OPINI

OPINI: Menkes Saran Asuransi Swasta Karena BPJS Tak Cover Semua Penyakit, Kenapa Daftar BPJS Wajib?

Beliau menyampaikan bahwa ada banyak penyakit yang bisa menghabiskan dana puluhan hingga ratusan juta rupiah sehingga tidak semua bisa dicover.

Editor: Regina Goldie
HANDOVER
FASILITAS KESEHATAN - Prima Trisna Aji, Dosen prodi Spesialis Medikal Bedah Universitas Muhammadiyah Semarang. Harapan Masyarakat Indonesia yang menginginkan menjadi negara yang Sejahtera serta bisa terjamin dalam menikmati fasilitas Kesehatan dinegeri sendiri, kayaknya hanya sebatas mimpi. 

Oleh : Prima Trisna Aji, Dosen prodi Spesialis Medikal Bedah Universitas Muhammadiyah Semarang

TRIBUNPALU.COM - Harapan Masyarakat Indonesia yang menginginkan menjadi negara yang Sejahtera serta bisa terjamin dalam menikmati fasilitas Kesehatan dinegeri sendiri, kayaknya hanya sebatas mimpi.

Penyelenggara Asuransi Kesehatan BPJS Kesehatan harus menghadapi kesulitan yang sulit karena keinginan semua orang Indonesia untuk mendapatkan perawatan Kesehatan secara maksimal belum bisa terealisasikan.

Bagaimana tidak? Dalam pernyataannya dalam sesi konferensi pers pada tahun 2025, Menteri
Kesehatan Budi Gunawan Sadikin menyatakan bahwa BPJS tidak dapat membayar semua
penyakit.

Dia juga menyarankan masyarakat untuk mendaftar asuransi swasta.

Baca juga: Opick Delian Alindra Inspirasi Literasi Siswa di MAN 2 Palu Lewat Kamus Bergambar Bahasa Dampelas

Beliau menyampaikan bahwa ada banyak penyakit yang bisa menghabiskan dana puluhan hingga ratusan juta rupiah sehingga tidak semua bisa dicover. 

Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin menyarankan agar orang menggunakan asuransi swasta jika penyakit yang membutuhkan biaya puluhan hingga ratusan juta rupiah tidak tercover.

Bagi Menteri Kesehatan beranggapan bahwa hal itu karena asuransi swasta mampu melakukan cover semua biaya yang puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Sehingga Langkah tersebut bisa meringankan beban dari BPJS yang banyak menanggung klaim dari banyak penyakit kronis.

Karena pernyataan tersebut banyak sekali kritikan dari Masyarakat luas terhadap pernyataan Menteri Kesehatan dan BPJS, ada yang meminta supaya BPJS untuk di audit, ada yang meminta supaya BPJS tidak mewajibkan warga Indonesia untuk ikut menjadi peserta dan ada yang meminta supaya gaji pegawai serta direksi BPJS bisa dilakukan efisiensi untuk penghematan.

Baca juga: Januari-April 2025, 630 Perempuan di Kota Palu Gugat Cerai Suaminya

Selain itu, sebagai bagian dari kebijakan yang diatur dalam Inpres No. 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, mulai 1 Maret 2022, fotokopi kartu kepesertaan BPJS Kesehatan harus dilampirkan pada setiap transaksi jual beli rumah dan tanah. 

Tentunya hal ini akan mempersulit warga Indonesia ketika akan melakukan suatu usaha, warga secara tidak langsung harus dipaksa mengikuti BPJS Kesehatan kalau ingin bisa melakukan transaksi beli Rumah.

Perlu diketahui bahwa Rumah merupakan sarana kebutuhan dasar yang minimal harus dimiliki warga Indonesia untuk tinggal serta beristirahat.

Belum lagi anjuran untuk juga mengikuti asuransi swasta yang diutarakan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunawan.

Tapi sebenarnya apakah BPJS lupa bahwa mendaftar asuransi swasta itu tidak murah, belum lagi klaim kepada asuransi Swasta juga memerlukan proses dan tidak bisa secara instan.

Belum lagi ditambah apabila ada keluarga yang sudah mengalami sakit terlebih dahulu maka tidak bisa mengikuti sebagai anggota Asuransi.

Baca juga: BREAKING NEWS: PA Kelas 1 A Catat Angka Perceraian di Kota Palu Capai 815 Kasus Januari-April 2025

Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin juga lupa bahwa Pemerintah mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk wajib ikut program BPJS Kesehatan. Bisa kita hitung berapa total biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap KK keluarga apabila setiap keluarga memiliki anggota 1 suami, 1 istri dan dua anak dimana total anggota adalah 4 orang.

Minimal satu keluarga mereka harus menggelontorkan dana sebesar 4 anggota keluarga.

Data saat ini dari Peraturan Iuran BPJS Kesehatan masih mengacu pada Perpres Nomor 63
Tahun 2022.

Biaya iuran BPJS Kesehatan berbeda untuk setiap kelas peserta.

Misalnya, kelas 3 harus membayar Rp 42.000 untuk kamar kelas 3, kelas 2 harus membayar Rp 100.000 untuk kamar kelas 2, dan kelas 1 harus membayar Rp 150.000 setiap bulan untuk perawatan di kamar kelas 1.

Baca juga: Kuota Haji Sulawesi Tengah 2025 Capai 1.994 Orang, Kota Palu Terbanyak

Apabila sebuah keluarga yang memiliki anggota sebanyak 4 orang dan mengikuti BPJS Kesehatan kelas III maka iuran setiap bulan yang harus dikeluarkan adalah
sebesar Rp.168.000,-.

Angka tersebut bagi warga Indonesia menegah kebawah bukanlah angka yang sedikit serta akan memberatkan warga Masyarakat apabila mereka harus masih mengeluarkan biaya untuk membayar Asuransi dari swasta.

Pemerintah serta pemangku kebijakan harus tahu bahwa ketika mengikuti asuransi Swasta
biayanya tidak sedikit, melansir dari data Riset Kesehatan pada tahun 2025 bahwa mayoritas
biaya Asuransi Kesehatan Swasta pada tahun 2025 minimal adalah sebesar Rp.305.000,-
tergantung pada paket dimana bisa mengklaim mayoritas penyakit atau tidaknya.

Sedangkan penerima manfaatnya tergantung pemilihan Paket Asuransi Swasta dari yang Dasar, Silver, Gold dan Platinum.

Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti Asuransi Kesehatan swasta maka semakin besar juga manfaat yang diperoleh.

Baca juga: Kuota Haji Sulawesi Tengah 2025 Capai 1.994 Orang, Kota Palu Terbanyak

Kalau di kalkulasi setiap keluarga yang memiliki 4 anggota, maka apabila sebuah keluarga harus mengikuti Asuransi swasta dimana pemilihan paket sebesar Rp.300.000,- maka mereka setiap bulan harus mengeluarkan uang minimal sebesar Rp.1.200.000,-. Belum lagi ditambah dengan diwajibkannya harus mengikuti BPJS Kesehatan setiap bulannya. 

Tentunya hal ini sangatlah memberatkan Masyarakat.

Seharusnya Pemerintah serta pemangku kebijakan bisa memberikan Solusi yang bijak untuk
permasalahan tersebut serta tidak terburu – buru dalam mengeluarkan statement yang bisa
melukai perasaan para peserta BPJS Kesehatan serta memperkeruh suasana.

Harapan baru Masyarakat Indonesia ketika pada tahun 2020 dimana terjadi pergantian Menteri Kesehatan dari Profesor Terawan kepada Budi Gunawan Sadikin yang diharapkan membawa harapan baru bagi warga Masyarakat Indonesia.

Bagaimana tidak? Latar belakang dari Menteri Kesehatan yang bukan berlatar belakang dari Kesehatan membuat public membawa harapan baru terhadap Menteri Kesehatan baru tersebut.

Baca juga: Cegah Tempat Pelatihan Teroris, Tim Alfa 2 Sasar Bekas Camp di Pegunungan Poso

Profil background dari Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin dari kalangan Insinyur
membuat public saat itu terhenyak, karena hal tersebut merupakan Sejarah baru dimana
selama Republik Indonesia berdiri baru saat ini memiliki Menteri Kesehatan dari kalangan
non Kedokteran.

Background beliau yang memiliki gelar sarjana di Bidang Fisika nuklir dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1988, Universitas Washington, Sertifikasi Chartered Financial Consultant (CHFC) dan Chartered Life Underwriter (CLU) dari Singapore Insurance Institute (2004) membawa harapan baru cerah bagi dunia Kesehatan saat itu.

Namun, saat ini, pernyataannya untuk mendorong asuransi swasta tampak seperti Menteri Kesehatan pesimistis tentang kemungkinan menyelamatkan BPJS Kesehatan saat ini.

Zaman dahulu ketika masih diera pemerintahan Soeharto hingga era Reformasi, Pemerintahan Indonesia dengan baik bisa melaksanakan program Kesehatan seperti ASKES bagi Pegawai Negeri Sipil, kemudian ada Jamkesmas, Jamkesda dan lain – lain. Pada waktu itu Asuransi Kesehatan bisa berjalan dengan baik serta terlaksana tanpa ada keluh kesah.

Kenapa Pemerintah malah sekarang saat ini menganjurkan untuk juga mengikuti Asuransi
Swasta? Kenapa Pemerintah tidak mencoba untuk mencari Solusi yang lain seperti evaluasi
gaji seluruh pegawai BPJS yang disesuaikan dengan anggaran serta program efisiensi
pemerintahan Prabowo Subianto, kenapa Pemerintah tidak mencoba untuk mmencari Solusi
untuk membagi beberapa kelas dari PNS kembali kepada ASKES, kemudian program
Jamkesda dari Pemerintah daerah bisa dimunculkan kembali sehingga akan meringankan
beban pusat.

Baca juga: Polresta Palu Musnahkan Barang Bukti Narkotika Jenis Sabu Seberat 1,7 Kilogram

Solusi yang lain Menteri Kesehatan juga bisa melakukan audit dari auditor eksternal kepada
BPJS Kesehatan dimana letak kebocoran pada anggaran yang ada.

Kemudian hal lain pemerintah bisa melakukan Solusi pendanaan yang lebih berkelanjutan, seperti penyesuaian iuran secara berkala, pengembangan ekstensifikasi barang kena cukai, dan pengalihan subsidi dari sektor lain.

Kemudian program Danantra yang dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo Subianto bisa
diputar untuk bisa lebih menghidupkan BPJS Kesehatan.

Kemudian pemerintah juga bisa mencari sumber pendanaan yang lain seperti sponsor, efisiensi pelayanan dan edukasi kepada pengguna BPJS supaya membayar tepat waktu.

Pihak Sponsor eksternal bisa dilibatkan untuk mensuplai dana BPJS Kesehatan setiap tahunnya, dimana branding sponsor bisa dipajang di seluruh fasilitas Kesehatan milik Kementerian Kesehatan diseluruh Indonesia dari Puskesmas hingga Rumah Sakit milik Pemerintah.

Seperti layaknya Liga 1 Indonesia mendapat sponsor dari BRI, seperti layaknya juga sebuah klub Bola yang mendapatkan sponsor setiap tahunnya dimana merk mereka dipajang di Kaos tim tersebut.

Baca juga: PN Donggala Tolak Permohonan Praperadilan Fatma Terkait Kasus Dugaan Korupsi Dana PNPM Kinovaro Sigi

Kemudian Pemerintah juga tidak perlu malu mencontoh program asuransi Kesehatan yang
dilakukan pemerintahan negara lain yang sudah terbukti berhasil.

Negara-negara seperti Swiss, Prancis, Italia, Swedia, dan Jerman disebut sebagai contoh terbaik dalam mengelola asuransi kesehatan.

Negara-negara ini memiliki sistem asuransi kesehatan yang kuat, akses universal ke layanan kesehatan, dan biaya kesehatan yang terjangkau.

Jangan sampai pemerintah serta BPJS blunder melakukan kebijakan efisiensi yang malah
mempersulit peserta BPJS untuk bisa menggunakan BPJS Kesehatan ketika sakit.

Hal ini seperti kebijakan baru dimana tidak semua penyakit bisa diklaim BPJS serta aturan di IGD penyakit yang bisa diklaim BPJS ketika menjalani rawat inap seperti ketika anak demam
harus diatas 40’C dan lain – lain.

Mari BPJS Kesehatan berbenah, serta membuat warga negara Indonesia menjadi tuan rumah
dinegara sendiri sehingga kwalitas Kesehatan warga Masyarakat Indonesia bisa maksimal. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved