Komisi III DPR Bahas RUU KUHAP, Tersangka Tak Wajib Direkam CCTV Selama Pemeriksaan

Rapat tersebut membahas beberapa pasal penting, antara lain terkait penghinaan presiden, mekanisme persidangan, dan pengaturan advokat.

Editor: Regina Goldie
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
REVISI KUHAP - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Juniver Girsang, mengusulkan larangan publikasi atau liputan langsung terhadap proses persidangan di ruang sidang pengadilan. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025). Berikut beberapa pasal krusial yang dibahas dalam RUU KUHAP oleh Komisi III DPR dalam rapat pada Senin kemarin. Salah satunya soal tindak pidana penghinaan presiden yang bisa diselesaikan melalui restorative justice. 

Juniver mengatakan alasan di balik pelarangan ini adalah untuk menjaga integritas dan keadilan dalam proses persidangan, terutama dalam perkara pidana.

"Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek. Itu kita setuju itu,” ucap Juniver.

Kendati demikian, Juniver juga mencatat bahwa dalam kondisi tertentu, hakim dapat memberikan izin untuk liputan langsung. 

Baca juga: Gubernur Sulteng Terima Sumbangan 77 Mushaf Al-Quran dari Babussalam Palu

"Bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya," katanya.
Adapun ketentuan tersebut telah disetujui oleh Komisi III usai adanya usulan dari Juniver Girsang dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) kemarin.

"Advokat tidak bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun di luar pengadilan," bunyi pasal tersebut.

4.Tersangka Diperiksa Penyidik Tak Wajib Direkam CCTV

RDPU yang digelar kemarin turut membahas terkait Pasal 31 ayat 2 RUU KUHAP yang mengatur penggunaan kamera pengawas atau CCTV saat penyidik melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.

Namun, dalam klausul dari draf tersebut, tidak ada ketentuan yang mewajibkan penggunaan CCTV saat pemeriksaan terhadap tersangka.

"Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas selama pemeriksaan berlangsung," bunyi pasal tersebut.

Namun, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengkritik terkait klausul tersebut.

Isnur mengatakan permasalahan lain juga terjadi ketika perekaman tidak diwajibkan ketika pemeriksaan tersangka yaitu tidak terwujudnya prinsip check and balance.

Dia menegaskan seharusnya rekaman CCTV dikelola oleh lembaga yang tidak terlibat perkara.

"Sebab rekaman tersebut merupakan bukti yang harus bisa diakses baik oleh penuntut umum maupun tersangka jika membutuhkan. Yang jelas, jangan sampai rekamannya dikuasai hanya oleh penyidik, dan tanpa pengawasan," katanya pada Minggu (23/3/2025), dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: FKIJK Sulawesi Tengah Salurkan Bantuan Sosial Senilai Rp22,2 Juta di Bulan Ramadan

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved