarifudin juga menyoroti proses hukum yang menjerat warga akibat aksi protes terhadap PT BTIIG. 

Lima warga Desa Topogaro sebelumnya dipanggil oleh kepolisian, dan kini kembali digugat secara perdata oleh perusahaan dengan tuntutan sebesar Rp14 miliar. 

Gugatan ini berkaitan dengan dugaan kerugian akibat penutupan jalan selama tiga hari serta pencemaran nama baik perusahaan.

"Hal seperti ini tentu bertentangan dengan harapan kita semua. Kehadiran perusahaan seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan malah membuat mereka tertekan dan diperlakukan tidak adil," tambahnya.

Sebagai tindak lanjut, DPRD Sulteng berencana memanggil perwakilan PT BTIIG untuk memberikan keterangan terkait situasi yang terjadi di lapangan.

"Kami tidak akan membiarkan praktik-praktik yang meresahkan masyarakat terus terjadi. Intimidasi terhadap warga harus dihentikan, dan masyarakat harus sejahtera di tanahnya sendiri," tutup Syarifudin Hafid. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved